Gerbang lengkung itu menutup di belakang mereka.
Dan mereka pun telah sampai di 'dunia lain' itu. Yang sejujurnya tidak jauh berbeda dengan dunia mereka sendiri. Hanya saja, kalau dunia di luar gerbang lengkung tadi berada di malam hari, maka di sini sebaliknya. Dunia berada pada siang hari, dengan matahari yang jaraknya lebih jauh dari Bumi tempat tinggal mereka. Namun, terangnya sinar matahari itu sama dengan terangnya sinar matahari di dunia mereka.
Mereka berdiri di sisi sebuah bukit, sementara di hadapan mereka terbentang lembah dengan jurang yang sangat dalam. Mereka segera menyadari bahwa mereka berdiri tepat di bibir jurang itu. "Teman – teman, pegang tangan orang di samping kalian. Kita berjalan mundur perlahan. Bagi yang takut, tutup mata kalian. Jangan sampai kita jatuh dan mati konyol di tempat ini.", ujar Jin. Dan mereka pun saling berpegangan tangan dan melangkah mundur secara perlahan, sampai....
SRAK!! "AAAHH!!!"
....mereka mendengar suara teriakan Bomi. Rupanya tangannya berkeringat dan terlalu licin sehingga pegangannya terlepas dari tangan Jimin dan Minah. Ketika mereka membuka mata, tampak sebuah lubang cukup dalam di tempat awal Bomi berpijak.
"BOMI-YA!!", jerit mereka bersamaan. Mereka berdiri di tepi lubang yang tak terlihat ujungnya itu dengan cemas. Minah dan Jimin berlutut di sisi lubang itu karena shock sementara Jin mencari sesuatu di sekelilingnya. Dan dapatlah sesuatu itu. Sebuah batu berukuran genggaman tangan. "Minggir!", teriak Jin. Lalu dia melempar batu itu ke dalam lubang. Sudah lima menit sejak batu itu di lempar, tapi mereka tidak mendengar suara batu itu yang mencapai dasar jurang.
"Sepertinya lubang ini cukup dalam. Mungkin sampai ke dasar jurang ini. Tidak aman kalau kita melompat ke dalam lubang itu.", ujar Jin. Sementara Minah sudah terisak kecil. Wendy pun tergerak untuk menenangkan Minah.
"Lalu bagaimana caranya kita menyelamatkan Bomi noona, hyung? Akan memakan waktu kalau kita mencari jalan memutar menuruni bukit ini.", sesal Jimin. Seharusnya dia memegang tangan Bomi lebih erat dari tadi. Kalau saja dia lebih sigap, maka dia masih bisa menahan Bomi supaya tidak terjatuh.
"Tidak ada cara lain, Jimin-ah. Kita harus berjalan memutar. Semoga saja Bomi bisa bertahan.", ujar Jin. "Kajja! Kita harus bergerak cepat menyelamatkan Bomi, lalu mencari pintu gerbang itu.", lalu Jin berjalan mendahului mereka. Jimin berjalan mengikutinya, masih merasa menyesal. Minah dan Wendy berjalan paling belakang.
Sementara itu, perjalanan mereka tengah diawasi oleh seorang wanita cantik bersayap indah. Senyum itu terkembang tipis di wajahnya. Mahkota cantik itu bertengger di atas rambutnya yang indah. Dia mengamati baskom penuh air yang memantulkan bayangan Jin, Jimin, Minah, dan Wendy.
"Aku tahu kalian akan datang, cepat atau lambat."
*****
South Korea, at the same time....
Yeoja cantik itu kini tengah berdiri di halaman depan sebuah sekolah. Ini bukan kali pertama dia mengunjungi sekolah itu. Di sekolah itulah dia bertemu dengan Kim Seokjin yang sedang menjemput adiknya, Park Jimin. Di sini, di sekolah ini, Bora berharap dia bisa bertemu dengan Park Jimin dan menanyakan keberadaan Kim Seokjin.
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Satu per satu murid – murid itu keluar dari kelas mereka. Namun, Bora tidak melihat satupun murid namja yang menyerupai ciri – ciri Park Jimin yang terakhir dia lihat. Bahkan sudah dua puluh menit sejak bel itu berbunyi, Bora masih berdiri di situ dan tidak menemukan seorang Park Jimin.
"Permisi, apa kamu mengenal seorang namja bernama Park Jimin? Dia salah satu siswa di sini?", tanya Bora kepada salah satu murid yang lewat. Murid itu, yang ternyata adalah seorang namja, tampak terdiam sesaat ketika ada seorang yeoja cantik yang mengajaknya berbicara. Bora balas menatap murid namja itu dengan kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHASSEUR (BTS FF)
FanfictionAda saat dimana dunia ini dikuasai oleh makhluk mitos dan legenda. Tugas seorang Chasseur lah untuk melindungi dunia dari genggaman mereka.