Cuaca akhir-akhir ini selalu mendung. Kadang turun hujan lebat dan berpetir, kadang hanya rintik gerimis. Hal itu sangatlah sesuai dengan suasana hati Jivanka.
Lewat satu hari setelah dia mengetahui tentang kondisi kesehatannya yang mengejutkan, Jivanka masih belum memutuskan apapun tentang bayi dalam kandungannya. Ini keputusan yang sangat sulit. Rino tidak menekannya sama sekali untuk segera memberikan jawaban, dia bahkan tidak pernah membahas hal itu lagi. Rino memperlakukan Jivan seperti biasanya, seakan semua baik-baik saja.
Makan siang datang. Petugas rumah sakit mengantarnya.
"Terima kasih."
Bubur lagi, kah? Ah tidak, sepertinya kali ini sudah diganti menjadi nasi tim.
"Makan dulu, ya."
Jivan menerima air mineral pemberian Rino dan meminumnya. Kemudian suapan demi suapan nasi masuk ke dalam mulutnya, Jivan dia menolak, walaupun rasa makanan rumah sakit tidak enak buatan Rino.
"Mau lagi sayurannya?"
Jivan menggeleng. Dia merasa sudah cukup kenyang dengan menghabiskan nasi tim yang porsinya tidak terlalu banyak itu. Rino menaruh sisa makanan Jivan. Kemudian memberikan segelas air mineral lagi pada istrinya. Rino senang, Jivan tidak sulit untuk makan, dia juga tidak rewel ingin makan ini dan itu.
"Kak."
"Hm?"
"Apa... suatu hari nanti, aku akan lupa sama kakak?"
"Sayang, kalaupun itu terjadi, kakak akan selalu mengingatkan kamu kembali."
"Suatu hari nanti, aku bukan lagi Jivanka yang kakak kenal."
"Bagi kakak, kamu tetaplah Jivanka. Satu-satunya Jivanka."
Tangis itu kembali pecah. Jivanka tidak bisa lagi hanya diam dan menyimpan tangisnya sendiri hingga dadanya terasa sesak. Sejak kemarin, bagi Jivan rasa sesak itu tidak pernah hilang bahkan se-detik pun.
"Sayangku, apapun hal yang kamu lupakan, kakak akan selalu membantu kamu mengingatnya lagi. Jangan khawatir, oke?"
Jivan selalu berpikir, bagaimana dia bisa memikat seorang Adrino hingga lelaki itu mencintainya begitu dalam, bahkan rela melakukan apapun demi Jivanka. Dosa apa yang telah Rino lakukan di masa lalu, hingga dia bisa terlalu mencintai manusia sepertinya, Jivan selalu berpikir seperti itu. Bagi Jivan, Rino adalah titik kesempurnaan hidupnya. Yang dia tidak tahu, bagi Rino pun, Jivan adalah dunianya.
"Little Vanka... aku sudah berpikir yang terbaik tentang ini. Aku tahu, ucapan kak Ben benar. Akan sangat sulit bagi aku untuk memiliki anak, untuk melahirkannya, dan untuk membesarkannya. Aku sayang sekali pada Little Vanka kita, aku senang saat dia hadir, kakak tahu kan ini yang aku tunggu dari lama. Tapi aku berpikir, bagaimana jika nanti aku bahkan tidak mengenali anakku sendiri? Aku hanya bisa merepotkan kakak, kakak akan repot mengurus aku dan juga anak kita. Bagaimana jika aku bahkan bisa mencelakainya? Membiarkannya tenggelam di bak misal, atau membiarkannya terjatuh dari tempat tidur. Aku hanya akan mempersulit semuanya, kakak dan anak kita nanti. Mungkin ini yang terbaik kak, aku harus merelakan Little Vanka kita."
Rino tidak tahu apakah dia harus senang dengan keputusan ini atau tidak. Karena tak ada satupun yang ingin dia korbankan, baik Jivan maupun Little Vanka mereka.
"Maaf, seandainya kakak punya keajaiban, kakak akan selamatkan kalian berdua."
Rino menangis di dalam pelukannya. Jivan tahu selama ini sosok itu hanya mencoba untuk menjadi kuat, nyatanya Rino sama rapuhnya dengan Jivan.
"Aku punya satu permintaan. Sebelum Little Vanka kita benar-benar pergi, aku ingin melihat dia. Aku ingin tahu, berapa umurnya saat ini."
Dan Adrino mengabulkannya saat itu juga, dia meminta untuk melakukan USG pada Jivan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMBO
FanfictionPada akhirnya, Adrino hanya akan menjadi orang yang terlupakan. Stray Kids. Lee Minho. Han Jisung. MinSung. Minho as Adrino Jisung as Jivanka BxB Warning ⚠️ LOCAL NAME. DRAMA. ANGST. MPREG.