13. Nasihat Papa

36 12 4
                                    

Jiho mengerjap beberapa kali kala sinar mentari menembus melalui jendela kamarnya.

Perempuan itu merintih sembari memegangi kepalanya yang terasa sedikit nyeri.

Perlahan, Jiho bangun dari tidurnya.

"Kak Jiho udah bangun?"

Jiho menoleh ke arah pintu. Ia melihat keberadaan Yeojin yang tengah berjalan ke arahnya sembari membawa segelas air dan mangkuk yang isinya entah apa.

Jiho spontan mengerang usai ingatannya mengingat kembali akan hal yang menimpanya semalam.

"Tadi pas Yeojin tekan bel ga ada respons apapun dari dalam. Makanya Yeojin langsung masuk. Maaf ya, Kak," ucap Yeojin lalu duduk di bagian tepi tempat tidur. "Yeojin khawatir banget pas liat Kak Jiho tergeletak di lantai kayak tadi. Kak Jiho kenapa ga kasih tau Yeojin kalau Kak Jiho lagi sakit?" Sembari terus mengomel, Yeojin mengaduk bubur yang sengaja dibuat untuk Jiho.

Jiho tersenyum menanggapi. Mengenai rasa sakit yang dirasakan oleh Jiho akibat perbuatan Jaehyun, memang tidak pernah diberitahukan oleh Jiho pada Yeojin. Biarlah itu menjadi rahasianya dan para mediocris.

"Kak Yoobin, Kak Minghao, sama Kak Eunwoo kenapa masih belum datang juga, sih, Kak? Padahal Kak Jiho 'kan lagi sakit."

Yeojin menyodorkan segelas air putih hangat pada Jiho.

Usai meneguk air tersebut, Jiho menyahut, "Mereka juga pasti lagi ada urusan di sana. Lagi pun, mereka juga punya tugas masing-masing yang harus diselesaiin dulu. Kalau enggak, bisa-bisa mereka dapat hukuman."

Yeojin mengangguk beberapa kali.

"Yeojin, jangan kasih tau mereka soal ini, ya," pinta Jiho.

Yeojin terdiam sebentar lalu kembali mengangguk. "Ini buburnya udah hangat. Yeojin suapin, ya, Kak?"

Tatapan Yeojin tampak berbinar. Hal itu membuat Jiho tak kuasa untuk menahan senyumnya.

"Aku bisa sendiri. Lagian, kondisi—"

"No! Selama ini Kak Jiho selalu manjain Yeojin. Jadi khusus untuk hari ini, biar Yeojin yang manjain Kak Jiho," ucapnya. Tanpa menunda waktu lagi, Yeojin langsung menyuapi bubur buatannya itu pada Jiho.

Jiho sempat terperangah usai menyadari bahwa rasa bubur yang dibuatkan oleh Yeojin terasa tidak asing baginya. "Ini ... kamu belajar dari Nenek?" tanyanya.

Yeojin mengangguk seraya memamerkan senyumnya. Sesaat kemudian, raut wajahnya tampak sedikit berubah. "Walaupun Kak Jiho mungkin udah tau, tapi Yeojin bakalan tetap kasih tau." Ia kembali tersenyum. "Nenek meninggal tiga tahun yang lalu. Setahun setelah Yeojin bangun dari koma."

Tangan Jiho bergerak mengusap surai rambut Yeojin tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia tersenyum menenangkan pada Yeojin.

"Ah, Yeojin hampir lupa!" seru Yeojin. Spontan, Yeojin berdiri dari duduknya. Ia bahkan langsung meletakkan mangkuk berisi bubur itu ke nakas. "Tadi Yeojin sengaja mampir ke sini buat anterin masakan Mama. Makanannya udah Yeojin siapin ke meja makan semua, kok. Kalau ada lebih tinggal dimasukin kulkas aja," jelas Yeojin. "Yeojin harus pergi ke kampus sekarang. Maaf, ya, Kak. Yeojin ga bisa suapin sampai buburnya habis."

"Kamu pas ke sini tadi dianterin atau gimana?" tanya Jiho seraya beranjak dari tempat tidur.

"Yeojin naik taksi, sih, Kak."

"Kalau begitu, tunggu sebentar ya. Aku bakalan anterin—maksudku, temenin kamu ke Kampus," ujar Jiho. Ia bergerak cepat mengambil segala barang yang dibutuhkan.

"Eh? Tapi Kak Jiho 'kan masih sakit. Yeojin bisa sendiri."

"Ga lama kok. Lima belas—enggak, lima menit aja udah cukup!" seru Jiho lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Scintilla Amoris II (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang