Ica mencoba menenangkan diri dan belajar dengan kejadian kali ini. Ia ingin sekali menjadi wanita mandiri dan berani seperti Raina. Agar ia bisa membela diri sendiri ketika ada yang menyerangnya seperti tadi.
Sebagai istri dari Arland Royhan yang tampannya ga ketulungan dan kayanya berlebihan perlu usaha yang tidak mudah juga.
Hari ini rencananya Ica akan diajak suaminya mengikuti rapat bisnis. Tentu saja Ica tak paham mereka membicarakan apa. Ia hanya ikut karena suaminya itu ada urusan mendesak. Sedangkan Arland juga tak mau meninggalkan istrinya yang tengah hamil 35 Minggu itu di rumah sendirian.
Bangun tidur Ica melihat di cermin betapa besar dirinya.
Arland yang melihat itu memeluk dari belakang dan menyuruhnya mandi.
"Badanku kaya gerobak ya mas. Guede banget"
"Gerobak apa yang bentuknya kaya gini Ca?"
"Gerobak bakso,, euhm" canda Ica. Perutnya dari semalam sedikit mulas.
"Ngawur aja, udah sana cepet mandi" Arland tak suka Ica bercanda menjelekkan tubuhnya.
"Iya calon Bapak, agak bawel sekarang haha"Setelah persiapan selesai, berlanjut Ica ikut menengok bangunan yang akan jadi kantor cabang ke sekian. Cukup menyulitkan baginya karena harus berjalan lama dengan medan yang naik turun, pada kondisi kandungannya yang sudah berada dibawah bahkan kepala bayi sudah masuk panggul tinggal menunggu waktu sosok mungil itu lahir ke dunia.
Setiap melangkahkan kaki selalu ada nyeri yang terasa ditubuhnya. Kalau tahu kondisi istrinya seperti itu, Arland pasti sudah membawanya ke rumah sakit. Namun karena Ica memang menutupi kondisinya makannya suaminya tidak tahu.
Arland sudah berjalan jauh dari posisi Ica. Ia sedang sibuk berbincang dengan mandor disana. Ica berusaha mengejar namun perutnya malah menabrak sebuah meja yang entah untuk apa ada disana. Memang benturannya tidak keras, namun untuk perutnya yang sudah besar dan kencang ternyata terasa sakit sekali.
"Aduhh,, sshhh,," desis Ica kesakitan. Ia meringis dan mengelus perutnya.
"Kok diem disini Ca? Sakit perut?" Tanya Arland sambil mengelus perut besar istrinya.Begitu dielus ayahnya, kini perut Ica terasa nyaman. Ajaib memang. Namun itu sering terjadi.
"Engga Mas, lagi lihat-lihat disini aja. Itu bagian sana bagus." Ica mencari alasan menutupi rasa sakitnya.
Di mobil menuju tempat berikutnya, Ica tertidur lelap. Sungguh sebenarnya ia sangat kelelahan namun tak mau membuat suaminya khawatir. Sudah sering sekali pekerjaan suaminya terganggu karena ia manja, atau karena merawat dirinya yang sedang sakit.
Selanjutnya mereka bertemu pasangan investor kantor Arland. Ini adalah kegiatan rutin Arland karena investornya yang satu itu tidak mau membicarakan pekerjaan di kantor. Ia suka berbicara di alam dengan membawa istrinya. Arland merasa cocok membawa Ica bertemu mereka.
Berdiskusi sambil berkeliling taman, sebetulnya taman ini sangat indah dan suasana menenangkan. Namun tidak bagi Ica karena kini perutnya sudah sangat mulas sekali.
Wajahnya berubah pucat, keringat dingin mulai mengucur. Beberapa kali Ica berdesis pelan merasakan nyeri dan mulas.Istri dari investor mengajaknya bicara namun Ica tidak bisa fokus karena menahan sakitnya.
"Di depan ada bangku, kita berhenti dulu Yuk Dek Ica." Ajak wanita paruh baya itu karena mengerti kesulitan wanita hamil berjalan lama.
Suami mereka sudah 15 menit berjalan namun sepertinya belum ada tanda-tanda ingin berhenti.
"I,, iya Bu terimakasih" jawab Ica susah payah. Perutnya tambah mulas, dan rasa nyeri menyebar ke seluruh tubuh.Ketika duduk mereka mengobrol, namun Ica ragu apakah ia menjawab dengan betul atau tidak. Tenyata sulit sekali mengobrol ditengah kondisi perut yang mulas.
Investor dan istrinya berpamitan. Arland menanggapi dengan ramah. Ica hanya tersenyum dalam kondisi duduk. Sungguh, ia tak kuat berdiri saat ini.
"Ca, kamu kenapa?" Arland bertanya khawatir. Setelah dua orang tadi pergi kini ia bisa fokus pada Ica.
"Gapapa Mas, tolong bantuin bangun dong. Aku susah bangun ini kegendutan badan" ucap Ica mencoba menenangkan suaminya.
Ia tak mau membuat suaminya panik. Kejadian kontraksi palsu yang dulu membuatnya belajar untuk tak mudah mengeluh hanya karena mulas dan nyeri."Bukan gendut, tapi lagi hamil besar. Lagi berjuang untuk menjadi seorang Ibu." Arland mengoreksi perkataan istrinya. Ia tak suka istrinya menjelekkan diri.
Arland memeluk Ica dan membantunya bangun.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Arland mengajak Ica ke sebuah rumah makan. Disana Ica ngeyel ingin menu yang cukup pedas. Ia ingin menghibur diri, memanjakan lidahnya dengan makanan yang diinginkan.
Perjalanan dilanjutkan ke kantor utama.
Sesampainya disana ternyata lift kantor macet. Sedangkan Arland harus rapat di lantai 3. Jalan satu-satunya adalah naik tangga.
"Kamu ku gendong ya, aku ngga mau ninggalin kamu disini." Ucap Arland tegas.
"Ngga mau aku, malu lah kalau digendong. Aku kuat kok jalan sendiri" Ica kembali menutupi sakitnya. Bohong jika dia kuat naik tangga ke lantai 3. Jalan satu langkah saja mulasnya semakin menjadi.
"Wajahmu pucat banget Ca"
Mereka berdebat beberapa saat. Dan Ica lah yang menang.Arland memegangi Istrinya yang ngeyel dari belakang. Satu per satu tangga mereka lewati. Ica mulai pusing dan berkunang-kunang. Padahal baru setengah lantai ia naiki.
Mulasnya juga bertambah parah. Perutnya terasa semakin turun dan juga kencang. 1 setengah lantai berhasil dilewati. Napas ibu hamil itu sudah tersendat-sendat. Arland segera menggendong Ica ke ruang rapat dan mendudukkannya di sebuah kursi.
"Are you okay?" Arland berlutut di depan Ica memastikan keadaannya.
Ica kembali memasang senyum ceria.Semua peserta rapat sudah lengkap. Arland membuka agar rapat segera dimulai, ia duduk di bagian utama meja. Ica duduk di samping kanannya.
Satu per satu melakukan presentasi. Ica tahu bahwa rapat ini akan lama. Sedangkan ia sudah kepayahan menahan kondisi kandungannya. 2 orang selesai presentasi, Ica berbisik pada suaminya untuk izin ke kamar mandi. Direktur utama itu hanya mengangguk tanpa menoleh. Ia sedang sibuk membaca sebuah file.
Dengan cepat Ica berlari ke toilet yang ada di ujung ruangan itu. Ia ingin cepat-cepat melampiaskan rasa sakitnya.
Setelah pintu kamar mandi terkunci perempuan berperut besar itu mengerang kesakitan. Ia mengurut pelan perutnya berharap sakitnya cukup berkurang. Namun usahanya sia-sia. Entah salah mengurut atau bagaimana, kini bayinya terasa memberontak semakin tak sabar mau keluar.
"Shh,,sshh,, yang sabar ya nak, sebentar lagi saja. Ayah masih rapat" Ica mengelus lembut perutnya. Berharap bayinya mengerti.
Ica yang duduk di kloset kini meremas tisu sekuat tenaga, melampiaskan rasa sakitnya.
Merasa tak ada perubahan, Ica keluar dari kamar mandi. Mencoba bilang ke Arland kalau sakitnya sudah tak tertahankan.
Ica duduk kembali ke kursinya. Namun ia mengurungkan niat mengganggu rapat karena saat ini sedang penguraian bagian penting. Ia hanya mampu meringis kesakitan sambil memijat pelan perutnya.
Arland yang melihat wajah istrinya pucat, mendekatkan kursinya dan membantu mengelus perut bulat nan besar itu. Tangannya di perut Ica, namun konsentrasinya tetap pada presentasi stafnya.
Ica belum terlihat nyaman. Arland semakin mendekat, ia memijat punggung belakang Ica dengan lembut.
Ica masih gelisah dalam sakitnya. Ia ingin berteriak dan menangis tersedu-sedu saat ini juga. Namun ia tak ingin merusak reputasi suaminya. Tapi sungguh ini sangat sakit. Belum pernah ia merasakan sakit separah ini. Ia bahkan merasa ini sakitnya 10 kali lipat ketika kontraksi palsu. Padahal dulu saja ia sudah heboh menangis kesakitan. Sekarang ia harus bertahan seperti ini.
"Tolong lebih kencang pijatannya mas" ucap Ica lirih ketika pijatan Arland mulai berkurang karena suaminya sedang fokus memberi masukan.
Mendengar itu Arland menguatkan pijatannya. Ia kasihan pada istrinya, namun ia juga fokus saat ini.
"Emmh,,, uh,, emmhh,," Ica mendesah pelan dan hanya didengar Arland.
Sebetulnya Ica mendesah sakit. Namun Arland mengira istrinya keenakan dipijat.Ica merasa perutnya semakin melilit. Ia kembali izin ke kamar mandi.
Halo, terimakasih sudah membaca.
Yuk komen kritik, saran, dan masukannya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengandung Bayi Bos
RomanceArland yang patah hati memaksa Ica untuk bermalam bersama, menjadikan Ica mengandung bayi mereka Mohon maaf ini cerita dewasa ya