"Di sini. Penglihatanku mengatakan jika kekasihmu itu ada di sini."
Brucie menunjuk sebuah rumah dengan pondasi bebatuan di pedalaman desa tengah hutan. Rumah itu tampak sangat asri, tetapi suram. Atmosfer di sekitar terasa sejuk dan dingin, mereka betah berlama-lama di sini karena udaranya. Aneera dan Brucie saling pandang beberapa saat, raut wajah mereka tampak gelisah melihat rumah itu.
"Kau yakin?" tanya Aneera dengan nada yang sangat ragu.
Brucie mengangguk. "Ya, benar ini rumahnya."
"Bagaimana, kau ingin masuk?" lanjut Brucie.
Aneera mengangguk, ia memantapkan hati demi bisa menjumpai sang kekasih yang sudah lama pergi meninggalkannya di masa lalu. Aneera tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia harus menagih janji kepada sang kekasih yang berkata akan menikahinya.
"Ayo masuk, Brucie!"
Aneera melangkah lebih dulu masuk ke dalam rumah tersebut. Saat melewati pintu yang tertutup, keduanya berubah menjadi percikan cahaya yang menyelinap masuk melewati celah pintu. Percikan tubuh Aneera berwarna kekuningan, sementara milik Brucie berwarna hijau. Percikan cahaya kuning milik Aneera lebih dulu beterbangan mengikuti kata hatinya.
Mereka melayang di udara sampai akhirnya Aneera berubah kembali ke wujud peri kala tiba di ruangan yang penuh dengan alat masak. "Apakah ini ruangan seperti dapur?"
Aneera menoleh ke belakang, tepat di sana ia melihat Brucie tengah memainkan salah satu panci yang berisikan makanan.
"Brucie, kemarilah!" Aneera melambaikan tangan pada Brucie.
Brucie menurut, ia meninggalkan panci tersebut dan berlari mendekati Aneera. "Ada apa, Aneera?"
"Apakah yang sedang kuinjak ini adalah pintu?" Aneera menunjuk ke bawah, tepat di mana sebuah pintu dari kayu tergeletak di lantai yang ia pijak.
Brucie mengamati benda yang persis seperti pintu itu. Kemudian kakinya mencoba melompat di atasnya. "Sepertinya ini sebuah pintu menuju ruang bawah tanah. Apa kau ingin mencoba?"
Aneera menipiskan bibirnya. "Entah mengapa perasaanku mengatakan bahwa aku harus masuk ke dalam pintu ini."
Aneera mulai mengangkat pintu tersebut yang ternyata terkunci. Namun, Aneera bisa melihat adanya celah di sudut pintu. "Pintunya terkunci. Kita masuk melalui celah di sudut pintu itu saja, Brucie."
"Baiklah."
Aneera dan Brucie kembali menjadi percikan cahaya. Mereka masuk ke ruang bawah tanah yang begitu gelap. Namun, keduanya mendatangkan cahaya dari wujud percikan mereka. Aneera dan Brucie kembali merubah wujud menjadi peri.
Aneera memejamkan mata, tanpa butuh waktu lama kedua sayapnya bersinar bak lentera. Ia bisa melihat banyak sekali kurungan di sini. "Apakah ini penjara, Brucie?
Brucie mengangguk sembari berjalan untuk melihat-lihat. "Ya, kurasa seperti itu."
"Cate, kemarilah mendekat padaku!"
Hening sesaat, Aneera dan Brucie saling pandang kala mendengar sebuah suara menyambut mereka dari ujung lorong dengan pencahayaan redup, hanya ada sebuah obor api di pojok dinding sana.
"Suara siapa itu?" Brucie mendekati Aneera, ia sedikit khawatir karena temannya itu terdiam bak patung. Kedua mata Aneera mulai basah, Brucie segera mengusapnya agar air mata Aneera tidak jatuh ke tanah.
"Ada apa, Aneera? Mengapa kau menangis?" Brucie menyisir surai putih Aneera untuk menenangkan suasana hatinya.
"Suara itu ... aku rindu dengan suara itu, Brucie ...." Tatapan mata Aneera kosong menatap ke depan---di mana terdapat secercah cahaya dari pertigaan lorong di ujung sana. Nampaknya, lorong ini begitu panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVILUMINATI
FantasyTindakan sang raja yang menginginkan masa kejayaan suatu kerajaan membuat sang pangeran berada dalam lingkaran setan. Louise Halbert, pangeran kedua yang dikorbankan sang raja kepada iblis, tetapi mati di tangan raja itu sendiri. Akankah iblis terim...