Double up!
___Sinar mentari mengusik waktu tidur Taeil. Ditambah suara bising kendaraan saling bersahut-sahutan di luar sana, takkan bisa melelapkan kembali omega itu dalam mengarungi alam mimpi. Taeil mengerjapkan kedua matanya yang menyipit tipis karena mendapat rangsangan pada cahaya yang masuk ke retina. Ia bergerak kecil tatkala merasakan sesuatu berat menimpa perutnya. Segera iapun menoleh. Mendapati si tampan yang masih terlelap tengah mendekapnya erat.
Taeil meringis ngilu. Bagian bawahnya benar-benar terasa sangat sakit. Ia menepuk pelan lengan Jeno guna membangunkannya. Hari sudah siang. Matahari menyingsing tepat berada di atas kepala. Ini sudah hampir tengah hari dan mereka masih berada di dalam kamar.
"Jeno, bangunlah." Taeil menepuk lembut pipi pemuda itu. Ia benar-benar dibuat kagum oleh paras tampan sang alpha yang semalam menidurinya.
Jeno mengerutkan dahi. Sedikit terganggu. Namun, kedua penglihatan itu bergerak kecil sebelum akhirnya terbuka dan menampilkan pupil berwarna cokelat gelap yang menawan. Taeil menyunggingkan senyuman. Betapa tampan alpha Lee ini.
"Apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Jeno. Memperdengarkan suara serak yang berhasil membuat jantung Taeil semakin berdebar tak karuan.
"Ini sudah siang. Kau bahkan membolos sekolah. Tidakkah orangtuamu mencari keberadaan anaknya yang tidak pulang sejak semalam?"
Jeno menggeleng. Telapak tangannya terangkat menyentuh pipi gembil si manis yang sedang tersenyum. Cantik sekali. "Hyung, boleh aku mengatakan jika aku menyukaimu?"
Omega itu sempat bergeming, tapi tak lama berselang langsung tertawa. "Aku sudah memiliki mateku sendiri, Jeno. Lagi pula, aku tidak akan menjalin hubungan dengan seseorang yang usianya terpaut jauh denganku. Anggap saja kejadian tadi malam hanya sebuah kecelakaan kecil. Aku akan tutup mulut. Ada baiknya sekarang kau segera pergi. Doyoung akan datang. Tidak mungkin kau dan aku tetap singgah di sini jika kau tidak ingin dibunuh olehnya."
"Jadi kau sungguh sudah mempunyai mate? Apa kau tidak ada niatan ingin mendua?"
Taeil lekas melempar bantal ke arah Jeno. Raut wajahnya berubah galak. "Aku tidak serendah itu sampai mau bermain belakang dengan alpha lain. Aku mencintainya dan akan tetap setia pada satu pasangan. Hahh, sebaiknya kau cepat pergi. Aku akan membereskan kekacauan yang telah kau perbuat."
"Mengapa terburu-buru sekali?" tanyanya seraya menyaksikan Taeil yang memakai pakaiannya dengan tergesa-gesa. Hal itu mengundang tatapan tajam dari si manis kala melihat Jeno masih bersantai di atas kasur.
"Karena Doyoung sudah akan sampai kemari! Jangan membuang-buang waktuku, Lee Jeno!" Taeil menyeret paksa badan telanjang sang alpha. Menjatuhkannya ke lantai yang terasa dingin saat bersentuhan dengan kulit.
"Aduhh!" ringis alpha itu. Dengan tidak apiknya, pantat Jeno mencium lantai marmer dibawahnya. Mengakibatkan rasa sakit yang amat menyakitkan. "Kau bisa mengusirku dengan cara lembut, hyung. Kalau begini, jika aku tidak bisa berjalan, kau yang harus menggendongku."
Taeil tak mengindahkan kalimat protes yang dilayangkan Jeno untuknya. Ia sibuk memasang seprei baru dan merapikan semuanya agar elok dipandang.
"Hyung! Kau benar-benar membuatku tidak bisa berdiri!" pekik Jeno histeris. Taeil yang mendengar itu hanya melirik tak peduli, lalu tanpa mengatakan sepatah kata, berjalan keluar sembari membawa seprei kotor bekas kegiatan mereka semalam untuk segera dicuci.
ㅡㅡㅡ
Sejak tadi pagi, Jaemin sudah berdiri bak orang bodoh di depan kelas mewanti-wanti kedatangan seseorang. Lirik sana, lirik sini. Namun, dari jam pembelajaran pertama dimulai sampai ketika kelas diistirahatkan, Jaemin tak melihat adanya sosok yang kemarin memberinya luka ditubuh alpha Na itu.
Kemana Jeno? Apakah tidak berangkat? Lalu mengapa? Dalam sanubarinya, Jaemin terus menanyakan hal semacam itu, meski tahu dia tidak akan mendapat jawaban untuk pertanyaan-pertanyaannya tersebut. Jaemin memutuskan duduk sejenak. Dirinya bahkan menolak ajakan Donghyuck dan Beomgyu yang memintanya ikut ke kantin, hanya untuk memastikan jika kedatangan Jeno.
Jaemin menoleh begitu ekor matanya menangkap kehadiran seseorang yang merupakan salah satu anggota kelompok Jeno. Tampaknya dia akan pergi ke kantin. "Tunggu," cegat Jaemin. Renjun yang dihadang secara tiba-tiba langsung saja memberikan tatapan tak bersahabatnya untuk alpha itu. Menatap waspada pada Jaemin yang berjalan menghampiri.
"Boleh aku bertanya?" tanya Jaemin hati-hati. Ia tak ingin sampai menimbulkan perkara bila tidak bersikap baik dengan si manis yang menjadi teman dekat Jeno. Omega didepannya itu tak menjawab, tapi dari ekspresi yang ditunjukkan, Renjun menunggu pertanyaan dari Jaemin.
"Apa kau tahu mengapa Jeno tidak berangkat? Guru mencarinya."
Bohong. Tidak ada satupun guru yang mencari Jeno. Hanya alasan Jaemin agar Renjun tak mengira jika dirinya sedang mencemaskan Jeno. Akan tetapi, balasan Renjun membuat perasaan Jaemin semakin dongkol.
"Aku tidak tahu." Tiga kata tak meyakinkan. Renjun pergi dari sana. Meninggalkan Jaemin dengan segala kekhawatiran menumpuk dihatinya.
ㅡㅡㅡ
"Apa yang kau pikirkan?"
Pertanyaan itu berhasil mengejutkan Jaemin. Ia terkekeh. Menggeser duduknya guna mempersilakan Jaehyun agar duduk disebelahnya. "Tidak ada, hyung."
"Jeno?" tebak Jaehyun. Namun, Jaemin tak menjawabnya. "Aku tak tahu apa yang membuatmu sebegitu tertarik dengan dirinya. Dia terlihat biasa saja, seperti kebanyakan alpha berengsek yang suka bermain-main dengan para omega untuk dijadikan tempat pelampiasan hasrat."
"Jangan bertele-tele. Katakan apa maksudmu?" Jaemin berseru dengan nada tinggi.
"Aku melihatnya semalam. Berada di club bersama teman-temannya. Aku tidak akan meneruskan. Aku yakin kau tahu selanjutnya akan seperti apa."
Jaemin mengeraskan rahang tegasnya. Tatapan yang semula biasa saja, berubah menjadi tatapan intimidasi yang menakutkan. Feromonnya keluar begitu banyak, menandakan akan kemarahan alpha itu.
"Untuk apa kau marah, Na. Fakta mengatakan jika kau bukan seseorang yang dianggap istimewa olehnya. Ingat jika kau adalah alpha, Jeno juga alpha sepertimu. Tidak ada cinta untuk dua pasangan yang dilahirkan sebagai seorang alpha, kawan." Jaehyun sengaja mencibir.
Jaemin mengepalkan tangannya. Benar apa yang dikatakan Jaehyun. Untuk apa dirinya marah untuk seseorang yang jelas-jelas menganggap dirinya sebagai musuh? Untuk apa pula mencintai seseorang yang pada akhirnya takkan bisa bersama?
"Jika kau mencintainya, ingat satu hal bahwa kalian berdua pasti akan dipertemukan oleh mate kalian masing-masing suatu saat nanti. Cinta itu ibarat ketika kau menjajal alkohol untuk pertama kalinya. Sekali mencoba, kau pasti akan langsung ketagihan dan ingin terus merasakan candu didalamnya. Kau bisa mencintai dia, tapi jangan lukai perasaanmu dengan seseorang yang tak pernah menganggapmu ada. Kenyataannya, alpha ditakdirkan untuk para omega, bukan untuk sesama alpha. Ingat itu, Jaemin."

KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha's Sworn Enemy
FanficKeduanya adalah musuh bebuyutan. Sikap mereka bahkan hampir mendekati mirip jika dibandingkan; sama-sama keras kepala, suka main tangan dan ingin menang sendiri. Sampai pada suatu ketika, kedua Alpha itu mengalami siklus Rut secara bersamaan dan ent...