"Sengaja biar kalian ngga nunggu dibawah. Nanti capek, lihat tuh dedek bayi udah besar-besar banget. Baru ditinggal beberapa hari aja udah bikin pangling" ucap Arland.
"Iya nih aku tambah gendut banget Mas" Ucap Ica mengusap perutnya.
"Sssttt,, bukan kamu yang gendut. Dedek bayinya udah pada tambah besar" ucap Arland meralat kata-kata Ica.
"Mas mandi dulu, aku siapin baju. Nanti kita makan bareng" Ica menuju lemari mencari baju ganti suaminya.
"Oke. Dan jangan lupa janjinya dulu lho" Arland menagih hak nya.
"Ih apasih, udah ah cepet mandi" jawab Ica salah tingkah.
Usai mandi mereka makan bersama, Ica dengan telaten melayani makan suaminya. Selama makan mereka membicarakan kejadian-kejadian yang mereka lalu selama berpisah. Arland sangat antusias mendengarkan perkembangan si kecil ketika Ica bercerita. Mereka sama-sama tidak sabar menunggu kelahiran baby mungil itu. Atau mungkin tidak terlalu mungil juga untuk ukuran janin seusianya.
Arland cukup paham baby nya lumayan besar karena waktu kecil ia juga sering mendengar cerita dari ibunya. Ia dan saudara-saudaranya memiliki ukuran cukup besar ketika dalam kandungan. Jadi Arland sudah menduga anaknya pun mungkin akan seperti itu.
Di ruang tengah mereka melanjutkan perbincangan, namun kali ini dengan menonton siaran televisi.
"Ca, kalau baby udah lahir nanti kamu mau tetap disini?" Tanya Arland lalu menyesap kopi buatan istrinya.
"Memangnya kalau tidak disini mau tinggal dimana Mas? Kita mau ngontrak?" Tanya Ica polos. Mungkin saja masa sewa apartemen Arland habis, pikirnya.
Arland menepuk jidatnya. "Ngga Ca, kita mau ngekos" jawab Arland gemas.
"Oo,,, ya gapapa sih Mas, terserah Mas aja Ica ikut" Ica masih dengan kepolosannya.
Arland tersenyum geli pada Ica. Entah istrinya itu terlalu polos atau bagaimana. Sudah menjadi istrinya beberapa bulan ini kok masih bisa berpikir begitu. Tidakkah Ica tahu seberapa kayanya Arland. Minimal kira-kira lah. Masa suaminya yang bos besar itu mau tinggal di kontrakan.
"Tapi kalau bisa tempat kosnya yang agak luas Mas, soalnya kan,," Ica melanjutkan lagi kata-katanya sambil mengelus dan menatap sayang pada perutnya.
Melihat itu Arland pun refleks melakukan hal yang sama. Menatap dan mengelus perut istrinya.
Namun mendengar ucapan Ica tadi Arland tidak mau menjahili istrinya lebih lama lagi.
"Aku ada rumah Ca. Lebih cocok lah buat berkeluarga. Lengkap sama asisten rumah tangga disana" Arland coba menjelaskan.
Selama ini mereka belum banyak membahas tentang harta dan aset yang dimiliki. Lebih banyak berbincang untuk lebih mengenal satu sama lain secara pribadi.
Arland bukannya tidak mau menceritakan tentang aset yang dimiliki, namun waktunya habis untuk quality time membahas apa yang ia suka bersama sang istri. Sedangkan Ica juga tidak pernah bertanya karena dari awal menikah pun tidak menginginkan harta Arland.
"Loh,, kalau Mas punya rumah kenapa tinggal di sini?" Tanya Ica.
"Pengen lebih privasi aja Ca. Kan aku hidup sendiri juga selama ini. Menurutku rumah itu cocoknya ditinggali bersama keluarga. Terus kalau tinggal di rumah juga aku jadi ingat keluargaku yang udah pergi semua" perasaan Arland menjadi mellow tatkala teringat masa kecil di rumahnya dulu.
"Ya pokoknya disini lebih bebas lah. Lebih privat juga" laki-laki itu berusaha menegarkan diri. Jujur, ia masih belum bisa sepenuhnya mengikhlaskan kepergian seluruh keluarganya meski kejadian tersebut telah lama berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengandung Bayi Bos
Любовные романыArland yang patah hati memaksa Ica untuk bermalam bersama, menjadikan Ica mengandung bayi mereka Mohon maaf ini cerita dewasa ya