Pernah mendengar istilah disambar petir di tengah siang bolong?
Tentu saja, itu adalah istilah yang pasaran, bukan?
Dan pada hari ini, aku merasakan hal yang sama.
Aku tengah dalam perjalanan kembali dari perpustakaan – tentu saja karena aku berakhir tertarik dengan beberapa buku sampai luput kembali ke kelasnya sekalipun bel istirahat telah berdering. Langkahku kuketuk cepat-cepat di lorong-lorong, yakin sekali Lea dan Olin tengah menungguku. Namun di tengah perjalanan, sebuah tangan meraihku kencang sekali.
Tangan itu memaksaku masuk ke sebuah ruang gelap yang tidak tampak isinya. Tangan kekar itu membekap mulutku, menghentikanku agar tidak memekik.
"Diem bentar." Adalah kata pertama yang dilontarkan oleh nafas berbau mint tersebut.
Dan seketika aku menyadari siapa yang tengah meraihku.
Aku terpaku, mendengar suara langkah seseorang melewati kami dari balik pintu ruangan. Langkahnya berat-berat bagai tumitnya ingin membelah lantai. "Guru Killer." Aku bisa mendengar Kak Hose berkata. "Kalau ketahuan kita barengan di ruang musik, bisa mati."
Kami terdiam sampai langkahnya terdengar sirna. Aku kebingungan sendiri. Berpikir, mengapa Kak Hose ada di sini, menarikku seperti ini? Apa yang telah aku lakukan? Benakku berpikir banyak kali. Dan aku mulai berdebar kencang karena khawatir.
"Kenapa?" Aku bertanya, sesaat sekitar kami kembali menghening. "Aku lagi mau ke kantin barengan temen-temen aku kebetulan."
"Dan bikin semua orang di kantin ricuh karena 'pacar' baru gue makan di sana?" Kak Hose bersedekap dada. "Ga masuk akal."
Aku terpaku ketika sadar. Dia membicarakan tentang foto kita yang tengah beredar keras di seluruh sekolah. Tentang bagaimana kita kembali pulang bersamaan. Aku seketika cemas membayangkan reaksi teman-temanku – apalagi Lea – ketika melihatnya.
Bagaimana pun juga aku belum memberitahu mereka kalau aku kembali pulang dengan Kak Hose kemarin.
"Jadi buat itu Kak Hose bawa aku ke ruang..." aku menoleh ke sekeliling, mencoba mengadaptasikan mata dengan cahaya yang minim, "musik ini."
"Ya, buat bikin lo sadar."
Sadar?
"Sadar apa?"
"Sadar kalau yang lo lakuin itu mengganggu dan gue pengen lo berhenti."
Apa maksudnya? "Bisa jelasin?"
Kak Hose menghela nafasnya berat. "Ga usah sok ga tau, Ann." Gerutunya. "Berhenti ngejar gue, paham? Gue dikejar banyak perempuan di sekolah ini, gue udah tau. Tapi bukan berarti gue seneng kalau salah satu ketauan dateng ke rumah gue kemaren. Malah bikin risi tau ga?"
"Aku engga ngejar kakak!" Aku membela diri.
"Ga usah bercanda. Gue tau dari Gio apa yang lo lakuin di Perpus."
Aku membelalak. Baru 5 menit semenjak bel istirahat berdering, dan kini Kak Hose sudah mengetahui tentangku yang mencari tahu tentangnya di perpustakaan? Seberapa berisik mulut teman karibnya bernama Gio itu!?
Aku lagi-lagi merona. "I-Itu, bukan yang kaya Kak Hose pikiri-"
"Apalagi yang orang pikirin selain ngejar kalau tau satu cewe cariin gue sampe ke formulir siswa? Lo tau kan cuman guru-guru yang boleh pegang formulir itu?!" Aku tahu. Semua orang tahu. "Intinya, Ann. Gue ga suka sama rumor-rumor ga jelas kaya sekarang, dan gue terus terang. Gue risi sama lo. Jadi berhenti ngejar gue, karena gue engga niat pacaran sama siapa-siapa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Kelasku Akan Mati
RomanceKakak Kelasku Akan Mati | Ambrose Death Call Gianna bisa mendengar lonceng kematian. Mungkin kau akan kebingungan apa itu. Namun singkatnya, lonceng kematian adalah denting lonceng keras yang hanya bisa didengar Gia. Suara yang hanya berasal dari...