"Aku merindukannya."
Alam indah dengan hamparan langit menjadi tanah, angin sejuk berembus kencang menabrak semua yang tumbuh di sana. Pancaran cahaya indah dari sang surya melekat tepat menyinari wajah alam. Siapapun yang datang ke sini dipastikan tidak ada yang ingin kembali pulang ke rumah. Tidak ada kebisingan di sini, yang ada hanya suara alam yang saling bersatu padu, menghasilkan nada-nada indah yang sopan masuk telinga.
Di sebuah batu besar tampak sesosok perempuan cantik duduk di atasnya. Gaun indah dengan perpaduan warna putih dan biru itu tersampir begitu saja, sangat serasi dengan kulit putihnya. Hiasan permata di kepala pun tak luput mencuri perhatian. Sayap indahnya menutup, sedang malas mencari suasana.
Sang peri itu murung, kedua matanya memandang ke depan. Bayang-bayang masa lalunya selalu terngiang di kepala.
"Aku ingin bertemu dengannya lagi," gumam sang peri.
"Apakah dia masih hidup? Apa dia akan mengenalku?" katanya lagi.
Peri itu mengembuskan napas ke udara, membiarkan kesedihannya menyatu dengan alam. Tanpa disadari air mulai menggenang di pelupuk matanya, peri itu lupa akan kelemahannya.
"Tahan air matamu, Aneera."
Aneera menoleh ke samping, seseorang yang baru saja memanggil namanya itu langsung mengusap air matanya yang hendak keluar. "Sudah kubilang jangan pernah menangis."
"Yang mulia Ratu!" Aneera segera membungkuk memberikan penghormatan di hadapan sang ratu peri.
"Maafkan Aku ...." lanjutnya lagi.
Sang ratu tersenyum, kemudian berjalan melewati Aneera yang masih membungkukkan badan. "Jawab dengan jujur, siapa yang kau cintai saat ini, Aneera?"
Aneera kembali menegakkan tubuhnya, lalu menoleh ke belakang. Pertanyaan sang ratu membuat pikiran Aneera melayang ke masa lalu yang tanpa ia sadari sudut bibirnya tertarik membentuk bulan sabit.
"Siapapun dia, kau harus ingat Aneera. Jangan sampai air matamu turun ke permukaan tanah. Jika kau melanggar, orang yang kau cintai akan merasakan sakit di dadanya. Itu kelemahanmu, Aneera." Sang ratu kembali berujar, membuat Aneera mengangguk di belakangnya.
"Maafkan aku, Ratu. Aku tidak akan pernah mengulanginya lagi."
_-00-_
Keith melepaskan cengkeraman tangannya pada leher Chaiden, kemudian beralih mengambil pedang yang ada di belakangnya.
Di saat yang bersamaan Chaiden pun meraih pedang miliknya yang tak jauh dari tempatnya berada sekarang. Chaiden tak mau mati sia-sia, ia terpaksa mengambil jalan ini agar keluarganya tidak lagi diusik.
Dalam satu waktu kedua orang itu mengayunkan pedang secara bersamaan. Keith mengarahkan pedangnya pada leher Chaiden, sementara Chaiden berhasil menahannya. Kini, posisi kedua pedang itu saling menyilang dan menempel pada sisi kanan leher Chaiden.
"Katakan padaku, mengapa Kakek hendak membu-nuhku?" tanya Chaiden sebelum ia menangkis pedang milik Keith agar menjauh dari lehernya.
"Bencana besar apa yang Kakek maksud?" lanjut Chaiden.
"Iblis itu akan murka karena Xavier yang menjadi incarannya justru dibu-nuh olehmu. Bukan hanya kamu yang akan terkena imbasnya, tapi seluruh manusia di muka bumi ini akan turut terkena imbasnya!" Suara Keith meninggi, ia memberikan sedikit tekanan pada pedangnya hingga membuat luka pada leher anak itu.
"Bukankah sama saja, jika Kakek membu-nuhku maka iblis itu akan membalaskan dendamnya pada Kakek? Masalah ini tidak akan pernah selesai jika jalan pikir Kakek seperti itu!" Chaiden menyahut, mencoba menyadarkan sang guru yang tengah disulut emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVILUMINATI
FantasyTindakan sang raja yang menginginkan masa kejayaan suatu kerajaan membuat sang pangeran berada dalam lingkaran setan. Louise Halbert, pangeran kedua yang dikorbankan sang raja kepada iblis, tetapi mati di tangan raja itu sendiri. Akankah iblis terim...