Chapter 3 - Bi Heni

4.1K 270 2
                                    

"Lo gila, ya?"

Adalah jawaban pertama yang Kak Hose lontarkan kepadaku. Dan seketika aku merona sangat merah.

Ketika aku mengatakan sangat merah, benar-benar merah! Bagai tomat. Bagai kepiting rebus. Bagai segalanya yang berwarna cabai di dunia ini. Aku refleks mengatakannya. Aku tidak bermaksud.

"Eh-"

Namun aku pun menyadari, kalau mungkin ini satu-satunya cara untuk mengetahui alasan kematian Kak Hose. Satu-satunya kesempatan. Dan bahkan sekarang aku sudah terciprat rasa malu bergayung-gayung, mengapa tidak tenggelam saja sekalian?

"Tolong aku, Kak. Aku beneran kedinginan."

Aku menggunakan wajah memerahku sebagai dalih dari menggigilku.

"Katanya Mama lo bentar lagi jemput."

"Engga secepet itu juga. Di mobil Kakak ada heater, kan?"

Aku menatap satu-satunya mobil yang tersisa di pekarangan murid. Fortuner. Olin mengatakan kalau Kak Hose berlimpah uang. Tidak juga aku membayangkan anak 18 tahun diberikan mobil ratusan juta oleh keluarganya. Namun aku yakin itu mobil Kak Hose.

Dan aku sengaja menatapnya penuh damba, menyorotkan kepada Kak Hose betapa aku membutuh kehangatan sesegera mungkin.

Kak Hose mengacak rambutnya yang tidak gatal. "Gue sangka lo bukan cewe manja, anjir."

"Apa kedinginan sama dengan manja?"

Dia tidak bisa menjawab.

Sebab aku tahu jawabannya 'tidak'.

"Kak, please." Astaga, aku malu sekali! "Please kasih aku ke rumah kakak. Sebentar aja. Nanti mama langsung jemput, kok. Katanya sekarang masih macet."

"Ann, gini ya-"

"Kak Hose!"

Aku sungguh terdengar menjengkelkan! Aku sungguh terdengar menjijikkan. Aku sungguh membenci suaraku sendiri yang menyebut permintaan bagai perempuan manja semacam ini! Aku sungguh membenci ini!

Namun aku tidak bisa berhenti. Aku penasaran. Akan kehidupannya, kelanjutan nafasnya, seluk beluk jiwanya, segalanya. Aku terlanjur penasaran oleh pria berlonceng kematian ini. Aku terlanjur tenggelam dan tidak bisa menggapai permukaan.

Aku hanya menginginkan kata iya. Dan pada akhirnya setelah merutuki diri beratus kali banyaknya, membenci diri jutaan kali banyaknya...

"Satu syarat."

Aku tersenyum ketika Kak Hose menaikkan telunjuknya. "Apa aja aku lakuin."

Aku seratus persen memalukan!

"Lo duduk di kursi belakang."

Aku terpaku terkejut. Lantas aku terperangah.

Lalu kepanikan.

"M-maaf! Kak Hose punya pacar, ya!? Jadi aku ga boleh duduk di kursi depan." Sial! Sial! Sial! Aku salah berkata. "Maaf, aku ga jadi ikut Kak, gapapa. Aku-"

"Gue ga punya pacar, dan bukan berarti lo ga boleh duduk di kursi sebelah gue." Kak Hose menghentikanku dengan telapak tangannya. "Tapi gue cowo. Lo cewe."

"Jadi?" Aku kebingungan.

"Lo ga boleh lengah gitu aja ke cowo yang baru lo temuin satu hari, ngerti?" Aku kebingungan ketika mendengarnya.

Apa ada penyerang yang akan menyuruh mangsanya untuk bersiaga? Tentu tidak. Kalau begitu bukankah aneh kalau Kak Hose menghentikanku dari tidak duduk di sampingnya agar aku baik-baik saja dari entah apa yang mau dilakukannya?

Kakak Kelasku Akan MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang