NAH GINI KAN ENAK! VOTE BENTAR DOANG KAN GAMPANG WOOO! Jadi jangan sampe aku ceramah lagi cuma buat vote doang, capek.
Sadar diri aja masing-masing, vote diawal atau diakhir chapter, jangan sider!
200 vote dan 70 komen ayo🏃
Happy Reading
Genggaman tangan Airan masih ada ditangan Dhivio, mereka berdua terbang bersama menuju Gunung Mutiara, dan ternyata disana sudah ramai.
"Lihat Nona, pertunjukan akan segera dimulai!"
Licyo bertengger dibahu Airan saat mereka sampai di pintu masuk ruangan besar tempat Mutiara kehidupan di simpan.
"Kok ramai sekali." gumam Dhivio heran.
Mereka berhenti terbang lalu turun tepat di pintu masuk, mengamati gerombolan Peri yang sedang menyorak-nyoraki seseorang.
"Hei, ada apa ini?" Airan bertanya pada salah satu Peri daun, dia tau apa yang terjadi tapi sengaja bertanya untuk memperdalam aktingnya.
Peri Daun bernama Rom itu menoleh ke sumber suara, dia sempat terdiam memandang wajah dan sayap Airan yang indah.
Siapa yang tak tau Airan, Peri angin tercepat di dunia Peri, memiliki paras luar biasa yang diakui penjuru koloni Peri.
"Eh anu, itu, Firloan ditangkap karena mencuri Mutiara kehidupan, dia akan dilempar ke Jurang kematian." jelas Rom dengan rona merah dipipinya.
Airan ber oh ria sementara Dhivio tertegun ditempat, dia hanya tak menyangka Firloan bisa melakukan hal buruk seperti itu.
"Aku tidak mencuri mutiara itu, sungguh aku dijebak!" bela Firloan dihadapan para Tetua setiap Koloni Peri.
"Bukti nyata sudah terpampang, kau memegang mutiara itu dan ingin membawanya pergi!" sentak Tetua Koloni Peri Angin.
"Sesuai peraturan, kau harus dilempar ke Jurang Kematian!" seru Tetua Koloni Peri Air.
Firloan menggeleng ribut, sial, seharusnya Dhivio yang ada diposisi ini bukan dia, tapi kenapa bisa sampai seperti ini.
Tetua Koloni Peri Api tak mau membela, karena mereka selalu abai pada sesama jadi masalah ini bukan urusan mereka.
"Nona, anda harus mencegah Firloan dibuang ke Jurang Kematian, anda harus membuat Firloan dan Vilzia dibuang dari Koloni Peri."
Seringai tipis Airan berikan, dia melepas genggaman tangan Dhivio lalu mendekati para Tetua.
Airan hanya tak sadar kalau Dhivio merasa kehilangan saat Airan melepaskan genggamannya, peri es berambut putih itu menunduk menatap telapak tangan yang tadi Airan genggam.
"Kehangatannya hilang.." gumam Dhivio lirih.
Dia berjalan menyusul Airan, genggaman itu tak boleh lepas lagi darinya.
Perasaan ini Familiar sekali, Dhivio tak pernah merasakan hal ini sekalipun pada Vilzia.
"Airan, di masa depan jangan melepas genggaman ini sepihak." tegur Dhivio dengan suara pelannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrator of Antagonis [End]
FantasyMenjadi seorang penyintas yang bertugas sebagai penolong pihak Antagonis, dia selalu merubah takdir Antagonis yang tak adil, tapi semua itu selalu melenceng dari rencana nya. Airan, pasti akan bermasalah dengan salah satu tokoh dalam dunia yang dia...