Arland kembali termenung, sudah tidak dirasakan lagi lelah dalam tubuhnya. Ia juga tak ingat dengan perutnya yang kosong. Hanya satu harapannya, Ica dan bayi keduanya dapat sehat kembali.
Sudah tiga hari berlalu namun kondisi Ica belum menunjukkan tanda-tanda ke arah yang lebih baik.
Arland yang pada awalnya selalu mengucapkan kata semangat disamping istrinya kini ia sendiri sudah mulai kehilangan semangat.Tiga hari pula Arland tak mampu menelan makanan. Trauma masa kecil seolah kembali menghantui. Ia takut, sungguh takut bahwa Ica akan meninggalkannya seperti seluruh keluarganya terdahulu. Hanya air putih yang membasahi kerongkongannya, selebihnya semua makanan tak mampu tertelan.
"Ayolah bro, jangan gini. Pikirin juga kondisi lu, kasian istri sama baby-baby lu kalau kaya gini" ucap Januar yang mulai ikut frustrasi. Sudah tiga hari ia, Chiko, dan Firman bergantian berusaha keras memberi semangat dan meyakinkan Arland. Namun seolah tak berarti, kini kondisi sahabatnya malah semakin buruk saja.
"Udah lah Ar, lu pulang aja. Gausah khawatirin gua" ucap Arland lemah. Bagaimana tidak lemah, tubuhnya lelah tidak bisa beristirahat bahkan tidak ada amunisi yang masuk sama sekali.
"Ya gila aja kalau ga khawatir liat lu begini bro. Gua panggil perawat biar lu di opname ya" Januar menawarkan kembali, ia tak sanggup melihat sahabatnya seperti itu.
Dia bisa memaklumi, mungkin ketika ditinggal Sarah dulu dia juga keras kepala seperti ini. Tidak mampu mengendalikan diri, jangankan memikirkan makan, bernapas saja rasanya berat.
Arland hanya terduduk lesu memandangi tubuh Ica yang terbaring di ruang ICU dengan segala alat medis terpasang disekitarnya.
Januar beranjak sebentar untuk membeli makanan. Meski pada akhirnya makanan itu tidak dimakan oleh sahabatnya namun Januar tak berhenti mencoba.
Sambil menyusuri lorong rumah sakit ia melakukan panggilan suara.
"Balik sini lagi lah bro, gua kuwalahan bujuk Arland sendirian. Mana kondisinya makin parah. Tau sendiri dari kemarin kita suruh makan juga ga makan""Masih belum makan juga bro? Paksa opname ajalah, biar ada asupan dari infus" jawab Chiko dari seberang.
Januar menghubungi Chiko karena Firman baru saja dari sana satu jam yang lalu. Setelah dari pagi ditemani Firman, kini Januar yang bertugas menjaga Arland. Sama sepertinya, Firman juga gagal membujuk Arland untuk makan.
"Kalau bisa dipaksa udah gua opname dari kemarin lah, dasar. Udah buruan kesini." Kata Januar memaksa.
"Iya iya, ini abis bantuin Celine mandiin bocil-bocil gua langsung gas kesana. Jagain dulu jangan sampe kenapa-kenapa itu si Arland" jawab Chiko, ia pun segera menyelesaikan tugas memandikan anak-anaknya.
Di kediaman Chiko Celine.
"Bee,, aku pergi ke RS dulu ya. Bujuk si Arland lagi" pamitnya pada sang istri."Iya bee,, aku mah bukan prioritas utama kamu, temen-temen yang paling penting deh pokoknya" jawab Celine agak merajuk.
"Ga gitu lah Bee,, lihat kondisi juga. Kalau dibiarin bisa nekat si Arland. Kamu kan tahu dari awal nikah aku udah bilang aku selalu suka duka sama mereka. Tetep keluarga prioritas ku Bee, tapi ini kondisinya mendesak" Chiko memberi pengertian panjang lebar.
"Emang belum membaik kondisinya Bee?" Tanya Celine agak melunak.
"Tambah parah kata si Januar" Chiko menjawab sambil menghembuskan napas beratnya.
"Yaudah deh Bee, gapapa. Anak-anak lagi anteng juga. Semoga segera membaik semua kondisinya"
"Makasih ya Bee, kamu memang istri terbaik" Chiko merasa lega mendapat izin dari sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengandung Bayi Bos
RomanceArland yang patah hati memaksa Ica untuk bermalam bersama, menjadikan Ica mengandung bayi mereka Mohon maaf ini cerita dewasa ya