23. Tumbal Raja

45 7 43
                                    

Buku-buku usang dan tebal kini berantakan di mana-mana. Keempat insan duduk melingkar di atas tanah beratapkan dedaunan kering serta kayu di malam hari. Seluruhnya bekerja keras menghubungkan antara peristiwa satu ke peristiwa lainnya.

Rasa semangat bergejolak seiring malam semakin larut. Berusaha menemukan jawaban dari semua teka-teki yang cukup membuat muak. Hanya satu yang mereka tuju dari semua ini, yaitu membuat Xavier terbebas dari belenggu Amon.

Aneera menutup buku yang tengah dibaca ketika sebuah ingatan terlintas di kepala. "Chaiden, bukankah katamu Amon merasuki Xavier hanya untuk melunaskan seluruh hutang tumbal keluarga Aratohrn?"

Chaiden mengangguk, bersamaan dengan itu seluruh perhatian tertuju padanya. "Sepertinya bukan hanya itu masalahnya. Jika hutang keluarga kami telah lunas, mengapa Amon masih tidak ingin melepas Xavier?"

"Pangeran ditumbalkan."

Dua kata yang terlontar dari mulut Keith sukses membuat semua orang tercengang. Terutama Xavier, anak itu berusaha mengingat apa yang terjadi di saat hari eksekusi matinya dahulu.

Entah, Xavier tidak ingat apapun saat hari eksekusinya berlangsung. Saat itu yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana kelanjutan hidup sang ibunda ratu dan Arlette jika ia tak ada.

"Maksud Kakek?"

Keith menunjukkan buku usang yang tengah dibaca. Lembar rapuh buku itu tersusun dari gambar-gambar yang saling berkaitan.

"Di sini, ada gambar sebuah istana runtuh. Lalu ada gambar raja yang sedang meminta pertolongan pada makhluk bertanduk. Di sebelahnya, terdapat gambar jantung bersinar. Lalu, seorang pemuda datang menghadap iblis setelah dilemparkan sang raja melalui lubang hitam di sini."

Keith menunjukkan beberapa gambar tersebut sembari menjelaskan.

"Jadi, bisa disimpulkan kalau buku ini menceritakan sang raja yang menumbalkan pangeran."

Xavier menghampiri buku tersebut, lalu memperhatikan dengan seksama. "Siapa yang membuat buku ini?"

Xavier mengetuk dagu, rasanya ada yang janggal saat otaknya mulai masuk ke masa keruntuhan kerajaan, ketika sang ayah yang memerintah. Benar juga, jangka waktu dari masa keruntuhan sampai masa kejayaan hanya berlangsung selama satu tahun. Hal itu sangat tidak masuk akal bagi sebuah kerajaan untuk bisa pulih setelah masa keruntuhan dengan jangka waktu yang terbilang cukup singkat. Terlebih, pada masa itu ia benar-benar mengetahui bagaimana hancurnya sistem kerajaan serta kepercayaan para rakyat.

"Benar juga. Tidak mungkin kerajaan bisa kembali stabil setelah mengalami masa keruntuhan hanya dalam waktu satu tahun," ujar Xavier mengeluarkan pemikiran dari kepalanya.

"Pangeran, kau diserang saat hari penobatanmu sebagai putra mahkota bukan karena para selir raja iri terhadapmu," lanjut Keith lagi.

Semuanya terasa makin rumit, terlebih saat Keith mengucapkan hal itu. Jiwa Xavier meronta meminta jawaban selanjutnya. Yang ia tahu mahkota tersebut jatuh dan terbelah karena ia mendapatkan serangan saat hari penobatan. Karena luka yang didapat cukup parah, akhirnya ia mengalami koma selama satu bulan sebelum dieksekusi mati setelahnya.

"Lalu, siapa yang menyerangku jika bukan para selir raja?"

"Sekelompok orang misterius yang sampai sekarang belum diketahui. Aku tahu, para selir tidak sampai tega melakukan hal itu kepadamu walaupun mereka iri. Justru mereka merawatmu sepenuh hati saat kau koma, Pangeran. Raut panik mereka tidak bisa berbohong saat mereka berlari-lari ke rumahku untuk meminta pertolongan saat kau sekarat." Keith meletakkan mahkota tersebut dari pangkuannya.

"Mereka memang menginginkanmu tergelincir dari tahta, tetapi bukan mati. Karena potensimu bisa dijadikan sebagai tombak kerajaan, siapa pun itu rajanya

DEVILUMINATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang