29. Kencan Di Apartemen

43 12 28
                                    

Jaehyun memejamkan mata ketika tangan Jiho menyentuh pipinya. Usapan Jiho membuat Jaehyun kian merasa betah untuk berlama-lama tidur di pangkuan Jiho.

"Hujan di luar makin deras," ujar Jiho. Tangannya berhenti mengusap pipi Jaehyun. Sementara pandangannya tampak fokus melihat ke arah jendela yang tidak tertutup sepenuhnya oleh gorden.

Jaehyun meraih tangan Jiho yang menganggur. Dimainkannya jari-jemari Jiho sebentar, hingga pada akhirnya ia menyatukan tangan mereka.

"Harusnya malam kemaren kita kencan, tapi ga jadi karena ada urusan mendadak di Kantor. Dan harusnya malam ini kita kencan, tapi ga jadi lagi karena di luar hujan. Maaf, ya, Ji."

Jiho tersenyum menanggapi, lalu menyahut bahwa itu bukan suatu masalah baginya.

"Kamu mau makan sesuatu? Aku bisa masakin apapun buat kamu," ucap Jaehyun sembari bangun dari pangkuan Jiho. Ia bahkan bersiaga untuk berdiri dari duduknya.

"Nanti aja. Aku masih kenyang banget, karena sebelum pulang tadi sempat makan bareng Yoobin."

Jaehyun mengangguk. Kali ini, ia menyandarkan kepalanya ke pundak Jiho. Dan tiba-tiba saja, tubuh Jiho terperanjat. Spontan, Jaehyun menoleh.

"Kamu takut sama suara petir?"

Jiho berdeham. Ia taklangsung menyahut. Lebih dari apapun, Jiho sedikit pun tidak ingin Jaehyun mengetahui sisi kelemahannya.

Jiho menautkan alis kala Jaehyun mengulurkan tangan kepadanya. Kendati demikian, Jiho tetap meraih uluran tangan tersebut tanpa menanyakan ke mana Jaehyun akan membawanya.

"Hujan di luar terlalu deras. Aku ga menjamin kalau hujannya bakalan reda dalam waktu dekat. Jadi kamu tidur di sini aja. Kalau hujannya reda, nanti aku bangunin buat anterin kamu pulang," ujar Jaehyun. Tangannya bergerak membuka knop pintu kamar. Dipersilakannya Jiho masuk ke dalam kamar. "Kalau butuh apa-apa, panggil aku langsung. Aku bakalan—"

"Di sini juga, ya, Jae," pinta Jiho. Ia memelas menatap Jaehyun.

Sejujurnya, Jiho sendiri juga tidak mengerti akan alasan mengapa ia selalu takut dengan suara petir. Padahal ia telah hidup selama 490 tahun lamanya, akan tetapi tiap kali Jiho berusaha untuk melawan rasa takut, ia malah berakhir dengan perasaan takut yang lebih kuat.

Jiho menarik Jaehyun, memaksanya untuk ikut duduk ke kasur.

"Sebenarnya, lusa aku harus pergi. Ke Hongkong."

Refleks, Jiho menoleh. Ia terdiam. Pikirannya mulai kalut ketika teringat perjalanan bisnis yang dimaksud oleh Jaehyun terakhir kali.

"Berapa lama?" tanya Jiho.

"Aku ga tau pasti. Karena di sana juga lagi ada sedikit masalah. Tapi aku bakalan usahain supaya bisa cepat balik lagi ke sini," ungkap Jaehyun.

Jiho mengangguk paham. Well, bukankah ia sendiri yang selama ini bersikeras untuk menjalani hubungan seperti manusia biasa pada umumnya?

"Soal perjalanan bisnis yang waktu itu ... aku bohong," ucap Jaehyun. Ia menatap dalam Jiho. Akan tetapi, perempuannya itu sama sekali tidak menunjukkan respons apapun. Ia pun menghela napasnya. "Maaf ...."

"Terima kasih karena udah jujur," ujar Jiho. Ia tersenyum menenangkan pada Jaehyun.

"Kamu ga bakalan pergi, 'kan?"

Alis Jiho tampak bertaut usai mendengar pertanyaan tersebut.

"Ke Mediocris Villa."

Jiho bergeming. Barusan itu ... Jiho tidak mungkin salah dengar, bukan?

Scintilla Amoris II (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang