15 - Arti Keluarga

123 118 18
                                        


Zein mengajak Reno dan Victor ke garasi rumahnya, setelah mendengar cerita tentang mobil Reno dan Ayahnya membuat lelaki itu geram. Bagaimana bisa ada sosok Ayah yang sangat tega bahkan dengan anak kandungnya sendiri. Karena itulah Zein memutuskan untuk memberikan salah satu motor miliknya untuk Reno.

"Lo serius Zein mau ngasih ini motor?, ini kan motor kemenangan lo" Ujar Reno tak enak, begitu banyak kenangan Zein dengan motor ini dulu.

"Hm, ambil aja" Ujar Zein yakin.

Reno melangkah, mengelus motor itu. Masih ada bekas lecetan disana. Ternyata Zein masih tetap mengenang goresan itu.

"Gue kangen sama semuanya" Ujar Reno. Victor melangkah mendekatinya, memegang motor itu kemudian tersenyum tipis.

"Kita udah sepakat buat lupain ini" Ujar Zein dingin.

"Gue masih bisa naik angkutan umum Zein, gue jadi nggak enak sama Lo" Ujar Reno setengah jujur. Sebenarnya tujuan ia mengatakan itu hanya untuk mengalihkan pembicaraan mereka, karena sikap Zein yang tiba-tiba menjadi dingin.

"Lo anggep gue sebagai temen nggak? Gue nggak mau enak-enak naik mobil tapi temen gue tiap hari susah mau berangkat sekolah harus nyari transportasi umum" Jelas Zein.

Zein memberikan kunci motornya kepada Reno, lelaki itu menerimanya dan segera memeluk Zein untuk mengucapkan terima kasih. Victor nampak tersenyum namun masih tetap dengan mode dinginnya, meskipun ia terlihat cuek tapi sebenarnya lelaki itu juga menyayangi mereka berdua.

"Kalau saudara tiri Lo itu sekolah sama kita, udah habis dia ditangan gue" Ujar Victor membuka suara. Reno dan Zein menoleh kearahnya kemudian sama-sama terdiam, mereka bergelut dengan pikiran masing-masing.

"Dia nggak mungkin berani lawan kita" Ujar Zein kemudian tersenyum smirk. Tapi memang benar selama dua tahun di sekolah itu tidak ada yang berani melawan mereka, termasuk Alden yang cukup ditakuti di sekolah.

Reno menghela napas, semua masih terasa menyakitkan baginya. Memori bahagia bersama Ayahnya dulu melintas cepat diingatan, membuat lelaki itu geram dengan semua keadaan ini.  Lelaki itu menegakkan tubuhnya kemudian menatap kedua sahabatnya bergantian.

"Gue harap dia nggak pindah ke sekolah kita, dia itu licik. Gue udah nggak mau berurusan sama mereka lagi"

Saat keheningan terjadi beberapa saat tiba-tiba pintu gerbang terbuka, seorang gadis masuk lalu tersenyum kearah mereka. Reno merasa asing saat melihat gadis itu namun tidak dengan Victor, itu adalah gadis yang sama saat ia bertemu Zein di dekat toko buku kala itu. Karena mendapat tatapan tak menyenangkan dari Zein akhirnya gadis itu memutuskan untuk langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Dia siapa Zein? Kok gue nggak pernah lihat?" Tanya Reno.

"Dia sepupu gue" Jawab Zein seadanya.

"Gue mau masuk bentar." Setelah mengatakan itu Zein langsung berjalan cepat kedalam rumahnya. Lelaki itu segera menghampiri Raya yang sedang mengambil minum di dapur.

"Eh, Zein. Nyari apa?"

"Jangan pernah keluar disaat gue sama temen-temen. Gue mohon," ujar Zein menatap Raya dalam.

"Tapi aku tunangan kamu, Zein."

Zein mendekat kearah Raya dan menggenggam kedua jemari itu lembut, menatap kedua manik mata Raya yang indah.

"Lo cinta kan sama gue? Gue mohon lakuin ini demi gue, demi hubungan kita."

Raya berdehem pelan kemudian mengangguk ragu, "Iya sayang."

• • •

Zara dan Renata sedang menyiapkan makan malam, karena hari ini Rendra akan pulang ke rumah setelah bisnis diluar kota. Tak lama kemudian Zein masuk setelah Bi Ijah membuka pintu utama, tentu saja karena Zara mengundangnya.

ZeinaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang