🔪 Twelve

1.1K 130 5
                                    

12. Harus terbiasa


-Happy Reading!-

🔪
🔪
🔪

Matahari nampaknya enggan muncul hari ini. Awan hitam mendung sudah setia menghiasi langit.

Valeska menggeliat pelan, mengumpulkan nyawanya sebentar sebelum beranjak pergi menuju dapur.

Hari ini dia sengaja bangun lebih pagi dari kemarin karena kemarin dia sempat mendengar Aslan akan berada dirumah seharian. Untuk itu, ini kesempatan Valeska untuk mendekati lelaki itu dengan cara membuatnya terkesan.

"Lo ngapain?"

Piring ditangan Valeska hampir jatuh ketika suara garang khas Aslan terdengar.

Dia menghembuskan napasnya, mencoba menetralkan raut wajahnya dan tersenyum. Lalu berbalik menatap Aslan.

"Lo udah bangun? Ini," Valeska meletakkan piring itu dimeja lebih dulu. "gue mau buat sarapan buat kita. Lo-"

"Nggak usah!" Aslan langsung memotong, berjalan ke arah dispenser. "Lo istirahat aja, gue udah pesen."

"Nggak papa kok, gue kebetulan habis liat resep gitu di tv jadi pengen coba praktekin."

Aslan menoleh, "nggak usah! Tangan lo juga belum sembuh bener' kan? Mending lo pikirin cara balikin ingatan lo aja!"

Valeska mengepalkan tangannya. Ini sudah jelas Aslan memang tidak bisa dibaikin!

"Lo tuh kenapa sih?" tanya Valeska kepalang kesal.

Aslan yang akan naik kembali ke atas menoleh, menaikkan alisnya.

"Gue juga nggak mau nggak inget apa-apa kayak gini, tapi gue lebih nggak mau ngerasa sendirian terus!" Mata Valeska berkaca-kaca. "Lagian gimana ingatannya bisa balik kalau terus dikurung?"

Aslan terdiam melihat mata berkaca-kaca gadis itu. Baru sadar juga gadis asing yang sudah satu minggu satu atap dengannya itu tak pernah keluar rumah.

Dia berdecak, lagi-lagi ada sedikit perasaan bersalah dihatinya yang Aslan belum pernah rasakan sebelumnya.

"Gue nggak pernah ngekang' kan? Kalau mau keluar silahkan! Tapi jangan salahin gue kalau nyasar!" sahut Aslan tak mau disalahkan.

Lalu meneruskan jalannya memasuki kamar.

Valeska menatap kepergian Aslan kesal. Dia mengusap kasar air mata palsunya.

"Oke, nggak papa. Kita coba lagi nanti!"

Valeska memilih duduk diam di ruang tamu menunggu makanan yang dipesan Aslan tiba. Moodnya sudah hancur pagi ini. Niat baik membuat Aslan terkesan malah berakhir membuatnya kesal.

Ting tong!

"Makanannya dateng!" teriak Aslan dari atas.

"Tauu!" balas Valeska berteriak.

Dengan segera beranjak untuk membukakan pintu.

"Ini pesanan tuan Aslan!"

Seorang pria merunduk, menyerahkan sekotak pizza pada Valeska. Lalu tanpa kata berbalik pergi.

Valeska agak terdiam. Dia pikir akan ada kurir atau semacamnya namun ternyata salah.

Tak memerdulikan hal itu, dia masuk ke dalam. Bergegas akan menaiki tangga untuk memanggil Aslan namun langsung urung ketika teringat peringatan lelaki itu.

"Gimana manggilnya, ya?"

Valeska mendongak kembali. Mencoba berdeham pelan. Lalu berteriak dengan nyaring.

AMBISI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang