part - nineteen

13 0 0
                                    

"Cakra? "

Fajar masih terdiam menatap pada pria itu. Pandangan matanya bertemu, pamandan mata yang selalu membuat Fajar muak melihatnya.

"Ngapain?" Cakra membuka suara.

"Bukan urusan lo" jawab Fajar dingin setelah terdiam untuk beberapa saat.

"Kamar Hani diatas, pintunya jangan ditutup! inget, cuma 5 menit!" ucap Dirga saat kembali dari lantai atas. Sepertinya, pria itu memberitahu Hani tentang kedatangan Fajar.

Tanpa bicara apa apa lagi, Fajar segera bergegas meninggalkan Cakra dan Dirga. Ia melangkah meniti anak tangga satu persatu. Sampailah ia disebuah pintu kamar berwarna abu-abu. Diketuknya pintu itu dengan pelan. Tak lama, wajah gadis yang sangat dikenalinya itu muncul dari balik pintu.

"Kok nggak ngabarin dulu?" protes Hani sembari membukakan pintu dan memersilakan masuk.

"Iya emang niatnya suprise, hehe" jawab Fajar teetawa kecil.

"Gue nggak sempet siap-siap, nih muka gue aja belum sempet gue cuci dari pagi" ucap Hani sambil mengerucutkan bibirnya.

"Nggak papa, lo tetep cantik"

Sialan, Fajar memang selalu punya cara sendiri untuk membuat Hani menahan malu. Gadis itu tersenyum kecil dengan pipi yang terlihat memerah.

"Yaudah duduk gih, gue cuci muka bentar" ucapnya memersilakan Fajar duduk di tempat tidurnya sembari menunggu Hani membersihkan diri.

Fajar mengedarkan pandangannya keseluruhan sudut kamar yang bernuansa abu-abu muda. Hani menata kamarnya dengan rapi.

"Sorry ya ngerepotin" Hani keluar sembari mengeringkan muka dengan handuk kecilnya.

"Nggak kok, gue mau minta maaf gara gara gue lo jadi sakit" jawab Fajar. "Nih dimakan dulu, lo belum makan?"

Hani menggeleng. Ditariknya sebuah kursi kecil dari meja riasnya. Kini ia duduk berseberangan dengan Fajar. Gadis itu membuka bingkisan berisi martabak manis yant terlihat masih hangat. "Makasih" ucapnya lirih kemudian mengambil satu potong martabak dan mulai mengunyahnya.

Sebuah senyuman terukir diwajah manis milik Fajar. Ia menatap pada Hani yang kini sedang sibuk menjejalkan martabak itu kedalam mulutnya. Sepertinya ia memang belum makan dari pagi. "Pelan-pelan, nanti kesedak" ucap Fajar sambil terkekeh.

"Enak" jawab Hani yang mulutnya masih dipenuhi makanan. Pipi gadis itu terlihat mengambang, menggemaskan sekali.

"Lagian, baru olahraga bentar doang langsung sakit. Sering-sering olahraga gih, biar kuat badannya"

"Sakit dikit doang ntar lama lama terbiasa"

"Besok besok masih mau ikut gue latihan lagi nggak?"

"Mau dong!"

Fajar tertawa mendengar jawaban dari gadis di hadapannya ini. Entah mengapa, kehangatan selalu menjalar ketika ia tatap wajah itu. Tapi ia sama sekali tak mengerti perasaan apa yang sedang ia rasakan.

"Gue boleh nanya?" ucapan Hani membuyarkan lamunan Fajar seketika.

"Eh, boleh boleh tanya aja" jawabnya.

Hani terdiam sejenak sebelum menghela nafas beratnya. Pipinya tak lagi mengembang karena ia berhenti menyuap makanannya. "Lo.. -"

"Kenapa lo kaya gini ke gue?"

Fajar mengernyitkan dahinya mencoba mencerna pertanyaan itu. Apa maksudnya? Pria itu benar - benar tak paham. "Gini? gini gimana maksudnya?"

"Ya gini, lo ngasih perlakuan sweet kaya gini ke gue, ada alasannya?"

HE IS MY CRUSH (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang