part - twentytwo

5 0 0
                                    

"Yaampun Gio sayang! Kenapa bisa sampe kaya gini, sih? Kalian gimana jagain Gio-nya?!" Angela datang ke rumah sakit pagi-pagi sekali setelah mendengar kabar bahwa Gio masuk rumah sakit.

"Yaampun, nenek lampir ini" gerutu Angga dengan malas.

"Gi, sayang mana yang sakit?" ucap gadis itu menghampiri Gio yang masih terbujur di atas ranjang rumah sakit.

"Nggak ada, gue nggak papa" jawab Gio lirih. Wajah pria itu terlihat penuh dengan plaster dan bengkak di beberapa bagian.

"Kok nggak papa? si Fajar itu ya yang bikin kamu sampe kayak gini? harus dikasih pelajaran!"

"Angel, jangan teriak-teriak ini dirumah sakit!" Angga memperingatkan.

"Kok lo diem aja Gio diginiin hah? bales lah!"

"Angela, tolong jangan ribut kepala gue pusing dengernya" ucap Gio.

"Aduh maaf sayang, aku nggak terima kamu diginiin"

"Angel, udah ya. Kita udah nggak ada apa-apa lagi, lo bukan siapa siapa gue sekarang. Berhenti bersikap berlebihan" Gio berkata dengan lirih.

Ucapan itu mampu membuat Angela terkejut. Matanya memerah menahan isak tangis. "Gi, gue masih sayang sama lo" ucapnya.

"Nggak, semuanya udah selesai tolong jangan ganggu gue, Hani ataupun Fajar" ucapnya.

"Lo tega sama gue!" ucap Angela tak terima. Air matanya mulai menetes.

"Udah ya, lo keluar aja dari sini. Yang ada Gio nggak sembuh-sembuh kalo lo disini" Angga menarik lengan Angela membawanya keluar dari ruangan.

"Jangan sentuh gue!" gadis itu memberontak tak terima. "Gue bisa jalan sendiri!" ucapnya kemudian melangkah keluar sembari menghentakkan kakinya.

"Gi, gimana udah mendingan?" tanya Angga.

Gio menggeleng pelan. Ia memejamkan matanya menahan rasa nyeri yang menjalar di seluruh tubuhnya. Badannya terasa remuk seakan patah setiap sendinya.

"Anak-anak pasti bakal bales ini" ucap Angga.

"Udah, jangan macem macem" jawab Gio.

Angga mengernyitkan dahinya. Ia terkejut dengan perkataan Gio. "Loh gimana, Fajar udah bikin lo kaya gini!"

"Iya gue ngerti, kita udahin ini"

"Loh, lo mau ngelepasin Hani gitu aja?"

Gio mengangguk pelan. "Udah, udah selesai" jawabnya pelan.

Angga sedikit tak habis pikir dengan sikap sang ketua. Ini bukan Gio yang ia kenal. Tak biasanya Gio menyerah begini.

"Tolong hargai keputusan gue"

__

'ceklek'

Hani membuka pintu ruangan Fajar dengan pelan. Devan dan Radit masih menunggu disana. Mereka tertidur diatas sebuah sofa panjang.

Ia melangkah pelan mendekat kearah ranjang. Fajar masih terpejam erat dengan wajah pucat disana. Hani meletakkan bingkisan yang ia bawa diatas meja. Gadis itu menarik kursi dan duduk disamping ranjang.

Ditatapnya wajah Fajar yang penuh dengan luka dan lebam. Hani berusaha menahan air matanya sekuat mungkin.

"Gue minta maaf" ucapnya pelan mengusap telapak tangan Fajar yang terasa amat dingin. Pemuda itu masih diam dan tak bergerak sedikitpun.

"Gue udah lancang masuk ke kehidupan lo, gua cuma bawa masalah buat lo" lanjutnya. Ia masih mengeggam erat tangan dingin itu.

"Kalo aja gue nggak suka sama lo, atau paling nggak gue tau diri untuk ngga terlalu jauh masuk ke hidup lo, lo nggak akan terluka kaya gini-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HE IS MY CRUSH (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang