Jaehyun menyodorkan segelas teh hangat ke hadapan Jiho. Lelaki itu tersenyum, lalu mempersilakan Jiho untuk segera meneguk teh tersebut selagi masih hangat.
Jiho mengangguk. Dengan senang hati ia meneguk teh hangat buatan Jaehyun.
"Yeojin memang suka berlebihan. Tapi kali ini dia luar biasa berlebihan," celetuk Jaehyun seraya menarik kursi yang ada di seberang Jiho. "Padahal cuma flu biasa. Tapi Yeojin malah sampe ngerepotin kamu segala."
"Aku ga merasa direpotin, kok, Jae. Lagian, aku juga sekalian mau minta maaf. Karena gara-gara aku, kamu malah--"
"Hey. Kamu ngomong apa, sih?" Jaehyun tertawa pelan usai menyela ucapan Jiho. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Jiho, memperhatikan raut wajah Jiho dengan saksama. Berbeda dengan semalam, saat ini Jaehyun dapat melihat dengan jelas sosok Kim Jiho yang mengacaukan pikirannya sejak semalam. "Kita ... pernah ketemu sebelumnya?"
Jiho terperanjat. Tanpa sadar, ia memundurkan tubuh lalu mengalihkan pandangan. Jiho berdeham beberapa kali, seraya berusaha keras melawan keinginan yang tidak sependapat dengan akal sehatnya. "Kita pertama kali ketemu di Mediocris Jewelry, 'kan?"
Jaehyun terdiam. Ia menatap Jiho dengan sorot penuh sangsi. Kendati demikian, lelaki itu tetap mengangguk.
Jiho tersenyum tipis. Sembari memegangi bagian luar gelas berisi teh hangat tersebut, Jiho bertanya, "Obatnya udah kamu minum, Jae?"
Jaehyun bergeming. Senyuman Jiho, juga pertanyaan yang diajukan oleh Jiho terasa amat familier baginya. Bahkan Jaehyun merasa, sisi kehidupan Jiho yang seperti itu merupakan hal yang sering dilihat olehnya.
"U-udah, kok," sahut Jaehyun. Ia berdeham sembari menjauhkan tubuh dari Jiho. Kemudian, ia berdiri dari duduknya. "Kamu ... mau makan sesuatu?"
Jiho mendongak. Alisnya tampak bertaut. Tatkala Jaehyun beranjak ke arah dapur, Jiho turut mengikuti langkah Jaehyun.
Jiho menahan pergelangan tangan Jaehyun yang hendak membuka pintu kulkas.
"Walaupun cuma flu biasa, itu tetap aja penyakit 'kan, Jae?"
"Eh?"
Jiho tersenyum tipis. Dengan sedikit berjinjit, ia menempatkan tangannya ke dahi Jaehyun.
Suhu tubuh Jaehyun terasa cukup hangat. Pantas saja rona wajah Jaehyun terlihat sedikit memerah.
"Aku pergi dulu, Jae. Supaya kamu bisa istirahat," ucap Jiho. Ia melepaskan tangannya dari pergelangan Jaehyun, lalu bergegas mengambil tasnya yang ada di sofa.
Jaehyun memperhatikan tiap gerak-gerik Jiho dengan saksama. Kata pergi yang didengarnya dari Jiho, mengapa membuat hatinya terasa nyeri?
Sejujurnya, Jaehyun sudah merasa cukup baik. Jaehyun rasa, ia bahkan mampu untuk mengerjakan semua pekerjaan berat yang ada di Bumi, asalkan Jiho berada dalam jangkauannya.
Lebih dari apapun, Jaehyun benar-benar merasa ganjil. Ia menghela napas sembari memfokuskan atensi—melihat ke arah Jiho yang hendak memutar knop pintu.
Jaehyun baru mengenal Jiho dalam beberapa hari belakangan ini. Hubungannya dengan Jiho pun tidak tergolong akrab. Secara logika, Jiho hanya sebatas rekan kerja Gyuri saja. Hanya sebatas itu.
Berbeda dengan segala hal yang berkecamuk dalam pikirannya, Jaehyun malah berlari ke arah Jiho. Menahan pergerakan Jiho yang hendak membuka pintu.
"Jangan pergi, Kim Jiho."
Jiho terperanjat. Ia melirik ke arah tangannya yang dipegang erat oleh Jaehyun.
Sementara Jaehyun kembali mengamati setiap hal yang terpatri di wajah Jiho. Mulai dari ekspresi perempuan itu, bentuk matanya, bahkan hingga ke bibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scintilla Amoris II (Completed)
FantasyBegitu kembali ke Mediocris Villa dengan industria yang berhasil diserap, keseharian Kim Jiho sebagai aqua mediocris mulai berubah. Kim Jiho bukan lagi mediocris paling lemah di antara aqua mediocris dalam kasta Palatium. Industria yang diserapnya m...