Berulah atau Kebetulan

97 15 77
                                    

Chaiden melangkah cepat menuju kamar Xavier pagi ini. Bocah itu berniat untuk membangunkan adiknya, mengajak sarapan bersama kedua orang tuanya. Setibanya di sana, Chaiden membuka pintu kamar dengan sedikit gebrakan agar suaranya dapat membangunkan Xavier. Hal itu bisa menghemat energinya tanpa harus berteriak guna membangunkan bocah itu.

Chaiden menghela napas lelah melihat Xavier yang tidur terlampau pulas. Bocah itu berkacak pinggang dan berkata, "dia ini mati atau tidur, sih?!"

Chaiden berlari menghampiri Xavier, lalu mengguncang tubuh sang adik dengan kuat. "Ayo, cepat bangun! Ayah dan Bunda sudah menunggumu untuk makan!"

"Hoamm .... Iya Kak Chaiden bawel ...." gumam Xavier lirih dengan mata setengah terpejam.

Menoleh ke atas meja, Chaiden mengulas senyum kala melihat segelas air terpajang begitu saja. Chaiden mengambil gelas tersebut lalu mencipratkan air dari gelas ke wajah Xavier agar bisa terbangun sepenuhnya. Detik itu juga Xavier megap-megap dibuatnya, ia mengusap wajahnya secara kasar sementara Chaiden hanya tertawa.

"Dasar Kakak nakal!" bentak Xavier, bibirnya mengerucut gemas.

"Hahaha! Tapi kamu jadi tidak mengantuk lagi, 'kan?" ledek Chaiden.

"Iya, tapi caramu terlalu kejam!" omel Xavier yang langsung meninggalkan Chaiden di tempat ia berdiri sekarang.

_-00-_

Hari sudah siang, Xavier masih berdiam diri di depan pintu rumah---menopang dagu dengan tangan sambil memikirkan hal apa yang asyik dilakukan ketika siang hari seperti ini. Biasanya ia sekolah, tetapi hari ini sang guru tengah jatuh sakit.

"Aku bosan!" Xavier menghela napas.

Selang tiga detik kemudian, terlintas sebuah ide bagus di otaknya. Dengan segera Xavier beranjak dari tempatnya dan berlari menghampiri Casey berniat meminta izin untuk bermain.

Xavier melangkah cepat memasuki rumah, hingga sampai di depan kamar Casey Xavier langsung mengetuk pintu.

"Bundaa!"

"Masuk saja, Sayang!"

Setelah diizinkan Xavier buru-buru membuka pintu lalu berlari menghampiri Casey yang terlihat sedang menenun kain di pinggir ranjang.

Casey tersenyum hangat melihat kedatangan sang putra. Wanita itu langsung meraih kepala Xavier dan mengusapnya kala Xavier sudah mendekat.

"Ada apa? Tumben ke kamar Bunda."

"Aku ingin bermain. Boleh, ya?" pinta Xavier.

"Boleh, tapi jangan lagi kamu bermain ke hutan ataupun membu-nuh hewan. Perbuatan membunuh hewan untuk kesenangan adalah dosa, Xavier. Jangan pernah kamu lakukan itu lagi, ya?" pesan Casey sebelum melepaskan Xavier pergi bermain.

Xavier mendadak murung, bagaimana cara ia memberitahu sang bunda bahwa ia tidak pernah sama sekali membu-nuh hewan untuk kesenangan? Xavier memang sering berburu hewan bersama Chaiden dan Jason---sang ayah, tetapi Xavier melakukan itu bukan untuk kesenangan. Ia melakukannya agar mereka bisa makan dari hasil buruan, hitung-hitung untuk menghemat pengeluaran keluarga.

Namun, tetap saja mereka akan selalu beranggapan bahwa dirinya kerap kali membu-nuh para hewan. Ya sudahlah, Xavier malas menanggapi itu. Yang ia inginkan saat ini hanyalah cepat pergi bermain.

"Baik, Bunda!"

Setelah diberi izin oleh Casey, lantas Xavier beringsut meninggalkan Casey sendirian di kamar. Sepeninggal sang anak, Casey melempar pandang ke arah jendela, lagi-lagi ia melihat seekor burung gagak hitam bertengger di dahan pohon yang sejajar dengan atap rumahnya, kurang lebih sama seperti semalam. Entah pertanda atau hanya kebetulan, burung gagak itu selalu datang dan bertengger di dahan pohon yang sama selama tiga hari terakhir.

DEVILUMINATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang