Undangan Makan Siang

8.5K 1.1K 401
                                    


Anin senang sekali, karena hari ini, mereka menerima undangan makan siang di rumahnya Pandu. Pokoknya, ketika mereka ke sana nanti, keluarga besar Pandu harus menyukai Alista dan kagum kepada Alista. Tentu saja, bukan hanya Alista saja yang harus disukai oleh keluarga besarnya Pandu, mereka harus menyukainya juga sebagai ibunya Alista. Karena kata mereka ini makan siang yang spesial, Anin berpikir, dia tidak boleh terlihat kampungan. Tapi semua bajunya, baju kurung semua, tidak ada terlihat modern sama sekali.

"Mak," panggil Alista.

"Ta, baju amak ndak ado yang rancak do Ta. Modelnyo terlalu kampungan. Maso ka rumah Pandu, pakai baju yang saburuak iko. Kau balin lah Ta, amak baju yang rancak di Jakarta," ujar Anin. (Ta, baju amak nggak ada yang bagus Ta. Modelnya terlalu kampungan. Masa ke rumah Pandu, baju yang dipakai sejelek ini? Kamu belikan lah Ta, amak baju yang bagus di Jakarta)

"Yo, besuak Ta balin Mak," tutur Alista.

"Paralu kini. Tapi ndak baa lah, pakai iko ajo lah," ucap Anin agak tidak mau memakai bajunya yang ini. Tapi bajunya yang dia pegang ini, lebih baik dibandingkan dengan baju yang lain.

Alista menghela napasnya terlebih dahulu, sebelum mengatakan apa yang ingin dia katakan kepada mamaknya. Semoga saja mamaknya mau menerima apa yang dia katakan. "Mak, kayaknyo awak ndak pai ka rumahnyo Pandu, Mak," ujar Alista tidak enak kalua ikut makan siang bersama dengan keluarga Pandu. Padahal dia kan, cuma teman Pandu saja, bukan pacarnya Pandu. Alista sebenarnya sudah selesai bersiap, hanya saja hatinya ragu untuk pergi.

"Kau ko baa Ta? Amaknyo Pandu kan ala maundang awak, baa pulo awak ndak pai?" (Kamu ini gimana sih Ta? Mamanya Pandu Kan sudah undang kita. Kenapa pula kita nggak datang?

Bagaimana bisa mereka akan menolak undangan spesial ini. "Kalau mereka undang awak, berarti awak spesial untuk keluarga mereka." (Kalau mereka undang kita, berarti kita spesial untuk mereka.

"Tapi Mak, Di situ pasti nanti ado Airin. Amak kiro, mereka hanyo mengundang awak? Ndak Mak. Pasti Airin, datang juga." (Tapi Mak, di sana pasto nanti ada Airin. Amak kira, mereka hanya undang kita? Ndak Mak. Pasti di sana juga ada Airin)

Tidak mungkin hanya mereka saja yang datang, Airin pasti akan ikut diundang oleh orang tuanya Pandu. Dai hanya tidak ingin mamaknya terlalu berharap dengan acara undangan ini, karena ini hanya bentuk salam cambutan mamaknya karena sesekali ke Jakarta.

"Padia lah, kalau sih Airin tu datang. Ancak lah nyo. Biar orang tua sih Pandu bisa membandingkan, siapo yang lebih pantas untuk Pandu. Lagian amak yakin, kau tu lebih berkelas dari sih Airin tu. Kau kan lulusan terbaik, pacar Pandu tu pasti ndak sepintar kau Ta. Jadi ndak usah lah, kau harus minder." (Tidak masalah, kalau Airin itu datang, malahan semakin bagus. Biar orang tua Pandu bisa membandingkan, siapa yang lebih pantas untuk Pandu. Lagian amak yakin, kamu tu lebih berke;as daripada Airin itu. Kamu tu lulusan terbaik, pacar Pandu tu pasti juga ndak sepintar kamu, walaupun dia anak kedokteran juga)

"Tapi Mak, Vino...." Belum selesai Alista melanjutkan ucapannya, mamaknya sudah lebih dulu memotongnya.

"Ndak ado caritonya kau samo Vino do Ta. Kau tu beda kelas samo Vino." Masa orang yang belum lulus, bersanding dengan anaknya yang seorang dokter muda? Sudah jelas, mereka itu beda kelas. Walaupun Vino anak orang kaya, tetap saja, itu tidak cukup, karena yang dibutuhkan tidak hanya uangnya saja, tapi kapasitas otak juga.

"Ala barapo kali amak kecek ka kau, semua idealnya seorang laki-laki, hanyo ado didiri Pandu." (Sudah berapa kali amak bilang sama kamu, semua idealnya seorang pria, hanya ada didiri Pandu) Pandu itu tidak hanya kaya, tapi juga seorang dokter dan keluarganya bahkan lebih kayak daripada keluarga Vino.

"Dan kau hanyo pantas untuk Pandu. Kau itu kuliah tinggi-tinggi, supayo kau ndak mendapatkan suami kayak bapak kau. Ingek Ta, adiak kau masih ado di kampung yang sakolah. Jadi kau pikian laki yang ka dijadikan suami tu," (Dan kamu hanya pantas untuk Pandu. Kamu itu kuliah tinggi-tinggi, supaya kamu nggak mendapatkan suami kayak bapak kamu. Ingat Ta, di kampung kamu masih ada adik yang masih sekolah. Jadi kamu pikirin pria yang akan dijadikan suami itu), ujar Anin menegaskan sekali lagi kepada Alista, karena dia tidak ingin pria yang jadi suami putrinya nanti merupakan pria yang tidak bisa menjami kehidupan Alista dan keluarganya.

Alista hanya bisa menghela napasnya dengan berat, dan matanya juga sampai berkaca-laca menjelaskannya kepada mamaknya. Namun mamaknya tidak pernah mau mendengarkannya sama sekali.

***

Sepanjang perjalanan, Anin selalu mendumel kepada Alista. Masa ke rumahnya Pandu, mereka memakai angkot? Mana di depan komplek rumah Pandu mereka harus pakai ojek lagi, karena angkot tidak boleh masuk ke komplek. Padahal kan ini pertama kalinya mereka ke rumah Pandu, setidaknya harus pakai taxi.

"Pakai taxi ka siko apo salahnyo sih Ta? Pilik bana kau menyenangkan diri sendiri sama amak kau ma." (Pakai Taxi ke sini apa salahnya sih Ta? Menyenakan diri sendiri sama amak sendiri, pelit kali)

"Bukannyo pilik mak, tapi biaya taxi maha dari kosan Alista ka rumah Pandu." (Bukannya pelit Mak, tapi biaya taxi mahal dari kosan Alista ke rumah Pandu) "Amak kan tahu, Alista masih dokter muda, jadi uang Alista masih cukup-cukup untuk makan."

"Tu kau kan marason, baa jadi orang susah. Makanyo, amak minta kau samo Pandu, rumahnyo kau caliak, labiah ancak dari rumah Vino tu." (Kamu kan tahu rasanya, gimana jadi orang susah. Makanya, ama minta kamu sama Pandu, rumahnya kamu lihat, lebih bagus daripada rumahnya Vino)

Alista memilih untuk menghentikan pembicaraan saja. Karena pasti makanya akan selalu mengatakan hal itu saja. "Yuk lah mak, masuk," ujar Alista hendak berjalan ke pintu gerbangnya rumah Pandu. Namun baru saja Alista mau melangkahkan kaki, sebuah mobil putih dengan merek Toyota Alpard, datang sehingga membuat langkah Alista dan Anin terhenti. Anin yang di kampung belum pernah melihat mobil semewah dan seelegan ini, sangat terpana pada pandangan pertama. Di kampungnya, orang kaya sekalipun, tidak ada yang memakai mobil ini.

Tidak lama mobil itu datang, gerbangpun terbuka memberikan akses kepada mobilnya, dan Alista sudah memiliki firasat yang tidak enak dengan mamaknya setelah ini. Karena Alista tahu, siapa yang datang dengan mobil itu. Dan benar saja seperti yang dia duga, di sana, terlihat Airin keluar dari mobil yang baru datang itu. Tidak hanya Airin, seorang wanita setengah baya, seperti seumuran dengan mamaknya juga keluar dari mobilnya. Dan Alista pernah meihatnya, karena tidak lain, dia adalah Bundanya Airin.

*** 

Mau aku update sering lagi nggak nih? Kasih tahu teman-teman yang lain ya, kalau Hai Pandu update...

Hai Pandu (SEKUEL PACARKU PRESIDEN MAHASISWA 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang