15. Bertemu Jason

40 7 44
                                    

"Mengapa pedangmu berlumur da-rah, Nak?"

Raut wajahnya tampak panik, Casey berlari mendekati sang putra yang masih setia berdiri di ambang pintu. Pikirannya sudah semrawut ketika Chaiden mengatakan bahwa ia telah bertemu dengan Jason, terlebih pedang anak itu berlumur da-rah. Casey takut jika ada sesuatu yang menimpa anak dan suaminya.

Casey mengusap kening basah Chaiden, sorot kekhawatiran tampak jelas di matanya. "Apa yang terjadi, Nak?"

Bibir Chaiden melengkung bak bulan sabit, ia menyingkirkan tangan Casey dari keningnya dengan lembut. "Aku tidak apa-apa. Bunda tidak perlu khawatir secara berlebihan kepadaku."

"Lalu, mengapa pedangmu berlumur da-rah? Apa kamu bertengkar dengan ayahmu?" Tatapan Casey mengarah pada pedang yang berada di genggaman Chaiden.

"Aku memang bertemu Ayah, aku membantunya berburu. Kami berburu bersama, dan aku menggunakan pedangku untuk memburu seekor rusa," jawab Chaiden mencoba menenangkan Casey dari rasa panik dan khawatir terhadap dirinya.

Pandangan Chaiden tertuju pada sebuah buku dengan kondisi terbuka di atas meja, nampaknya Casey belum selesai membaca buku tersebut. Ia meletakkan pedang di pojok ruangan, kemudian berjalan menghampiri buku tersebut.

"Lalu, bagaimana dengan ayahmu? Apa dia berniat akan kembali kepada kita?" Casey kembali bersuara saat Chaiden tengah berjalan menghampiri buku yang baru saja dibacanya.

Chaiden meraih buku tersebut, selang beberapa detik perhatiannya kembali tertuju pada Casey. "Ayah tidak mengeluarkan sepatah kata pun padaku. Dia pergi begitu saja ketika aku selesai menyerahkan seekor rusa kepadanya."

Chaiden bisa melihat raut wajah sedih dari air muka Casey. Ia merasa kasihan dengan Casey yang harus ditinggalkan oleh sang suami saat kedua anaknya masih kecil, tentu saja masih membutuhkan sosok Ayah. Chaiden berjalan mendekati Casey, lantas ia dekap wanita itu sampai setidaknya Casey merasa tenang kembali.

"Bunda tidak perlu sedih, Bunda tidak memiliki kesalahan sedikit pun. Ayah meninggalkan kita karena keputusannya sendiri, bukan karena Bunda. Lagi pula, Bunda masih memiliki aku dan Xavier, kan?" Suara Chaiden begitu teduh, mampu menaklukan hati siapa pun yang mendengar.

Casey menghela napas berat, lantas ia eratkan pelukan dengan sang putra. "Bunda bersyukur memiliki anak seperti kalian."

"Oh ya, ini buku apa?"

Casey mendelik, lantas melepaskan pelukannya dengan Chaiden. "Ini yang mau Bunda diskusikan denganmu."

_-00-_

Xavier menunduk malas, membiarkan Cate mengendus tubuhnya. Hawa panas berdatangan sedari tadi, membuat suasana hatinya tak baik saat ini. Aneera dan Brucie pun terpaksa pergi meninggalkannya kembali seorang diri setelah sang iblis merasukinya beberapa menit yang lalu.

Waktu diputar kembali ....

"Aku senang berteman dengan makhluk indah sepertimu!"

Celotehan ceria Xavier kembali terdengar setelah beberapa tahun senyap terjerembab di dalam sini. Tawa yang sudah lama tak terdengar semenjak sang iblis merenggut masa kanak-kanaknya. Raut wajah ceria itu kembali, benar-benar cerah seperti bayi yang tak memiliki beban. Kehadiran Aneera dan Brucie secara tiba-tiba membuat Xavier begitu bahagia, sebab akhirnya ia bisa memiliki teman walaupun ia sendiri bingung mengapa dua makhluk ini datang.

"Kau menyukaiku, Xavier?" Aneera mengubah posisi duduknya menjadi lebih dekat dengan Xavier. Ia ingin mengenal Xavier lebih dekat, karena bagaimanapun sosok di hadapannya ini adalah raga yang baru, hanya jiwanya saja yang sudah sejak lama.

DEVILUMINATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang