part - four

11 2 0
                                    


Seorang pria berhidung mancung tengah berdiri bersandar pada pembatas balkon apartemen. Pria itu beberapa kali meneguk segelas minuman bersoda. Pandangannya jauh menatap gemerlapnya langit malam yang dihiasi ribuan bintang. Angin sepoi sepoi menerpa wajah tampannya. Menimbulkan hawa dingin yang memporak porandakan perasaannya. Fajar masih melamun sambil menggenggam erat gelas bening itu. Bukan, itu bukan minuman keras atau sejenisnya. Hanya sebuah minuman bersoda kesukaannya yang selalu ia teguk kala pikirannya sedang kalut. Ia kembali mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.

Flashback

Woi! ” Radit melonjak kaget melempar ponselnya kehadapan Fajar. Pria didepannya itu melirik kelayar ponsel itu. Fajar jelas tak buta, ia melihat sebuah postingan di aplikasi instagram yang menampilkan seorang gadis sedang berpose dua jari dengan pemuda yang tersenyum ceria dibelakangnya. Fajar tau betul siapa gadis itu. Perempuan yang pernah mengisi ruang kosong dihati kecilnya. Perempuan dengan tangan lembut yang sukarela mengelus punggungnya kala pria kecil itu berada pada fase terlemahnya. Perempuan dengan sejuta keindahan. Fajar masih ingat, senyumnya, suara lembutnya, cara ia bicara, semuanya. Fajar belum lupa.

Gadis berambut panjang yang diikat menjadi satu itu terlihat tersenyum tulus dengan bahu kanan yang dirangkul oleh pria dibelakangnya. Tak lupa, latar belakang sebuah taman yang memberi kesan romantis pada citra foto tersebut. Fajar menatapnya dalam. Dunianya seakan runtuh perlahan. Dadanya sedikit sesak menahan perasaan kalut yang tak bisa ia uraikan dengan kata-kata. Sakit. Hanya itu yang bisa ia jabarkan. Dengan sekuat tenaga, Fajar menahan buliran mutiara yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

End.

“Fajar?” Suara Radit membuat lamunannya buyar seketika. Ia menoleh ke sumber suara. Radit menatapnya dalam seraya menepuk bahunya perlahan, seolah bertanya “Lo nggakpapa?”. Tak ada jawaban. Fajar hanya mengangguk kecil kemudian kembali berbalik memunggungi temannya.

”Gue tau lo belum rela, gue tau hati kecil lo masih berharap. Tapi lo harus inget, life is goes on. Lo ga boleh stuck disitu aja dan ujung ujungnya lo yang terluka. Gue harap lo ngerti maksud gue, Jar” Radit menepuk bahu temannya lagi kemudian ikut berdiri disamping Fajar. Seperdetik selanjutnya, suasanya hening. Tak ada suara diantara keduanya. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing. Siapa gadis itu? Mengapa pesonanya mampu membuat Fajar jatuh seketika.

_______

Suara riuh mendominasi suasana di kantin SMA Nusa Bangsa. Para siswa berebut membeli makanan dan minuman kesukaannya. Tak jauh berbeda dengan Hani. Ia berdesak-desakan mengantre untuk membeli semangkok bakso. Sayang sekali, hari ini Fara tidak masuk sekolah karena demam. Hani berencana untuk menjenguknya nanti sore.

Setelah mendapat pesanannya, Hani berjalan sambil melirik sekitarnya mencari bangku kosong. Ah, kantin hari ini sangat ramai. Ia tak suka dengan keramaian. Hani melangkah hendak keluar kantin menuju ke kelasnya. Tak ada pilihan lain selain menikmati bakso favoritnya dikelas sendirian.

“Woi, Hanisa!” Sebuah suara tiba-tiba mengejutkannya. Hani berbalik dan mencari siapa gerangan yang memanggilnya. Matanya menelisik seluruh penjuru. ”Ini gue! Disini!” seorang laki-laki melambai dari sudut ruangan. Laki-laki itu melambaikan tangannya.

”Gue?” Hani menunjuk dirinya  sendiri dengan telunjuk tangan kirinya untuk memastikan apakah ia yang dipanggil Fajar dari sudut kantin itu. Fajar mengangguk masih melambaikan tangannya. Perlahan. Hani melangkah mendekati Fajar yang duduk sendiri di bangku itu.

“Lo manggil gue?” Tanya Hani saat sampai di hadapan Fajar.

Pria didepannya mengangguk. “Gue liat lo sendirian, jadi sini aja sekalian nemenin gue”. Pernyataan Fajar membuat gadis didepannya mengernyit bingung. “Udah, taruh dulu tuh mangkok. Lo makan disini aja” Fajar merebut mangkok bangso dari tangan Hani dan meletakannya diatas meja.

HE IS MY CRUSH (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang