"Adik saya ... pasti membuat Anda sedikit tidak nyaman, 'kan?"
Jiho menoleh menatap Jaehyun yang tengah mengemudi. Itu merupakan kalimat pertama yang diucapkan oleh Jaehyun setelah mengantar Yeojin.
Jujur, Jiho jelas merasa senang karena pada akhirnya ia dapat menghabiskan waktu bersama Jaehyun. Akan tetapi, mendengar gaya bicara Jaehyun yang seakan berusaha menjaga jarak, Jiho amat tidak menyukainya.
"Tidak, kok. Saya malah—ehm, maaf. Aku ga terbiasa pake bahasa formal kalau ga lagi kerja. Boleh bicara pake bahasa non formal aja?"
Spontan, Jaehyun melirik ke arah Jiho sebentar. Ia sempat menautkan alis. Tetapi pada akhirnya, ia tetap mengangguk sembari tersenyum. "Boleh. Saya—"
"Kamu juga."
Jaehyun kembali melirik ke arah Jiho.
"Maksudku, aku merasa kurang nyaman kalau lawan bicaraku pake bahasa formal," ungkap Jiho. Kemudian, Jiho mengatakan pada Jaehyun bahwa jika lelaki itu merasa keberatan, ia tidak akan mempermasalahkannya lagi.
Jiho juga memberitahukan bahwa Yeojin tidak pernah membuatnya merasa tidak nyaman.
Setelah percakapan sederhana itu, Jiho mengalihkan atensi melihat ke arah luar kaca mobil.
Rintikan air hujan mulai jatuh membasahi Bumi. Dan pada waktu yang seperti ini, perut Jiho malah minta diisi. Ia meringis. Bagaimanapun juga, Jiho tidak akan membiarkan rasa laparnya itu mengganggu momen yang telah ditunggu-tunggu semenjak ia menjadi manusia.
Nahas, seiring dengan derasnya hujan yang turun ... rasa lapar yang dirasakan Jiho malah kian menjadi-jadi.
"Aku turun di sini aja," celetuk Jiho. Ia meminta Jaehyun untuk segera menepikan mobil. Apapun yang terjadi, Jiho harus turun sekarang juga. Sebelum momen-momen memalukan itu datang.
Jaehyun melihat ke arah sekitar. Hujan yang turun sudah cukup deras. Dan keduanya tengah melewati jalan yang lumayan sepi. Lantas, Jaehyun pun menanyakan alasan mengapa Jiho tiba-tiba meminta untuk turun.
Jiho menjawab—mengatakan bahwa ia hendak mampir ke suatu tempat terlebih dahulu sebelum pulang. Ia juga menambahkan, bahwa jarak menuju rumahnya sudah tidak terlalu jauh. Jadi Jiho memutuskan untuk pulang sendiri saja.
Meski Jiho telah memberi alasan yang cukup logis, Jaehyun masih saja mengendarai mobil dengan kecepatan yang sama.
"Tempatnya masih jauh?"
"Eh?" Jiho mengerutkan dahi menatap Jaehyun.
"Aku merasa cukup nyaman sekarang. Jadi kamu ga perlu merasa sungkan."
Jiho terdiam. Ia benar-benar dilema. Ucapan Jaehyun barusan tentu saja membuat Jiho berbunga-bunga. Tetapi pada saat yang bersamaan, ia juga merasa sebaliknya.
Dan tiba-tiba saja kepala Jiho nyaris membentur bagian depan mobil, andai saja Jaehyun tidak menahan tubuh Jiho.
Lelaki itu langsung menghentikan laju mobilnya lalu menoleh memperhatikan Jiho.
"Maaf. Kamu gapapa?"
Jiho menatap Jaehyun sebentar, lalu kembali melihat ke arah tangan Jaehyun yang masih berada di hadapannya.
Menyadari hal itu, Jaehyun segera menjauhkan tangannya. Lagi, Jaehyun meminta maaf—yang segera direspons dengan anggukan oleh Jiho.
Jaehyun beralih membuka laci dashboard lalu mengambil kotak kacamata yang ada di sana.
Sementara Jiho hanya sekadar mengamati segala hal yang sedang dilakukan oleh Jaehyun. Jiho merasa bahwa Jaehyun terlihat sedikit berbeda usai memakai kacamata tersebut. Menurut Jiho, Jaehyun terlihat jauh lebih menarik jika tidak memakai kacamata. Tetapi jika dipakai pun, hal itu sama sekali tidak menuruni kadar ketampanan Jaehyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scintilla Amoris II (Completed)
FantasiBegitu kembali ke Mediocris Villa dengan industria yang berhasil diserap, keseharian Kim Jiho sebagai aqua mediocris mulai berubah. Kim Jiho bukan lagi mediocris paling lemah di antara aqua mediocris dalam kasta Palatium. Industria yang diserapnya m...