"Aku tidak menyangka keluarga kita rela mengorbankan nyawa manusia hanya untuk harta."
Embusan napas terdengar berat untuk kesekian kalinya. Sebuah fakta yang terkuak membuat Xavier tak menyangka bahwa keluarganya sangat kejam. Ia mendesah lelah, baru satu fakta saja membuat kepalanya kacau, apalagi jika ia menelisik seluruh misteri ini?
Begitupun Chaiden, sejujurnya saja ia ingin membahas hal ini lebih dalam kepada para warga desa yang sudah sesepuh. Mungkin saja mereka mengetahui lebih detail tentang kejahatan yang dilakukan oleh keluarga Aratohrn---marga dari keluarga Casey.
"Mungkin ini salah satu penyebab rumah kita cukup jauh dari pemukiman warga. Menurutmu bagaimana?" Xavier kembali bersuara, memecahkan lamunan Chaiden.
"Ah iya, menurutku pun begitu."
Xavier mengatupkan bibir, perhatiannya kembali terfokus pada laman selanjutnya. "Jumlah korban yang diinginkan seharusnya seratus, tetapi keluarga kita baru berhasil mengumpulkan tujuh puluh korban."
Xavier menoleh tepat ke arah Chaiden. Tatapan mereka saling bertabrakan. "Berarti, iblis itu menggunakan ragaku untuk membu-nuh para warga demi menutupi kekurangan korban tumbal yang diminta?"
Chaiden bergeming, ia tidak pernah terpikirkan akan hal ini sebelumnya. "Kau tunggu di sini. Aku akan menjumpai kepala desa untuk menanyakan jumlah korban yang telah kau bu-nuh."
Setelah mengatakan itu, Chaiden pun beranjak dan pergi meninggalkan Xavier kembali seorang diri di dalam kurungan. Niatnya ingin menjumpai Andrew---sang kepala desa harus diwujudkan demi mendapatkan titik terang yang selama ini terpendam.
Untuk kesekian kalinya Xavier hanya bisa berdiam diri di dalam kurungan, tanpa melakukan apa pun selain bertahan hidup. Menoleh ke samping, ia mendapati seekor kelinci peliharaannya tertidur pulas, tak jauh dari tempatnya. Lantas ia mengambil hewan tersebut untuk mengajaknya bermain.
"Cate, bangunlah. Ayo bermain denganku!" bisik Xavier tepat di telinga Cate. Tangannya bergerak mengelus bulu lembut milik Cate.
Nampaknya hewan itu sedang lelah, ia tidak bergerak sama sekali saat Xavier menyentuhnya. Beberapa saat kemudian munculan sebuah suara dari kejauhan. Perhatian Xavier sontak beralih pada suara tersebut.
"Xavier aku datang!"
"Suaranya seperti Aneera," gumam Xavier.
"Aneera, apakah itu kau?"
Tak berselang lama butiran cahaya berwarna kekuningan kembali datang menerangi ruangan. Xavier geming sejenak, kedua matanya menatap kagum ke arah leburan cahaya kuning tersebut. Mereka semua bersatu, membentuk sosok bersayap dengan wujud yang sangat indah.
Aneera tersenyum sembari melambaikan tangan. "Aku kembali."
"Aku senang kau kembali," balas Xavier.
"Ada beberapa hal yang ingin kubicarakan denganmu, Xavier." Aneera bersimpuh di hadapan Xavier, sorot matanya sendu.
"Bicara saja."
"Maaf jika aku lancang. Apakah aku boleh melihat goresan di lehermu itu dengan lebih jelas? Aku ingin memastikan sesuatu."
Apa aku tidak salah dengar? Xavier membatin. Hatinya menolak mentah-mentah, tetapi sorot mata Aneera tidak bisa membuatnya menolak permintaan gadis itu. Mau tidak mau akhirnya ia menuruti permintaan Aneera.
"Baiklah," ucap Xavier menuruti kemauan Aneera.
Mendengar jawaban Xavier membuat Aneera terpaut senang. Gadis itu bersorak kegirangan. "Terima kasih, Xavier!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVILUMINATI
FantasyTindakan sang raja yang menginginkan masa kejayaan suatu kerajaan membuat sang pangeran berada dalam lingkaran setan. Louise Halbert, pangeran kedua yang dikorbankan sang raja kepada iblis, tetapi mati di tangan raja itu sendiri. Akankah iblis terim...