Eka mengambil gelas beling yang diberikan Rudi lalu meletakkan benda itu ke atas nakas.
"Terima Kasih." Senyum laki-laki itu sepertinya menyentuh hati Eka, terlihat dari gerak-gerik matanya dan senyum kecutnya. Sebisa mungkin perempuan itu menyembunyikan kegugupannya dari Rudi namun laki-laki tersebut akan bisa melihatnya.
"Untuk? oh ini, iya sama-sama." senyum Eka dengan singkat.
"Bukan itu, tapi saya mau bilang makasih banyak karena kamu sudah merelakan waktunya buat merawat saya."
Tersentak akan ucapan Rudi membuat kepala Eka mendongak, menatap ke arah Rudi dengan tatapan kosong.
"Makasih juga ya om sudah mau merawat saya seperti anak sendiri. Saya gak tau harus membalas kebaikan om dengan cara apa. Om sudah terlalu banyak membantu saya."
Aryo mengulas senyum sambil membalas ucapan Rudi. "Santai aja santai."
Satu jam yang lalu rupanya Eka tidak pulang ke rumah melainkan melipir ke rumah sakit, Puspa yang mengantarkannya menggunakan mobil. Hanya mengantarkan saja pergi ke rumah sakit tidak ikut bersamanya masuk ke rumah sakit dan menemui Rudi, Puspa langsung pulang ke rumahnya.
"Gimana kuliahnya hari ini? pasti menyedihkan kan karena hari ini saya tidak mengajar." Kalau tidak ada keberadaan ayahnya mana mungkin Eka bersikap manis, apalagi menjawab pertanyaan Rudi. Bahkan senyum yang ditunjukan oleh Eka pada Rudi pun palsu sebenarnya.
"Ya begitulah perkulihan hari ini. Seperti biasa ada suka dan dukanya. Cukup dinikmati aja."
Rudi kegeeran. "Tuhkan bener apa kata saya."
Eka tersenyum menatap Rudi yang tergeletak di atas brankar. Ia mengetahui kalau pada saat itu dia dilihat oleh ayahnya.
"Pah, nanti temen-temen aku mau dateng ke sini. Mereka mau jenguk Pak Rudi."
"Oh iya bagus atuh," balas Aryo.
"Mamah katanya ke sini, Pah, kok gak ada. Mamah dimana?" Eka menatap di sekelilingnya.
Aryo mendaratkan bokongnya di sebuah sofa. "Mamah kamu lagi ke kantin. Bilangnya sih mau beli cemilan."
******
Tatapan mata Puspa yang tersorot di layar monitor Macbook kosong, dengan kedua telapak tangan yang memegang dagu perempuan itu melamun. Film action yang sedang berputar di layar Macbook sama sekali tidak membuatnya terhibur dia justru semakin sedih. Terlihat kalau matanya memerah bahkan sampai mengeluarkan air mata saking tidak sadarkan diri.
Ia menghembuskan nafasnya pelan. Segera membukakan pintu yang sebelumnya diketuk oleh seseorang yang mengacaukan kesedihannya, dari luar kamar beberapa kali.
"Sebentar Bi."
Bangun dari duduknya Puspa berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar yang tidak dia kunci menampilkan Mbok Darmi. Mbok Darmi adalah salah satu pekerja di rumah Puspa yang umurnya paling tua diantara pekerja yang lain. Pun dia juga pekerja paling lama di rumah besar ini.
"Malam neng." senyum Mbok Darmi.
"Iya mbok," balas Puspa.
"Makan malam sudah bibi buatkan. Oh ya ibu neng juga sudah menunggu di meja makan."
Puspa menjawab, "Oke bi. Aku ke kamar mandi sebentar nanti langsung turun ke bawah."
"Siap neng." Mbok Darmi melihat wajah Puspa dengan teliti. Ia menebak raut wajah anak majikannya. "Neng baik-baik aja kan? neng gak lagi galau kan? atau lagi putus cinta?"
Diam sejenak dan beberapa detik kemudian Puspa tertawa terbahak-bahak. "Mbok Darmi ada-ada aja. Saya mau galau sama siapa mbok saya aja gak punya pacar."
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS CINTAKU PADA DOSEN
Teen FictionCERITA INI PURE IMAJINASI PENULIS Jika memiliki kesamaan baik Nama tokoh/tempat/kejadian dibuat secara kebetulan. Apakah ini malapetaka atau malah menjadi kabar baik bagi Eka, seorang mahasiswi Teknik Industri yang harus berurusan dengan dosennya, y...