"Masalah satu belum selesai udah muncul masalah baru," keluh Salsana sambil menyeruput minumannya. Suara cangkir menyentuh meja, menciptakan dentingan pelan yang mencerminkan kekhawatiran yang melingkupi mereka.
Eka menyilangkan kedua kakinya, mengisyaratkan rasa penasaran. "Jadi keputusannya gimana? Kasus baru mau kita selidiki juga?"
Salsana memandang sekeliling, mencoba menyusun pemikirannya.
"Gue jadi curiga. Apa kasus ini berkaitan sama kasus sebelumnya?" Imelda menyambung.
Salsana menaikkan satu alisnya. "Maksudnya gimana?"
"Setuju," Friska yang selama ini termenung, akhirnya ikut bersuara, satu pemikiran dengan Imelda, "maksudnya Imelda, ada kemungkinan pelakunya sama dari pelaku si korban pelecehan seksual tanpa nama itu."
"Tapi gak menutup kemungkinan juga, bisa jadi orang yang korban tanpa itu adalah Yunita. Mahasiswa yang mengakhiri hidupnya di kamar kost," ucap Eka dengan satu alisnya yang tertarik, menunjukkan pemikiran yang kritis.
"Gue barusan baca berita terbaru di Twitter. Nih kalau lo pada nggak percaya," tambah Eka lalu menunjukkan ponsel pintarnya kepada Salsana.
Imelda, Friska, dan Salsana memusatkan perhatian mereka pada layar ponsel Eka. Berita terbaru tentang perkembangan kasus mulai muncul di layar.
"Situasi semakin pelik," ucap Salsana, menggambarkan kebingungan yang terus berkembang di antara mereka.
"Polisi masih mencari keterangan lebih lanjut terkait kematian Yunita. Mereka juga menelusuri kemungkinan keterkaitan dengan kasus pelecehan seksual yang belum terungkap."
Eka melanjutkan membaca berita, memberikan narasi tentang perkembangan terbaru dan informasi yang ditemukan.
"Jadi intinya sekarang, kita fokus sama pelakunya aja!"
Imelda memberikan tambahan terhadap perkataan Eka sebelumnya. "Sekaligus mencari tahu kedua korban lebih dalam. Korban tanpa nama dan korban yang meninggal di dalam kamar kost. Siapa tahu aja dua orang berbeda namun satu pelaku."
"Tapi lo gak bakalan cerita soal penyelidikkan kita sebelumnya terhadap korban tanpa nama itu ke anak-anak BEM kan?" Salsana berujar.
Friska menyatukan kedua telapak tangannya, jarinya saling bertemu, lalu menempelkan ke dagunya sambil bicara. "Gak mungkin. Nanti anak-anak pada mikir kita main di belakang. Padahal niat kita emang baik."
Mendengar kata 'main di belakang', Eka merasa bersalah karena telah menyembunyikan sesuatu. Ia berpikir keras tentang bagaimana membuka kartu tanpa merusak kepercayaan yang telah terjaga di antara mereka.
*****
Sinar mentari senja meluncur dengan lembut, menciptakan warna jingga yang hangat di langit kampus. Di lapangan basket, Gemilang bersama teman-temannya sedang asyik berlatih. Bunyi langkah kaki dan derap bola yang memantul diikuti dengan tawa riang menciptakan suasana yang penuh semangat.
Dengan seragam tim basketnya, laki-laki bertubuh jangkung itu berdiri di tengah lapangan, menantikan umpan dari teman-temannya. Udara sejuk senja menyapu wajah mereka, memberikan kesegaran setiap kali mereka menghirup napas. Pohon-pohon di sekitar lapangan berbisik-bisik menyambut permainan mereka.
Seorang teman meluncurkan umpan ke arah Gemilang. Dengan gerakan lincah Gemilang meresponsnya dengan melakukan dribble yang mahir. Bola meluncur di antara jemari tangannya dengan irama yang menyatu dengan dentuman hati mereka yang bermain.
Gemilang melayangkan bola di atas ring, dan detik itu seolah membeku. Bola meluncur ke dalam ring dengan kepastian yang memukau.
Setelah berhasil mencetak gol dengan keahliannya yang memukau, ia meminta waktu sejenak untuk beristirahat. Dia berjalan ke tepi lapangan, di bawah bayangan pohon-pohon yang memberikan sejuk di tengah panasnya hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS CINTAKU PADA DOSEN
Genç KurguCERITA INI PURE IMAJINASI PENULIS Jika memiliki kesamaan baik Nama tokoh/tempat/kejadian dibuat secara kebetulan. Apakah ini malapetaka atau malah menjadi kabar baik bagi Eka, seorang mahasiswi Teknik Industri yang harus berurusan dengan dosennya, y...