part - twentyone

6 1 0
                                    

Tiba tiba Fajar teringat sesuatu. Mata elang itu berusaha untuk terbuka perlahan. Tangannya mencoba mencari-cari dimana ia membuang hodienya tadi. Dengan sisa tenaga yang ia miliki, akhirnya tangan penuh darah itu meraih benda hitam. Fajar meraba mencari-cari sesuatu didalamnya.

Flashback.

"Kalian percaya sama gue, gue pasti bisa ngelakuin ini sendirian" ucap Fajar pada ketiga sahabatnya sesaat sebelum ia pergi menuju gedung kosong itu.

"Gue udah nyetel nomer lo sebagai nomer darurat gue, kalian boleh kesana setelah gue sampe dan jangan keatas kalo gue nggak nelfon ke nomer darurat" jelas Fajar menatap pada Radit.

"HP lo harus standby, Dit!" ucap Devan.

"Tunggu aja dibawah, sebelum ada telfon dari gue jangan ngelakuin tindakan apapun" lanjut Fajar.

Flashback end.

Dengan tangan penuh darah itu, Fajar menekan tombol daya ponselnya berkali-kali untuk membuat panggilan darurat yang terhubung ke nomer Radit. Setelah panggilan terhubung, ia meletakkan ponselnya begitu saja. Fajar sudah tidak memiliki tenaga yang tersisa. Matanya benar benar berat. Ia kehilangan kesadaran.

_

Sebuah panggilan mengangetkan Radit, Devan dan Bayu yang sudah menunggu di basemen gedung sejak tadi. Setelah mendapat penggilan itu, mereka berlari menaiki anak tangga mencari keberadaan Fajar.

Pikiran mereka tak jernih lagi. Mereka menerka-nerka apa yang sedang terjadi dengan sang kapten.

"FAJAR!" Teriak Radit mendapati Fajar yang sudah tergeletak tak berdaya dengan genangan darah disampingnya.

Mata pemuda itu benar-benar tersulut api emosi. Ia menatap pada Gio yang sedang memejamkan mata dengan nafas yang menderu.

"BAJINGAN!" Radit tak dapat membendung emosinya. Ia menarik tubuh Gio yang sudah tak berdaya itu. Tubuh itu ia hempaskan ketanah. Radit menduduki perut Gio dan mendaratkan pukulan bertubi-tubi kearah wajah Gio yang sudah tak berbentuk itu.

Buliran air mata tak dapat ia tahan. Teman kesayangannya terluka akibat ulah pemuda dibawahnya ini.

"RADIT LO MAU BUNUH ORANG?!!" Devan menarik tangan Radit dan menyeretnya untuk menjauh dari Gio.

"TEMEN KITA SEKARAT KARENA DIA! LO MAU DIEM AJA!?"

"PAKE OTAK LO!! KALO GIO MATI URUSANNYA MAKIN PANJANG!!"

"MANUSIA BRENGSEK KAYA GIO EMANG PANTES MATI!"

"RADIT JANGAN GILA!"

Devan menarik tubuh Radit saat pemuda itu mencoba mendekat kearah Gio lagi. Dengan sekuat tenaga Devan menyeret Radit menuruni anak tangga menjauh dari Fajar dan Gio. Ia mengumpulkan tenaganya untuk tidak melepaskan Radit yang terlihat memberontak.

"Dimana Fajar?" tanya Hani yang datang berdua dengan Fara. Kedua gadis itu terlihat tergopoh-gopoh. Suara sirine terdengar sayup sayup mendekat kearah mereka.

"Han, lo tunggu disini aja ya, please jangan naik" Devan mencegah pergelangan tangan Hani.

Gadis itu tak mempedulikan Devan. Ia berlari menaiki anak tangga disusul dengan Fara dibelakangnya.

Kakinya terasa lemas menatap pada tubuh tak berdaya yang sudah terbaring dilantai itu. Bayu sedang mencoba menghentikan pendarahannya dengan hodie milik Fajar.

"Jar! Jar! Lo denger gue kan?!" ucap Hani mendekat kearah Fajar.

Bayu berdiri dan melangkah meninggalkan Hani. Pemuda itu terlihat menyeka air matanya. Noda darah sudah memenuhi kedua tangannya. Fara yang mengerti bahwa Bayu sedang tidak baik baik saja itu lantas memberikan sebuah pelukan bermaksud untuk menenangkan pemuda itu.

HE IS MY CRUSH (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang