Chapter 32

853 63 15
                                    

Rino berada di kamarnya, dia terbangun di tengah malam. Itu sudah menjadi hal biasa untuknya akhir-akhir ini. Dia tidak menemukan Jivan di sampingnya.

"Kakak."

Menoleh, dan dia menemukan Jivan sedang duduk di depan meja rias. Rino menghela napasnya lega. Walaupun pintu kamar sudah dia kunci setiap malam untuk mencegah Jivan keluar kamar, tetap saja rasanya dia ketakutan setiap tidak menemukan Jivan tertidur di sampingnya.

Lampu kecil yang berada di dekat meja rias dinyalakan, cahaya nya tidak terlalu terang.

"Kamu lagi apa? Ini masih malam, sayang."

Rino berjongkok di hadapan Jivan. Jivan tersenyum lalu menangkup kedua pipi Rino. Dia memberikan kecupan di bibir suaminya berkali-kali.

"Aku sayang kakak. Aku sayang Vanka. Aku sayang semuanya."

"Kakak tahu."

"Aku selalu takut untuk pergi meninggalkan kalian semua. Aku takut, kakak tidak akan baik-baik saja setelah aku pergi."

"Jivanㅡ"

"Maaf, karena aku melupakan kakak, melupakan Vanka, melupakan yang lainnya. Tapi kalian semua, selalu tersimpan di dalam hatiku. Kakak tahu kan?"

"Iya, kakak tahu."

"Jadi, aku ingin kalian juga jangan pernah lupakan aku. Maaf kalau aku egois, cukup aku yang melupakan kalian, kalian jangan melupakan aku."

"Sayang, itu tidak akan pernah terjadi. Kamu akan selalu kami ingat."

Rino tidak mengerti kenapa Jivan tiba-tiba banyak bicara seperti ini. Ini tidak seperti Jivan yang biasanya.

Jivan di hadapannya ini terlihat lebih cantik dari biasanya. Tidak, bukan berarti Jivan tidak cantik lagi sekarang, tapi kali ini rasanya berbeda. Pipinya yang tirus, entah kenapa saat ini terlihat kembali berisi. Bibirnya tidak lagi pucat. Rino melihat Jivan saat ini seperti melihat Jivan si adik kelasnya yang tidak pernah ikut apel karena tidak boleh kepanasan dan kelelahan.

"Kakak lihat deh sini."

Jivan menyuruhnya ikut bercermin. Rino terkejut melihat bayangan wajahnya yang terpantul di cermin itu. Dia seperti kembali ke masa muda nya. Rino memegang wajahnya sendiri. Ini seperti keajaiban, dia dan Jivan seperti kembali ke masa sekolah menengah atas saat pertama kali mereka bertemu.

"Ji, kenapa bisaㅡ"

"Kakak janji ya sama aku, kakak akan baik-baik saja setelah aku pergi. Lanjutkan hidup kakak bersama Vanka. Aku janji kita akan bertemu lagi suatu saat nanti, dan aku akan kembali ingat kakak seperti sekarang ini."

"Kenapa bicara seperti itu?"

"Anggap saja ini pesan dari aku untuk kakak. Kita akan kembali bersama, dengan penampilan kita di masa sekolah dulu, itu adalah masa-masa terindah dalam hidupku, jadi aku memilih masa itu."

"Jivan, kakak gak ngerti apa yang kamu bicarakan."

"Kakak gak harus mengerti, kakak cuma perlu mengingat, aku gak akan pernah benar-benar pergi, aku akan selalu bersama kakak, walaupun nanti kakak tidak lagi bisa melihat dan mendengar aku."

Jivan berdiri, menggenggam kedua tangan Rino, sementara Rino masih belum mengerti dengan apa yang terjadi.

Jivan mendekatkan wajahnya, berbisik pada Rino, "Ingat semua yang aku katakan sekarang ini ya kak."

Kemudian dia mencium bibir Rino. Rino bisa merasakan pipi Jivan basah, Jivan menangis. Rino mengikuti Jivan memejamkan matanya, keduanya terbawa suasana, malam ini mereka habiskan dengan penuh gairah dan cinta.

LIMBOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang