13 - Keluarga?

147 133 44
                                    

Haiiii hai haiii
Selamat datang
dan
Selamat membaca
Happy Reading!
.
.
.

Hubungan Zein dan Zara menjadi lebih baik sejak hari itu, sikap hangat Zein sekarang membuat Zara menjadi lebih nyaman. Meski Zein tidak pernah mengungkapkan perasaannya, tapi Zara yakin bahwa semua sikap Zein sudah menjelaskan semuanya.

Saat ini Zein sedang duduk untuk sarapan setelah selesai bersiap dengan seragam sekolahnya, karena Zein adalah anak tunggal jadi wajar jika rumahnya memang terlihat sepi.
Hanya ada Mama, Papa, Zein, dan gadis itu. Sepupu Zein.

Seperti biasa hanya ada keheningan disana, ditemani dentingan sendok yang sesekali terdengar. Zein sudah terbiasa dengan keadaan itu, tidak pernah ada percakapan yang hangat seperti sebuah keluarga.

Apa itu keluarga?. Ya, Zein memang memilikinya tetapi tidak ada rasa didalamnya. Ketika orang bilang bahwa keluarga adalah tempat bersandar yang nyaman dan tulus justru Zein malah merasa sebaliknya.

Itulah alasan mengapa Zein terkadang enggan untuk pulang ke rumah lebih awal. Karena menurut Zein rumah itu hanyalah sebuah bangunan bukan tempatnya pulang.

"Gimana nilai kamu?". Tanya Papa Zein tanpa melirik putranya.

"Papa nggak mau nilai kamu sampai ada yang turun. Awas aja".

Zein menelan makanannya dengan susah payah, lelaki itu meletakkan sendoknya. Lelaki itu menghela napas gusar, bosan dengan pertanyaan itu setiap hari.

"Bisu ya?, Apa di sekolah kamu nggak diajarin sopan santun sama orang tua?". Tanya Papa Zein lagi dengan tegas.

"Makin lama makin ngelunjak kamu". Imbuhnya

"Pa, tenang. Jangan emosi". Ujar Mama Zein, ia mengelus pundak suaminya untuk menenangkan. Wanita paruh baya itu menatap Zein, memberikan kode untuk minta maaf kepada Papanya.

"Maaf, Zein berangkat". Ujar Zein lalu beranjak mengambil tas dan bergegas meninggalkan rumah itu.

Didalam mobil Zein memukuli stir mobil, rahangnya mengeras. Tangannya mengepal menahan amarahnya.

"Gue capek. Mereka nggak pernah menganggap gue sebagai anak, gue cuma sebatas pewaris tunggal".

Lelaki itu terus melajukan mobilnya sampai didepan rumah Zara, gadis itu sudah berdiri didepan gerbang dengan senyum manisnya.

"Hai Zein" Sapa Zara setelah masuk ke mobil. Gadis itu terdiam saat melihat Zein hanya menunduk tanpa melirik atau menjawabnya.

"Zein. Zein kamu nangis?" Tanya Zara. Gadis itu menyentuh tangan Zein yang menggenggam stir mobil dengan kuat.

Lelaki itu mulai terisak, ia menoleh kearah Zara lalu menarik gadis itu kedalam dekapannya.

"Gue capek Ra" Ujar Zein lirih.

"Pasti orang tua kamu lagi ya. Sabar ya Zein, kamu pasti kuat kok". Ujar Zara mencoba menenangkan, gadis itu menepuk punggung Zein pelan. Zara tahu Zein lelah dengan semua ini.

Sebenarnya Zein termasuk orang yang pintar di sekolah. Bahkan sering mengikuti beberapa lomba dan olimpiade, sangat berbanding jauh dengan Zara yang dibawah standar. Tetapi orang tua Zein selalu menuntut kesempurnaan, semuanya harus sempurna.

Sampai mereka melupakan bahwa, semua orang itu pintar dibidang mereka masing-masing.

"Zein, ayo berangkat" Ujar Zara sembari hendak melepaskan pelukannya.

"Gue mau gini dulu, satu menit"

• • •

-Rumah Reno-
06.40 WIB

ZeinaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang