Chapter 30

390 47 2
                                    

Mulai playing lagu LIMBO ya guys, sama lagu yang aku masukin di media itu terus baca dah artinya, suasana nya mulai mendukung nih :")

.

.

.

.

.

Rino menatap layar laptop miliknya. Dia baru sama memindahkan foto-foto dirinya bersama Jivan dari ponsel miliknya. Rino ingin mengukir banyak kenangan bersama Jivan. Kemarin, dia mengajak Jivan pergi ke taman bunga. Jivan sangat senang, saat itu seakan Jivan hidup tanpa beban.

Rino banyak mengambil foto Jivan, baik Jivan yang tengah memetik bunga, Jivan yang sedang tersenyum ke arahnya, Jivan yang sedang makan brownies buatan Felix yang Rino bawa sebagai bekal, apapun yang dilakukan Jivan, Rino akan mengabadikannya.

Saat itu, Jivan berlarian di taman. Dia seperti merasa bebas. Rino hanya mengamatinya, yang penting Jivan masih dalam jangkauannya, itu sudah aman menurutnya.

Rino selalu berjalan beberapa meter di belakang Jivan, dia suka sekali melihat Jivan yang bertingkah menggemaskan, bahkan cara Jivan berjalan pun seperti anak kecil. Jivan menoleh, tangannya melambai pada Rino, Rino sedikit berlari menghampirinya, dia takut Jivan merasa sakit atau lelah, tapi saat Rino di dekatnya, Jivan hanya tersenyum lalu menggenggam tangan Rino.

"Kita jalannya sama-sama aja." Katanya.

Jivan memang tidak mengingat semua kenangannya dengan Rino. Rino merasa seperti dia mengenal Jivan dari awal lagi. Jivan menganggap Rino orang baik, orang yang mencintainya, orang yang melindunginya seperti Ben dan Leo, itu saja.

Tapi Rino tahu, jauh di lubuk hati Jivan, masih tersimpan rasa cinta untuknya. Karena Jivan pernah berkata, "Bahkan jika aku bukan lagi menjadi diriku sendiri, hatiku akan selalu mengingat kakak. Hatiku hanya tidak mengerti bagaimana cara mengatakannya."

Saat sebelum mengatakan hal itu, Jivan tidak henti-hentinya berucap kalau dia mencintai Rino. Saat Rino bertanya, kenapa tiba-tiba Jivan menyatakan cinta begitu banyak hari itu, Jivan menjawab, "Selama aku masih mengingatnya, aku harus mengatakannya pada kakak. Aku tidak ingin menundanya, karena besok aku mungkin tidak mengingatnya."

Rino kadang merasa tidak terima, kenapa dibanding Ben dan Leo, justru sosok dirinyalah yang dilupakan lebih dulu. Padahal dirinya yang setiap saat bersama Jivan. Kata dokter, hal pertama yang akan dilupakan adalah hal yang paling akrab dengan mereka. Tapi Rino berpikir tidak akan selalu seperti itu kasusnya, bisa saja Jivan berbeda.

Sungguh, sekarang bagi Rino yang terpenting adalah Jivan berada di sampingnya sehari lebih lama lagi. Tapi jika Tuhan memberinya waktu lebih dari itu, Rino akan lebih bersyukur.

.

.

.

Menjaga Jivan dengan begitu ekstra tentu saja berdampak pada Rino, dia menjadi lebih kurus dari sebelumnya. Perasaan takutnya akan kehilangan Jivan, perasaan khawatirnya yang berlebih, membuat dia kadang susah untuk tertidur dan kehilangan nafsu makan. Tapi Rino tidak akan menyerah, dia tidak boleh sakit.

Ben dan Leo sudah menyarankan untuk menyuruh perawat tinggal di rumah, khusus untuk merawat Jivan. Ben dan Leo pun inginnya membantu dan tinggal bersama Jivan, tapi mereka sudah memiliki keluarga masing-masing, dan pekerjaan mereka tidak bisa ditinggalkan. Rino juga menolak, alasannya karena Jivan belum tentu merasa nyaman jika bersama orang lain. Dan juga, Rino tidak mau dirinya jadi menjauh dari Jivan, dan membuat ingatan Jivan tentang dirinya semakin menghilang.

LIMBOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang