Privilege

12.2K 1.8K 297
                                    

Hai semuanya, hari ini Hai Pandu kembali update ya. Jangan lupa ramaikan setiap paragraf, biar makin semangat aku updatenya.

Selamat membaca

***

Diperjalanan mengantarkan mamaknya Alista ke indikost, Anin mamaknya Alista menatap kagum Pandu dan juga putrinya, mereka seolah pasangan yang serasi.

"Pandu, gimana kabar orang tuannya?" tanya Anin dengan memakai bahasa Indonesia, tapi masih ada logat Minangnya.

"Alhamdulillah ayah sama bunda sehat, Bu," jawab Pandu seadanya.

"Alhamdulillah. Oh iya, waktu wisudah kalian, mak nggak sempat bicara sama orang tua Pandu, kelihatannya sibuk banget, jadi agak nggak enak buat nyapa, apalagi keluarga Pandu dari keluarga terpandang, sedangkan orang tua Alista dari keluarga yang biasa saja." Anin berbicara merendah.

"Tapi mereka nggak pikirkan status sosial orang kok bu." Pandu sudah terbiasa menghargai setiap orang, apalagi saat bicara dengan orang tua, ya itulah didikan dari kedua orang tuanya.

"Pantas saja, putranya begitu sopan," ucap Anin semakin yakin kalau Pandu memang lelaki yang pantas buat Alista putrinya. "Alista memang dari keluarga yang biasa saja, ya bisa dibilang ndak berada, tapi Alista pintar, prestasinya juga banyak, jadi mau dari keluarga kayapun, Alista masih bisa dibanggakan, apalagi dia seorang dokter."

"Oh iya, waktu kalian wisudah, mak menginap di rumahnya teman Alista, Pandu tahu?"

Pandu mengangguk. "Tahu bu, Vino dan Vina kan sama-sama teman kita bu."

"Tapi mereka udah selesai kuliahnya?" tanya Anin lagi dan Pandu melirik Alista.

"Mak, Pandu lagi fokus samo jalan mak," tegur Alista, takutnya Pandu menjadi tidak nyaman karena mamaknya terus saja bertanya.

"Mak cuma batanyo, Ta, apo salahnyo? Lagian kaupun bisa manjawek kan Nta? Kan kawan kau juo."

(Mak cuma bertanya Ta, apa salahnya? Lagian kamupun bisa menjawabnya, kan temanmu juga.")

"Kalau Vina ala Wisudah, Vino belum," jawab Alista ragu.

"Ya ampun Vino alun wisudah lai? Kok bisa? Pasti banyak main," duga Anin, "punya kawan lai kayak Pandu, tapi kok jauh beda, sia-sia kuliah mantuak (kayak) itu," tutur Ainin memakai bahasa Indomie, alias Indonesia Minang yang dicampur.

"Tapi Vino nggak banyak main kok bu, hanya saja memang kadang masalah setiap mahasiswa waktu skripsian itu beda-beda. Kebetulan Vino dapat dosen pembimbingnya profesor, jadi agak sulit bu dan profesornya juga kadang ke luar negeri," jelas Pandu membela Vino dengan sopan supaya tidak membuat maknya Alista tidak tersinggung.

Setelah mengantarkan Maknya Alista ke indikost, mereka kembali ke rumah sakit.

"Ndu, maafin mamakku karena tadi banyak tanya ya."

"Nggak masalah Ta. Tapi, kamu jelasin ke mamakmu ya tentang hubungan aku dengan Airin dan juga hubungan kamu sama Vino. Aku nggak mau mamakmu jadi salah paham antara kita, aku nggak mau ada kesalahpahaman antara aku dengan Airin lagi, terlebih Vino adalah sahabat aku."

Alista tersenyum kecut. "Iya Ndu, aku ngerti kok."

"Makasih ya Nta," tutur Pandu.

Setelah mereka turun dari mobil, Pandu dan Alista langsung ditemui oleh Astra.

"Kebetulan nih kalian udah sampai. Ndu, dokter Danu tadi titip pesan ke gue, kalau lo udah sampai langsung pergi ke ruangan lansia ruangan melati yang pasien kakek-kakek yang terkena hipertensi itu," ucap Astra. Dokter Danu adalah konsulen Pandu dan juga Astra, atau bisa dibilang dokter yang membimbing mereka saat masih jadi dokter muda. "Gue mau ke tempat dokter Danu dulu, periksa pasien lainnya."

Hai Pandu (SEKUEL PACARKU PRESIDEN MAHASISWA 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang