Twenty

75 13 13
                                    

"udah jelas banget kalo ini semua di sengaja!" Fuma berujar dengan menggebu-gebu.

Ia terkejut saat Jo memberi informasi kalau Gaku masuk rumah sakit karena alerginya kambuh. Setelah kejadian ricuh tadi pagi, Yuma memutuskan untuk melakukan rapat siang ini. Dan inilah yang terjadi sekarang, semuanya kacau.

Taki bahkan belum siuman dan melewati masa kritisnya. Tapi kenadian berat lainnya sudah berdatangan. Tidak ada yang baik-baik saja.

Yuma meletakan sebuah map yang ia ambil dari laci ke atas meja. Ia buka map tersebut, lalu ia tunjukan pada teman-temannya apa isi dari kertas-kertas tersebut.

"Lo dapet dari mana kertas-kertas itu?" K bertanya dengan heran.

"Di kasih Junwon." Yuma menjawab enteng.

Semua mata mengarah pada satu orang yang sibuk mengupas kuaci. Merasakan hal yang tidak nyaman, Junwon mendongak dan melihat atensi semua orang uang tertuju padanya.

"Kenapa? Kalian mau kuaci?" Tanyanya polos.

"Jelasin kenapa lo ngasih kertas-kertas itu ke Yuma!" Fuma berucap tegas.

"Kertas ap- ohhhhh, kayaknya udah waktunya dek kak Ju." Ucap Junwon sambil menatap ke arah EJ.

"Hah? Maksud lo Iju?!" Tanya K bingung.

Junwon mengangguk mengiyakan pertanyaan K. Kemudian atensi nya beralih pada EJ yang masih tenang di bangkunya.

"Bilang aja, tapi jangan semuanya." Ucap EJ sambil bersedekap dada dan bersandar pada kursinya.

Junwon mengangguk sebelum kemudian berjalan maju dan berbisik pada Nicholas. Setelah mendapat jawaban berupa gelengan, ia berjalan ke arah Yuma dan mengambil alih kertas-kertas itu.

Ia pandangi teman-temannya yang sudah memusatkan atensi padanya. Ia menghela nafasnya kasar. Kemudian berjalan ke arah lemari yang ada di belakang ruangan. Ia mengambil sebuah buku tebal yang asing bagi mereka semua.

Setelahnya, ia berjalan kembali ke depan kelas. Ia buka buku itu dan ia tunjukan ke arah teman-temannya.

"Sebelum gue jelasin maksud kertas-kertas itu, gue mau kalian tau apa yang menimpa kita semua." Junwon menghentikan kalimatnya.

"Delapan tahun lalu, di sekolah ini adalah masanya angkatan OSIS ke tiga belas, angka sial. Mereka disebut sebagai angkatan terlupakan, selain itu juga angkatan terkutuk. Kalau kalian lihat di sana cuma ada sembilan belas bingkai foto. Angkatan pertama memang gak punya foto, tapi engkatan tiga belas gak sempet foto." Junwon menjelaskan sambil menunjuk ke arah belakang ruangan.

"Hah?! Gak sempet foto gimana maksudnya?" Tanya Maki terheran-heran.

"Iya, mereka gak sempet foto. Kita beruntung karena korban pertama angkatan kita adalah kak Hayate, dia bukan korban nyawa pertama. Tapi angkatan mereka, korban pertama mereka adalah korban nyawa pertama. Namanya kak Junkyu, dia kakak kndungnya kak Iju. Sedagk yang merasuki Taki kemaren itu kak Jeno, sang korban terakhir. " Ucap Junwon sambil menunjuk sebuah foto yang ada pada buku tersebut.

Teman-temannya nampak terkejut dengan pernyataannya.

"Semua korban di angkatan mereka meninggal. Kecuali korban yang diserang secara mental. Bahkan di angkatan mereka cuma nyisa lima dari tujuh belas orang. Salah satunya adalah korban yang terkena serangan mental. Dan orang itu adalah kakak gue, Koo Jungmo." Kata Junwon sambil menunjuk foto orang yang dia maksud. Teman-temannya kaget pt 2.

Junwon meletakan buku itu ke atas meja. Kemudian ia mengambil kertas-kertas yang tadi ia letakan di hadapan Nicholas.

"Ini adalah pola pengambilan korban. Korbannya adalah setiap orang yang punya jabatan sebagai ketua organisasi. Di angkatan dulu, semua anggotanya adalah ketua dan wakil ketua organisasi. Sedangkan angkatan kita enggak. Dan juga ada beberapa orang yang bersangkutan dengan angkatan dulu. Mungkin itu juga yang jadi penyebab angkatan kita gak separah dulu." Junwon menjelaskan sambil menunjukan susunan organisasi terbaru.

"Dan ini, adalah petunjuk kalau kutukan itu udah dimulai. Bahkan sekarang udah ada koban nyawa, yang itu artinya ada seseorang di antara kita yang mencari tahu tentang keadaan ini." Ia mengangkat peraturan OSIS dan syarat menjadi anggota.

"Siapa pelaku dari angkatan terdahulu?" Hikaru bertanya dengan serius.

"Seseorang yang punya jabatan tinggi di sekolah." Junwon menjawab dengan senyum simpul diwajahnya.

"Apa ini gak bisa di hentikan? Apa kita semua bakalan mati kayak angkatan terdahulu?" Harua gemetar. Ia takut, sangat takut.

"Bisa, dan kak Jeno sudah memilih si eksekutor."

"Siapa si eksekutor itu? Apa itu lo? Lo kan adik dari korban." Ucapan Yejun yang mendapat anggukan dari yang lainnya.

"Menurut lo kenapa kak EJ dan kak K baik-baik aja, sedangkan mereka adalah ketua ekstra?" Junwon menjeda kalimatnya.

"Penumbalan ini gak mau darah yang sama. Begitu pula dengan eksekutor. Orang yang bersangkutan dengan korban terdahulu akan aman dari pemumbalan, tapi juga gak bisa berbuat apa-apa. Mangkanya yang kena kutukan itu turun ke wakil mereka, Taki dan Gaku." Jalasnya lagi.

"Tapi Minhyung bukan jajaran pimpinan." Sergah Yuma.

"Iya, itu bener kalau Minhyung bukan jajaran pimpinan, tapi dia ada di lokasi kejadian eksekusi tumbal pertama delapan tahun lalu. Dan hantu itu udah ngincer dia sejak saat itu. Kalau kalian gak tau, Minhyung gak di terima di SMA favorit manapun sedangkan nilai dia lumayan bagus. Dan cuma sekolah ini yang mau nerima dia."

Mereka semua mulai faham dengan apa yang Junwon jelaskan. Sekarang semuanya mulai jelas. Segala kebingungan mereka mulai berdasar. Dan pikiran mereka tidak se acak sebelumnya.

Ketakutan mereka pun semakin besar. Tidak bisa di pungkiri kalau mereka merasakan rasa takut yang begitu mendalam. Ruangan itu kembali hening.

Melihat teman-temannya yang sibuk dengan pikiran masing-masing, Junwon memilih untuk kembali ke tempat duduknya. Ia pandangi teman-temannya satu per satu. Merasa tidak mendapati satu respon apapun, ia menggedikkan bahunya acuh. Junwon memilih kembali mengupas kuaci dan memakannya dengan santai.

"Udah Won?" Tanya EJ yang sedari tadi mengamati sambil bersandar pada dinding di belakangnya.

"Udah kak itu aja, yang lain bakalan kita ketahui seiring berjalannya waktu." Junwon menjawab tanpa mengalihkan pandangannya. Terlalu asik mengupas kuaci saudara-saudara.

EJ tidak memanggapi lagi. Mata teduhnya masih sibuk melihat seseorang, yang sedari tadi terlihat panik. Sosok itu terlihat ketakutan hingga tubuhnya tidak berhenti bergerak. Ia menghela nafas pelan. Sepertinya mereka benar-benar harus menyelesaikan ini sampai akhir. Karena korban ke enam itu sudah ada. Si korban mental sudah di eksekusi.



Tbc.

Cieeeeee ada yang nungguin ya?!

Percaya diri banget anjrita - Readers.

Sengaja update hari ini, pas banget hari Jum'at tanggal 13. Aku tau ini part ancur banget, tapi aku harap kalian puas sama chapter ini.

Btw ada salam dari ketos kesayangan kita nih.

Terimakasih yang sudah membaca sampai akhir, jangan lupa tinggalkan jejak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terimakasih yang sudah membaca sampai akhir, jangan lupa tinggalkan jejak.

BuronanDispatch 🦉

For(got)end | &AuditionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang