Sudah ada tiga hari sejak Jaemin menanyakan perihal kejadian beberapa waktu lalu pada Jeno. Tiga hari itu pula Jeno mengurung diri beralasan jikalau dirinya tengah rut. Tapi itu bukan sekadar alasan dusta, melainkan Jeno memang masih rut saat itu. Dia tidak ingin mengambil risiko jika memaksakan tetap berangkat di tengah kondisinya yang tidak memungkinkan. Bekas ruam kemerahan di leher Jeno juga sedikit memudar meskipun masih tampak samar.
Kini terhitung ada empat hari Jeno homeshooling dari rumah. Bukan berarti dirinya rut dan bersemayam seharian di dalam rumah, Jeno tidak mendapatkan banyak tugas dari sekolahnya. Sebagai ganti ketidakhadirannya, beberapa guru memberikan tugas kepada Jeno.
Alpha Lee itu akan berangkat hari ini. Ia menatap dirinya di depan cermin full body guna merapikan penampilannya. Lehernya tak tertutup syal seperti biasa ketika dia ingin pergi keluar. Jeno menggunakan foundation untuk menyamarkan ruam-ruamnya. Ini adalah effort Jeno agar bisa hadir supaya tidak terus menerus diberi tugas. Siapa sih yang suka belajar disaat tidak masuk sekolah?
Jeno tetaplah Jeno; si berandal yang jago bertarung sekaligus ketua dalam kelompoknya. Anak begajulan itu tak mencerminkan sikap kakak kelas telandan yang dapat memberikan contoh baik kepada adik kelasnya. Seragam atasnya tak terkancing semua, tapi dia memakai baju dalaman berwarna hitam.
Dengan rambut urakan tak tertata rapi, Jeno kemudian meraih tas ranselnya dan segera pergi dari rumah. Menaiki motor besarnya, melaju meninggalkan kediaman. Hal semacam ini telah menjadi rutinitas wajib yang telah Jeno jalani sehari-hari.
...
"What's up, Brouw. Welcome back!" sambut Renjun kelewat bahagia dapat melihat kawan baiknya ini hadir kembali ke kelas setelah beberapa hari tak menampakkan batang hidungnya di sekolah maupun di markas biasa mereka nongkrong.
"Sudah tidak rut lagi?" tanya Donghyuck sedikit mengendus aroma feromon sang ketua. Jeno membalasnya disertai gelengan singkat. "Tapi ini hanya perasaanku saja atau memang feromonmu masih cukup pekat? Walau samar, sih. Tapi kau sungguh merasa sudah baikan, 'kan?"
"Mungkin efek dari rut belum sepenuhnya hilang padaku, tapi tenang saja, aku jauh lebih baikan dari sebelumnya. Waktu santaiku di rumah terbuang habis karena harus mengerjakan tugas," ujarnya mengeluh.
Donghyuck terkekeh. Ya, seperti itulah peraturan di sekolah ini. Meski izin karena sedang berhalangan selain sakit, diwajibkan untuk mengikuti kelas pembelajaran secara daring. Jadi, tidak ada alasan lain bisa bersantai-santai di rumah. Itu sebabnya banyak murid yang justru ketika tidak berangkat sekolah banyak menulis keterangan sakit pada surat izin mereka.
Jeno sendiri jika berbohong sakit, pasti tidak bisa damai dalam hidupnya. Teman sekelasnya akan nekat datang ke kediamannya dengan dalih menjenguk. Itu untuk memastikan apakah Jeno benar-benar sakit atau cuma pura-pura. Dan itu tidak hanya Jeno, melainkan khusus kelasnya, di mana jika ada yang menulis keterangan sakit pada surat izin tidak masuk sekolah, maka seluruh teman kelas akan datang tanpa memberitahu. Jadi, seolah-olah kejutan untuk menyaksikan secara langsung apakah mereka sakit atau tidak.
"Jaemin selalu mencarimu saat kau tidak berangkat," ucap Renjun.
Fokus Jeno kini teralih pada sang omega. Jaemin ... mencari dirinya? Untuk apa?Bukankah sudah jelas jika dia ingin menanyakan kejadian beberapa waktu lalu?
"Mengapa dia mencariku?"
"Aku tidak tahu, tapi intinya, dia selalu menanyakanmu, entah padaku atau Donghyuck."
Jeno menghela napas. Benar-benar tak habis pikir. Langkah ketiga pemuda itupun sampai di depan kelas. Begitu pintu digeser oleh Renjun, baik Jeno maupun kedua temannya ini, dibuat terkejut oleh eksistensi Jaemin yang berdiri tepat di depan Jeno.
"AISHH! NA JAEMIN SIALAN!" umpat Renjun geram. Hendak meninju alpha di depannya itu sebelum dengan mudah ditangkis oleh sang empu.
"Apa yang kau lakukan di sini, Bajingan?!" Kini Jeno ikut mengumpati Jaemin. Alis tebal miliknya menukik ke atas sembari menatap tajam Jaemin yang justru menampilkan raut tak bersalah.
"Perlu kau tahu, dia setiap pagi selalu begini saat kau tidak masuk," ujar Donghyuck.
Untuk kesekian kalinya, Jeno menghela napas lagi. Tanpa berkata apa-apa, dia berjalan masuk terlebih dahulu. Tak lupa menyenggol pundak Jaemin sampai membuat alpha Na itu bergeser sedikit.
Jeno tak mengerti, apa yang Jaemin pikirkan sampai berbuat hal seperti itu. Sikapnya semakin membuat Jeno muak.
...
Bungkus plastik bening berisikan beberapa camilan beserta sekotak susu mendarat di atas meja. Begitu kelopak mata terangkat, wujud Jaemin-lah yang menjadi dalang pemberian tiba-tiba tersebut. Jeno melengos. Terlihat kentara dari ekspresinya yang sudah jengah oleh perilaku aneh Jaemin yang sulit sekali ditebak.
Sedari tadi pagi sampai matahari kini berada di atas cakrawala, Jaemin selalu memperlakukannya dengan lemah lembut. Meskipun berulang kali Jeno memperingatkan kepada Jaemin untuk tidak menunjukkan kepedulian pemuda itu, tapi tetap tidak digubris oleh sang empu. Justru makin menjadi-jadi.
"Sudah berapa kali aku peringatkan, jangan ganggu aku!"
Bukannya merasa takut, sebaliknya Jaemin terkekeh. "Waktunya makan siang, kau belum makan."
"Itu bukan urusanmu. Aku bisa pergi beli sendiri, kau tidak perlu membelikannya untukku!" bentak Jeno saking jengkelnya.
"Memangnya salah membantu?"
Jeno mendecak marah. Amarah dalam dirinya meletup-letup. Dia menyeret Jaemin keluar dari kelas sembari membawa bingkisan pemberian alpha Na itu. Jeno membawanya ke samping gudang yang jarang dilalui murid-murid.
Kini keduanya berdiri berhadapan, dengan Jeno masih memperlihatkan air muka kesal. Tanpa aba-aba, Jaemin langsung menangkap bungkusan yang dibawa oleh Jeno ketika empunya secara tiba-tiba melempar itu ke arahnya. Jeno menarik kerah seragam Jaemin, mengeluarkan aura dominasi yang justru sama sekali tak menakuti alpha di depannya ini.
"Meski kita pernah berbicara, bukan berarti aku memberimu izin untuk berdekatan denganku. Kau tidak bisa bersikap seenaknya padaku. Ingat statusmu, aku tidak memaafkan perbuatanmu tempo lalu. Ah, aku tahu modusmu, Na Jaemin. Kau pasti mencoba mendekatiku untuk menjatuhkanku, bukan? Wah-wah, permainan licik. Tapi aku tidak sedungu itu untuk langsung termakan oleh perbuatan manismu. Aku jauh lebih tahu kalau kau hanyalah alpha bodoh, pecundang, dan tak tau diri. Seharusnya Moon Goddess tidak memberimu mate untuk alpha brengsek sepertimu. Kau hany—MPHHTT!!!"
Bibir Jeno dibungkam oleh Jaemin menggunakan bibirnya. Alpha Na itu melumat habis bibir tebal Jeno. Tubuh Jeno seketika menegang. Darahnya berdesir halus, membuatnya merinding tatkala merasakan feromon Jaemin menguar membuatnya seakan dipaksa untuk tunduk pada sang alpha.
Jaemin melepas tautan mereka. Memandang wajah elok nan rupawan Jeno yang menatapnya dengan mata sayu. Dia mempertemukan lagi kedua belah bibir mereka. Namun, kali ini bukan cumbuan ganas. Hanya saling menempel, sebelum akhirnya dilepas kembali oleh Jaemin.
"Maaf untuk segalanya," bisik Jaemin tepat di depan wajah Jeno. Empunya bergeming dengan semburat merah muda menghias di kedua pipi tirusnya.
Alpha Na itu mundur selangkah guna memberi jarak diantara mereka. Dia mengeluarkan kotak beludru dari dalam kantong celana panjang sekolahnya. Jeno menyaksikan dalam diam ketika Jaemin dengan terus-terang menunjukkan sikap aneh yang lagi-lagi membuat Jeno tidak mengerti mengapa Jaemin melakukan hal bodoh semacam ini.
Jaemin memandang penuh puja sosok Jeno. Tangan kanannya membuka tutup kotak beludru di tangannya. Sebuah cincin emas putih dengan hiasan berlian kecil mengkilap di tengah-tengahnya. Di bagian dalam cincin itu, terukir inisial "J&J".
"Cincin ini sebagai tanda bukti bahwa aku; Na Jaemin, ingin mendeklarasikan bahwa aku mencintaimu, Na Jeno."
Oh shit!
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha's Sworn Enemy
FanfictionKeduanya adalah musuh bebuyutan. Sikap mereka bahkan hampir mendekati mirip jika dibandingkan; sama-sama keras kepala, suka main tangan dan ingin menang sendiri. Sampai pada suatu ketika, kedua Alpha itu mengalami siklus Rut secara bersamaan dan ent...