Chapter 7 - Pink Book

3.3K 231 10
                                    

Banyak hal yang bisa kau lihat di rumah seseorang. Banyak informasi yang bisa dikeruk dari kediaman seseorang.

Misalnya, pola tidurnya. Atau barangkali, cara dia menata barang-barangnya.

Dan yang paling memungkinkan, mungkin saja kau bisa melihat alasan mengapa seseorang akan dipanggil oleh malaikat maut dari cara kehidupannya sehari-hari.

Itulah yang membuat aku berpikir kalau aku ingin menyelinap masuk ke kamar Kak Hose tanpa sepengetahuan Kak Dio dan Gio. Sebab kalau berdua kembar itu memiliki sifat yang sama seperti Kak Hose – penekanan perbedaan gender habis-habisan antara perempuan dan laki-laki – maka tidak ada kemungkinan bagiku untuk mencoba memasuki kamar Kak Hose dan melihat kehidupan sehari-harinya.

Sifat sebenarnya.

Sebab itu sembari mencuri-curi langkah, aku menaiki tangga sampai lantai tiga. Melihat kalau Kak Gio dan Dio masih menungguku di ruang tengah. Di dalam hati aku mengatakan permintaan maaf pelan.

Padahal aku telah mendapat tumpangan kemari, dan kini aku seperti maling yang tengah kabur.

Hanya ada satu ruangan di lantai ini yang dideru suara angin AC. Aku menyimpulkan, itu kamar Kak Hose.

Aku berdebar kencang ketika mencoba membuka pintunya. Aku bisa merasakan tubuhku mengkaku sembari meraih kenop yang dingin. Aku mencoba untuk tidak mengeluarkan suara sama sekali selagi aku membuka kenop pintu. Dan beruntungnya tidak seperti rumah usang yang pintunya berderit nyaring, pintu rumah megah ini tidak bahkan bersuara sama sekali ketika dibuka.

Dan dalam hitungan detik, sebuah ruang gelap terhampar di hadapanku.

Aku memasuki ruangan Kak Hose secepat mungkin, membiarkan pintu terbuka barang beberapa senti.

Mencari aman. Sebagai perempuan.

Aku bisa melihatnya tertidur pulas, bertelanjang dada di balik selimut. Aku bisa melihat kamarnya yang acak-acakan, seperti pria pada umumnya. Aku bisa melihat tumpukan buku pelajaran di meja belajarnya. Aku bisa melihat baju-baju bekas yang dilempar asal oleh sang empunya, entah ke mana saja di dalam ruang tidur yang masif ini.

Ya ukuran ruang tidurnya tidak main-main besar.

Aku tebak ini master bedroom. Sebab tidak ada yang meninggali rumah ini selain Kak Hose. Mengapa dia tidak mengambil saja kamar paling baik?

Aku mencoba untuk berjalan sepelan mungkin.

Namun...

Tuk.

Aku terpaku kaku bagai maling ketahuan ketika mendengar suara gelinding di dekatku.

Seketika aku melihat ke arah Kak Hose, dan menghela nafas lega melihatnya masih tertidur pulas. Tidak bergerak sama sekali.

Aku melihat ke arah kakiku, dan seketika aku menahan kesiap.

Jumlah kaleng bir yang bertebaran, tidak masuk akal banyaknya.

Kamar ini seperti kamar seorang pemabuk berat. Kak Dio dan Gio bukannya tidak mengatakan kepadaku kalau Kak Hose kerap mabuk-mabukkan. Namun aku tidak membayangkan kalau Kak Hose adalah pemabuk seberat ini. Kalau dia mengonsumsi alkohol sampai berlusin-lusin kaleng.

Apa dia akan meninggal karena penyakit organ dalam diakibatkan minuman ini?

Adalah pertanyaan pertama yang terlontar di kepalaku.

Namun aku menepis pertanyaan itu, meyakinkan diri kalau Kak Hose masih terlalu segar-bugar untuk meninggal karena miras. Alasannya pasti lebih dari yang lain.

Aku terus berjalan, bagai pencuri, mendekat ke arah Kak Hose. Ke kasur di mana semakin dekat, semakin banyak pula minuman keras yang tergeletak di sekitarnya. Aku melangkah penuh perhitungan dan kehati-hatian, tidak ingin membangunkan pria yang tidak seharusnya kubangunkan.

Ada banyak hal lumrah dan tidak lumrah di kamar ini.

Contohnya, buku pelajaran, itu lumrah.

Kalau kaleng alkohol, itu tidak lumrah.

Namun ada satu barang tidak lumrah lagi yang kutemukan, berhasil membuatku kebingungan.

Laci nakas Kak Hose terbuka setengah, dan di baliknya, aku menemukan sebuah buku tebal. Laci itu digantungi kunci, membuatku berkesimpulan kalau biasanya kayu itu tertutup rapat. Barangkali Kak Hose membaca buku itu selagi mabuk-mabukan dan lupa menutupnya kembali, itu yang kupikirkan.

Namun bukan itu alasan yang membuatku tertarik.

Tapi, warnanya.

Sebab sekalipun ruangan ini gelap, aku bisa melihat kalau warna buku itu adalah pink.

Dan aku tidak membayangkan Kak Hose sebagai seseorang yang mencintai warna perempuan seperti itu.

"Punya siapa ini?" Aku membisik.

Namun sebelum mendekat, aku hampir tergelincir salah satu kaleng. Aku nyaris memekik kencang. Namun aku tahan sekuat tenaga. Aku menahan diri dengan memegang tembok terdekat di sekitarku. Dan tembok itu adalah dinding di belakang kasur Kak Hose, membuatku bersandar di atasnya, dan rambutku nyaris membelai wajahnya.

Wajah kita kini sangat dekat.

Aku terpaku kaku. Melihat wajah tampan tertidurnya yang tampak dipenuhi kekakuan dan kedinginan seperti biasa.

Sekalipun dia tengah tertidur.

Aku terdiam sebentar, terpaku dalam pikiranku.

Dia benar-benar sempurna. parasnya, maksudku. Laksana dewa-dewi, bagai dipahat langsung oleh sang pencipta demi menjadi karya favorit-Nya. Lekukan hidungnya, parut senyumnya, keningnya, alisnya, seluruhnya. Semuanya sangat tampan nan sempurna.

Dan pria sempurna ini akan menjemput ajal sebentar lagi.

Aku menggigit bibirku. Betapa mirisnya.

Aku hendak bangkit darinya, namun sebelum itu, aku lagi-lagi terpaku.

Sebab aku menemukan sebuah tato di dada telanjang Kak Hose, padahal di sekolah tidak diperbolehkan untuk menggunakan tato dalam bentuk apa pun.

Tato itu sangat simpel. Hanya sebuah tulisan. Namun separuhnya tertutup oleh selimut, yang menubuatku menggeram kesal sendiri. Tulisannya seperti ini...

C-A-V-A-

Aku mencoba untuk membaca kelanjutannya. Aku berusaha untuk menyingkirkan sedikit saja selimut dari dada Kak Hose.

Sedikit saja.

Asal aku bisa membaca tulisannya.

Namun.

"Ah!"

Pekikanku menggelegar lebih dulu ketimbang usahaku yang tidak membuahkan hasil. Tanganku diraih kencang-kencang oleh sebuah tangan kokoh, sampai tubuhku limbung, dan aku menginjak salah satu botol bir yang tergeletak di lantai.

Aku terpeleset.

Mendarat di dada seorang pria yang kini tengah menatapku dengan mata membelalak.

Aku terpaku dalam kesunyian.

Dan kesunyian itu berlalu dalam kecanggungan yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.

"Ann?" bisik Kak Hose, serak.

Sekali lagi, ada dua kata yang bisa menjelaskan keadaanku saat ini.

Matilah aku. 

***

Thank you semuanya yang udah baca, udah vote, udah komen, udah share, udah mampir. Terima kasih banyak.

Follow aku di instagram (username : nnareina) untuk update-update tentang cerita-cerita aku. Di sana juga kadang aku post keseharian aku. Monggo difollow ya.

NEXT UPDATE : 20 Juni 2023

See you soon! Love you all so much!

Kakak Kelasku Akan MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang