18

180 12 0
                                    

Saatnya Kita Jujur

Edginee duduk di kursi taman setelah pamit pada Ghea, Sean, dan Enrico. Dan tentu saja pamit pada Ghea dan Sean yang paling sulit.

Ghea bahkan mengancam akan mencoret nama Edginee dari Kartu Keluarga kalau Edginee luluh dan malah berbaikan dengan Caiden. Ghea tidak rela Vanka menyebut Edginee perempuan perebut tunangan orang.

Sedangkan Sean, dia bilang akan menghabisi Caiden jika Edginee di sentuh Caiden sedikit saja.

"Sorry lama, Gi." Caiden menyerahkan segelas latte pada Edginee sebelum akhirnya duduk di samping Edginee.

Berpacara empat tahun dan sebelumnya berteman, Caiden cukup tahu hal apa saja yang di sukai Edginee dan tidak. Salah satunya adalah latte. Edginee bisa minum kopi sehari tiga kali jika sedang banyak pikiran.

"Thank you."

Baik Edginee dan Caiden, keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Entah sudah berapa lama, keduanya tidak pernah merasakan moment ini. Duduk berdua dengan kopi tanpa berbicara satu sama lain.

"Dulu Agni bilang, hidup jadi Edginee dan Rania itu enak. Tidak pernah merasa susah dan kekurangan. Aku kenal Agni dari anak-anak yang pernah pakai jasanya. Dari awal aku sudah bilang sama kamu, aku nggak suka kamu temenan sama dia. Karena anak-anak laki emang sudah bilang, kelakuan Agni seperti itu."

"Tapi kamu sama Rania selalu bilang, Agni baik. Akhirnya aku no comment. Moment itu di manfaatin Agni. Bukan sekali dua kali dia nyamperin aku atau Hansel. Hansel jelas tidak pernah bisa di sentuh Agni karena lingkungan Hansel dan Agni berbeda."

Edginee memilih diam, mendengarkan Caiden. Sejujurnya Edginee ataupun Rania masih tidak mengerti di mana salah mereka berdua yang membuat Agni berbuat begitu.

"Waktu itu aku mabuk, Gi. Malam acara penutupan acara BEM, anak-anak open bottle. Aku nggak sengaja minum banyak. Dan paginya aku bangun di tempat tidur yang sama ma Agni." Caiden mengacak rambutnya kesal. Malam itu malam yang selalu membuat Caiden menyesal sedalam-dalamnya.

"Semenjak itu Agni selalu gangguin aku."

"Dan semenjak itu loe berhubungan sama Agni?" tanya Edginee yang mendapat anggukkan kepala dari Caiden.

"Aku tahu, aku salah. Saat itu aku jatuh sama cerita kesusahan Agni. Sialnya ternyata aku di bodohi. Aku baru tahu terakhir-terakhir kalau Agni masih berhubungan sama beberapa orang juga."

"Loe. . ."

"Bukan aku Papa anaknya Agni. Setahu aku Om Putra."

Edginee membulatkan kedua bola matanya. Dia tahu siapa itu Om Putra.

"Setelah kamu batalin pernikahan, Mama jatuh sakit. Beliau selama ini tahu kelakuan aku di luar. Tapi dia pikir aku sudah berubah saat sama kamu. Sedangkan Papa, jelas Papa marah. Aku di buang Papa ke Sydney buat ngurusin perkebunan anggur Papa di sana."

"Gosib aku punya tunangan dan akan nikah itu rekayasa, Gi. Calvin yang akan nikah tahun depan sama anak teman Mama."

"Maaf. . . aku minta maaf atas nama Mama sama Papa yang nutupin kebenaran gagalnya pernikahan kita. Aku minta maaf buat semua gosib yang jelekin kamu." Caiden mengusap sudut matanya.

Lahir kembar tidak serta merta membuat Caiden memiliki teman bermain. Calvin berbeda dengannya. Calvin lebih penurut. Bagi Vanka dan Ray, gagalnya penikahan Caiden adalah aib. Dan aib itu jelas harus di tutupi.

Edginee menggelengkan kepalanya. Tangan Edginee memeluk Caiden erat. Sekalipun Caiden memiliki salah padanya. Sekalipun Caiden membuatnya trauma dan harus terapi satu tahun. Caiden jelas temannya dulu. Caiden jelas berati baginya.

"Cai. . ."

"Aku nggak apa-apa Gi. Sekarang aku tinggal di Sydney. Aku buka pabrik wine di sana."

Ternyata selama ini yang kesulitan bukan hanya Edginee. Tapi juga Caiden.

Caiden dan Calvin di didik keras oleh Ray. Vanka tidak pernah ikut campur untuk semua aturan baku Ray. Satu kesalahan Caiden dan Calvin, akan membuat mereka di hukum oleh Ray dengan berat.

"Kamu baik-baik saja?"

Edginee menggeleng singkat. "Gua terapi selama 1 tahun. Sampai sekarang gua masih harus konsul kalau sewaktu-waktu jadi."

"Maaf Gi. . . Maaf."

"Nggak. Bukan salah loe. Kata Dokter Errie, pemicunya banyak. Mungkin yang efeknya paling tinggi buat gua ya itu."

"Terimakasih Gi. Makasih sudah hidup dengan baik selama ini. Kita temenan?"

Edginee mengangguk dalam pelukan Caiden.

Gagal menikah, bukan bearti musuhan kan? Setidaknya mereka berdua harus saling memaafkan untuk bisa hidup.

~ Dream Wedding ~

Sean menatap pemandangan di depannya dengan tidak suka. Sudah berkali-kali Enrico harus menahan Sean yang akan maju menghajar Caiden.

"Udah sih. Mereka punya masalah yang harus di selesaiin. Biarin aja."

Sean berdecak tidak suka.

"Si berengsek itu bikin Gigi trauma. Satu tahun Gigi terapi. Terus sekarang tuh anak datang seenaknya. Minta ngobrol. Minta di hajar banget nggak sih."

Enrico mengangguk singkat. "Setuju! Tapi loe tahu nggak kalau Caiden juga hidupnya susah?"

"Idih! Itu sih udah resikonya. Suruh siapa dia main-main sama Gigi."

Sean benar-benar tidak suka pada Caiden sedari awal dia tahu Caiden selingkuh di belakang Edginee. Apa pun alasan di baliknya.

Joshua yang sempat berteman dengan Caiden saja sampai tidak bisa membicarakan Caiden kalau ada Sean. Joshua lebih sayang nyawanya.

"Caiden cuma sebentar kok di sini. Loe nggak usah gangguin mereka."

"Maksud loe?"

"Caiden tinggal di Sydney dari mereka gagal nikah. Gua aja binggung loe bilang Caiden udah punya tunangan dan mau nikah."

"Bodoh amet lah, Do!" gerutu Sean sambil melangkah mendekatk Edginee.

Sean sudah di batas ambang kesabaran. Baginya Edginee itu adik sekaligus sepupu kesayangannya. Siapa yang berani menyakiti Edginee, orang tersebut otomatis menjadi musuh Sean.

"Ya Tuhan. . . Susah emang ngomongin orang yang kena sister complex." Enrico menggelengkan kepalanya melihat Sean menarik Edginee dari pelukan Caiden.

~ Dream Wedding ~

To Be Continue

J.F.E.L

Dream Wedding ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang