Bab 40 - Ujian? apa itu

44 3 0
                                    

Padahal baru pukul sembilan pagi, namun satpam yang bertugas di depan pintu masuk bank sudah merasakan kelelahan yang luar biasa. Hari ini, para nasabah tampaknya berkumpul dan datang dengan antusiasme yang luar biasa. Antrian di luar pintu masuk semakin memanjang seiring berjalannya waktu.

Satpam tersebut, yang biasanya mengatur kelancaran masuk dan keluar nasabah dengan tenang, kini terlihat kewalahan menghadapi lonjakan kunjungan ini. Ia berdiri dengan tegak, berusaha menjaga ketertiban, tetapi dengan lalu lintas nasabah yang semakin padat, tugasnya menjadi semakin sulit.

Setiap kali satpam meminta nasabah untuk mengantri dengan tertib, ia disambut dengan berbagai keluhan. Beberapa nasabah menunjukkan ketidakpuasan terhadap waktu tunggu yang lama, sementara yang lain gelisah dan berebut untuk masuk lebih cepat.

Satpam berusaha menjaga ketenangan dan menjelaskan, "Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Kami menghadapi lonjakan pengunjung yang tak terduga dan sedang berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan terbaik."

Meskipun penjelasan satpam sopan, beberapa nasabah tetap tidak puas dan meluapkan kekesalannya. Meski dibombardir kata-kata tidak menyenangkan, satpam berusaha menjaga kesabaran dan profesionalismenya.

Di dalam bank yang sesak, Puspa duduk dengan sabar mengenakan pakaian putih hitam, mirip seseorang yang sedang melamar pekerjaan.

"Atas nama Jimin Bagaskara, mahasiswa teknik dari Institut Teknologi Bandung," ucap teller.

"Iya, betul," jawab Eka.

"Baik, total biayanya tiga juta rupiah."

"Iya, Kak."

Teller tidak perlu menghitung uang secara manual; ia langsung memasukkan uang ke dalam mesin penghitung di dekatnya. Dalam waktu singkat, mesin tersebut menghitung dengan cermat. Teller memastikan hasil perhitungan sesuai dengan jumlah yang diharapkan.

Setelah selesai, teller memberi kabar baik, "Terima kasih, Bu. Jumlah uang yang Anda berikan sudah kami periksa dan sesuai dengan nominal yang diinginkan. Biaya adminnya seribu rupiah."

Puspa merasa lega mendengar kabar tersebut. Ia senang proses penghitungan berlangsung cepat dan efisien, menghindarkan potensi kesalahan manusia. Ia kembali membuka dompet dan memberikan uang dua ribu rupiah kepada teller, yang kemudian memberikan kembalian beserta kertas transaksi.

Teller menyerahkan resi sebagai bukti transaksi. Puspa berterima kasih kepada teller dan meninggalkan loket dengan perasaan puas.

Setelah bertransaksi, Puspa melangkah keluar bank dengan lega. Ketika mendekati pintu keluar, satpam yang bertugas sigap membukakan pintu untuknya.

Satpam, yang mengenakan seragam resmi dengan tanda pengenal, memberikan senyuman ramah kepada nasabah.

"Terima kasih, Kak," ujar satpam sambil membukakan pintu.

Puspa membalas, "Iya, sama-sama, Mas."

Dengan langkah tergesa-gesa, Puspa menuju keberadaan mobilnya yang terparkir di area parkir. Dia merasa terburu-buru dan ingin segera memulai perjalanan. Namun, hanya satu menit sebelum dia memasuki mobilnya, dia merasakan adanya sesuatu yang hilang dan mengingat ponselnya yang sempat dianggurkan di dalam tas. Dengan cepat, Puspa mengambil ponsel dari dalam tasnya dan melihat layar locksreen yang dipenuhi dengan notifikasi panggilan masuk dari temannya. Tatapannya terkejut melihat jumlah yang cukup banyak. Puspa segera menyadari bahwa dia telah meninggalkan ponselnya tanpa sengaja saat terburu-buru.Dalam kebingungannya, Puspa memutuskan untuk menutup ponselnya dan mengembalikannya ke tempat semula di dalam tas. Dia merasa tidak ingin terganggu oleh panggilan-panggilan tersebut pada saat ini. Puspa berharap dapat memeriksa notifikasi-nitifikasi tersebut nanti saat sudah berada di tempat tujuan.

GARIS CINTAKU PADA DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang