22. Misteri Mist Paradise

43 7 33
                                    

Di bawah naungan atap beralaskan tanah, terdapat empat insan yang tengah duduk melingkar. Kunci menggantung di pintu dengan anggun, jendela pun tertutup rapat sampai tak ada celah. Hiruk pikuk dunia siang pun tak bisa menerobos begitu saja.

"Bagaimana? Kau mau mengikuti perintah Keith atau tidak?"

Chaiden melontarkan sebuah pertanyaan pada Xavier setelah ia mengantarkan pesan dari Keith untuknya. Ia memutuskan untuk membicarakan hal ini bersama agar bisa mengeluarkan keputusan terbaik.

Xavier menoleh ke arah Casey, kerutan pada wajah wanita itu tampak lebih jelas saat cemas. Tak bisa bohong, Xavier tahu pasti ibunya itu cemas karena ia akan keluar rumah setelah bertahun-tahun menetap di bawah tanah.

"Alasan yang kakek Keith berikan cukup masuk akal. Iblis itu tidak mungkin membuat situasiku berada dalam ancaman manusia. Jadi, aku akan mencoba menemui Kakek Keith nanti malam."

Lantas perhatiannya beralih pada Casey. Tangannya mengusap lembut lengan wanita paruh baya itu yang duduk di sebelahnya.

"Bunda tidak perlu risau."

"Izinkan aku melontarkan beberapa pertanyaan, Pangeran." Suara Aneera akhirnya muncul setelah sekian lama gadis itu diam memperhatikan.

Xavier merangkul bahu Aneera seraya mengguncangnya sedikit. "Panggil aku Xavier saja, Ane. Sekarang ini kita hidup di masa kini. Tinggalkan saja masa lalu."

Aneera tersenyum kikuk, bersamaan dengan Casey dan Chaiden yang saling melemparkan tatapan meledek. Aneera merasa tak enak hati karena bagaimanapun Xavier sudah ingat siapa dirinya dahulu.

"Apa yang ingin kau tanyakan?" Casey menyahuti.

"Sebenarnya Keith itu siapa? Bagaimana ia bisa tahu jika ada aku di rumah kalian?"

"Keith itu guru kami. Sifatnya memang misterius sejak dulu," jawab Chaiden.

"Maka dari itu, aku sengaja memilih untuk menemuinya. Aku penasaran siapa kakek Keith sebenarnya." Xavier menimpali.

Sesaat kemudian pandangan Xavier beredar ke segala penjuru arah. Perasannya gelisah sejak tadi, ia merasa ada yang hilang di sini.

Ibu dua anak itu memperhatikan gerak-gerik Xavier. Seakan tahu apa yang sedang terjadi pada anaknya. "Apa yang kau cemaskan, Xavier?"

"Aku merasa ada yang hilang di sini."

Xavier melepaskan rangkulannya pada Aneera, lalu berdiri untuk mengingat apa yang hilang di sini.

Chaiden serta Aneera memandangi Xavier dengan tatapan bingung. Mereka pun turut celingukan ke sana sini untuk membantu Xavier menemukan hal yang membuat hatinya ganjal.

"Apa yang kau cari?" tanya Chaiden.

"Ah, aku ingat! Aku meninggalkan Cate sendirian di bawah tanah!"

_-00-_

Jubah biru disertai tudung kepala membalut tubuh Xavier dengan sempurna. Slayer putih terpasang rapi menutupi wajah, manik biru jernihnya mewakili perasaan Xavier yang kini campur aduk. Sepatu kulit milik Chaiden dengan balutan warna coklat terpasang sempurna. Aura pangeran di dalam diri Xavier menguar hebat. Wibawa serta postur pangeran memang melekat pada dirinya.

Entah, mereka menjadi canggung ketika jiwa pangeran dalam tubuh Xavier semakin mendominasi kala lelaki itu mengenakan jubah panjang bak pangeran yang sedang menyamar ke arena musuh.

Hewan berbulu putih dengan manik merah muda itu setia menetap di sampingnya. Menunggu sang tuan menggendongnya. Ia memasang sikap waspada penuh keyakinan, seakan mengetahui bahwa ia akan diajak untuk mengelana dunia luar setelah bertahun-tahun terkurung bersama tuannya.

DEVILUMINATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang