🔪 Thirty One

757 83 5
                                    

Ini awalnya gamau di up dulu, tapi karena ada yg spam komen aku jdi excited publish hehe. Btw makasih, semoga suka!

31. Lubang kecil

-Happy Reading!-

🔪
🔪
🔪

Aslan perlahan membuka matanya, mengernyit samar kala cahaya lampu menyilaukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aslan perlahan membuka matanya, mengernyit samar kala cahaya lampu menyilaukan.

"Kan, bener kata gue tadi matanya kedip-kedip!"

"Shut, berisik anj diem dulu!"

"Bentar-bentar, tunggu belum pasti!"

"Slan, lo udah sadar?"

Dahinya makin mengerit kala suara bising memasuki indera telinga. Perlahan matanya terbuka sempurna, langsung terlihat wajah teman-temannya yang sudah mengerubuninya.

"Pada ngapain mgeliatin gue?" tanyanya. Kaget melihat banyak wajah dalam jarak yang dekat.

"Akhirnya!" Mereka langsung berseru lega.

"Aaaa Aslan!"

Arka lebih dulu memeluk Aslan erat. "Gue pikir ini akhir kisah kita tau nggak Slan! Udah nangis banget gue!"

Aslan mendorong Arka pelan. "Berat anj!"

Arka mencebikkan bibirnya, "kangen tau gue, Slan!"

Aslan memutar bola matanya malas.

"Gimana keadaan lo? Ada yang sakit atau apa?" tanya Derrel.

"Gue panggil dokter dulu deh bang!" Izin Dito, segera berlari keluar.

Aslan menggeleng singkat, "aman."

"Gue pikir lo masih betah tidur tau nggak!" celetuk Alex.

"Memang gue udah berapa hari nggak sadar?"

"Tiga hari." jawab Helmi.

Aslan menoleh, tiba-tiba merasakan tulang-tulangnya pegal. "Pantes pegel," katanya.

"Yang penting lo nggak papa sekarang, Sky sama Khanza juga pasti seneng denger lo udah sadar!" ujar Derrel.

Sky. Aslan baru ingat soal gadis itu. Dia mengedarkan pandangannya.

"Sky kekantin sama Khanza," ujar Alex, seakan tahu yang Aslan cari.

Aslan mengangguk. "Kalau gue di sini tiga hari, yang urus masalah mension siapa?" tanyanya, baru ingat juga soal insiden beberapa hari lalu.

AMBISI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang