26. Perang (?)

37 5 39
                                    

Banyaknya kerajaan di dunia ini membuat manusia dipandang lemah, tanpa menyadari bahwa Tuhan menciptakan manusia sebagai penciptaan yang paling sempurna di antara makhluk-Nya yang lain. Mereka yang diberkahi kekuatan lebih memandang bahwa manusia hanyalah makhluk lemah, kecil, dan tidak memiliki kekuatan apa pun. Tanpa disadari manusia mampu memanipulasi mereka semua.

Awan abu berat bergerumun menutupi seluruh nabastala biru cerah. Menghadirkan sensasi remang yang dicintai oleh sebagian insan. Jalan setapak dalam hutan menjadi saksi bagaimana seorang ibu dua anak tengah berjuang mencari kayu bakar untuk memasak. Di tangannya pun terdapat sebuah keranjang berisikan sayur mayur yang telah ia petik dari hutan dan kebun.

Casey menghela napas seraya mengelap peluh di dahi yang mulai bercucuran. Napasnya memburu, tubuh rentanya sudah mulai tidak bugar seperti dahulu.

"Dadaku sesak ...." rintihnya. Merasa lelah, lantas ia duduk bersandar pada sebuah pohon.

Wanita paruh baya dengan kisaran usia lima puluh tahunan itu terbatuk cukup kuat. Tubuhnya gemetar dengan napas tercekat kala menjumpai bercak darah menodai telapak tangannya.

"Bunda!"

Suara Chaiden terdengar dari arah barat. Buru-buru dihapusnya darah tersebut ke tanah agar sang anak tidak melihatnya.

Muncul sosok tinggi Chaiden dari sumber suara. Bocah itu mengangkat dua ekor ayam hutan yang telah berhasil ia buru. Senyum cerianya menghiasi wajah sambil berlari menghampiri Casey.

"Lihatlah, aku mendapatkan dua ekor ayam untuk makan kita!"

"Bagus sekali, Nak. Bunda juga sudah mendapatkan sayuran dan kayu bakar."

Dengan inisiatif tinggi, Chaiden melepaskan ikatan kayu bakar di punggung dan keranjang kayu di pangkuan sang ibu.

"Biar aku saja yang membawa semua ini."

"Apa tidak berat? Biar Bunda bantu membawa keranjangnya---"

"Tidak perlu, Bunda. Biar aku saja."

Mereka pun pulang segera ke rumah. Sebelah tangan Chaiden yang tidak membawa apa-apa ia gunakan untuk menggandeng Casey.

Casey hanya memandangi tubuh kekar sang anak dari samping. Rasa bahagia bercampur sedih menghinggapi hati, ia sebagai seorang ibu merasa waktu berputar sangat cepat. Sungguh, sangat tak disangka jika putra kecil di sampingnya ini telah tumbuh menjadi laki-laki dewasa. Namun, sayangnya Chaiden tidak pernah melirik perempuan manapun. Anak itu terlalu fokus untuk membuat keluarga mereka kembali utuh seja dulu.

"Chaiden, apa kau tidak ingin menikah?"

Pertanyaan tiba-tiba dari Casey membuat Chaiden spontan tertawa. "Bunda ini ada-ada saja. Aku tidak akan menikah sebelum keluarga kita kembali utuh."

Casey mengangguk. "Bunda rasa, salah satu peri di rumah kita menyukaimu. Bunda bisa merasakannya."

Chaiden menoleh, kepalanya dipenuhi tanda tanya. Memang wanita mana yang menyukainya?

"Siapa, Bunda?"

"Peri dengan sayap hijau. Brecie, Brasyi, ah Bunda lupa."

"Brucie?"

"Iya, benar!" Casey mengangguk mantap. Ia sebagai sesama wanita tentu mengerti sikap ketika wanita menyukai laki-laki.

Terkejut, Chaiden bahkan tidak bisa merasakan bahwa Brucie menyukainya. Entahlah, ia rasa percintaan adalah hal yang tidak penting. Lagi pula, ia sudah bertekad tidak akan menikah sebelum sang ayah kembali ke rumah.

"Bunda!!"

Casey dan Chaiden kompak menoleh saat sebuah suara mirip dengan suara Xavier muncul memecah keheningan.

DEVILUMINATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang