Bab 42 - Aksi Mahasiswa

42 3 0
                                    

"Pak, kiri, Pak," pinta seorang perempuan yang  berada di dalam angkot.

Posisi duduk perempuan itu berada di belakang kursi pengemudi. Begitu dia bicara langsung terdengar oleh sang sopir, beliau pun menghentikan laju kendaraannya.

"Siap, neng." Angkot berwarna biru itu pun berhenti di tepi jalan.

Dengan langkah penuh hati-hati Eka menuruni angkot, kepalanya menunduk saat keluar dari pintu angkot. Begitu menginjak tanah perempuan yang baru saja keluar dari angkot mengambil sesuatu dari dalam tasnya lalu memberikan selembar uang sepuluh ribu kepada sang sopir.

"Kurang nggak, Pak?" tanya Eka.

"Pas, neng," jawab sang sopir.

"Oke, Pak."

Angkot yang memiliki nama kepanjangan angkutan umum itu telah berlalu dari hadapan Eka. Dia segera menyebrang untuk bisa ke tempat tujuannya namun dia harus berhati-hati, meskipun jalanan di sana tidak terlalu padat seperti jalanan besar di kota, namun tetap saja harus berhati-hati. Kepalanya celingak-celinguk memastikan tidak ada kendaraan yang melintas. Saat jalanan sepi barulah Eka melangkahkan kakinya dan menyebrang.

"Assalamualaikum," ucap Eka ketika sampai di rumahnya.

Lalu Eka membuka pintu pagar rumahnya lalu menutupnya kembali dan menemukan ibunya sedang menanam bunga.

Eka ingin mencium tangan ibunya untuk bersalaman akan tetapi ibunya malah melarangnya.

"Tangan ibu kotor." Setelah ibunya berkata Eka menegakkan tubuhnya kembali.

"Tumben kamu gak dianter sama Rudi?" Pertanyaan yang selalu muncul ketika Eka tidak pulang bersama Rudi. Tika terngiang-ngiang dengan janji Rudi. Janji yang pernah diucap oleh Rudi saat pertama kali menemui Tika, bahwasannya selagi laki-laki itu ada di muka bumi dia akan selalu mengantar jemput Eka.

"Rudi ada rapat dosen di kampus makanya gak sempat buat nganterin pulang."

Sebelum berkata kembali kepada ibunya Eka memperhatikan betul-betul bunga yang sedang ditanam oleh ibunya. "Bunga baru nih."

Sekedar informasi, akhir-akhir ini ibunya Eka memang suka menanam bunga. Sudah ada sepuluh jenis bunga yang Tika beli. Mungkin karena bergaul dengan ibunya Alena.

"Iya, cantik kan bunga sepatu yang mamah beli?"

"Secantik, cantiknya bunga yang mamah beli tetap cantikan anak mamah lah."

"Siapa dulu mamahnya."

Pada akhirnya kedua nya malah saling puji memuji. Itulah mereka, ibu dan anak selalu kompak.

"Yaudah sana kamu mandi habis itu ganti baju!" seru Tika.

"Baik, bos!"

Eka bergegas masuk ke dalam rumahnya dan membiarkan kedua sepatunya melekat pada kedua kakinya, Tika sama sekali tidak mempermasalahkan membawa sepatu ke dalam rumah.

Sesampainya di ruang tengah Eka menemukan adiknya sedang asik menonton video kartun di Ipad.

"Halo kakak," sapa Tasya yang sedang duduk selonjoran di atas sofa.

Eka mendekati keberadaan adiknya, dengan usil dia mengacak-acak pelan rambut adiknya.

"Ih kakak!" kesal Tasya.

"Kamu udah mandi belum?"

"Udah lah, emangnya kakak belum mandi, wle ..." Tasya menjulurkan lidahnya. Siapa pun yang melihat ekspresi Tasya pasti akan menggemaskan.

"Kakak juga udah mandi," sahut Eka.

"Hah?" Kedua alis Tasya menaik tinggi. "kakak mandi di kampus?"

"Ya enggak lah," tukas Eka.

GARIS CINTAKU PADA DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang