Chapter 26

360 55 2
                                    

Ini sebuah mimpi buruk yang Rino tidak pernah inginkan. Akhirnya saat itu datang. Tepat di hari ulang tahun Vanka yang ke dua tahun, sosok Rino menghilang dari ingatan Jivan.

Hari ini seharusnya menjadi hari bahagia, mereka harusnya merayakan hari ulang tahun Vanka di cafe milik Jeyan. Tapi bagaikan tersambar petir di tengah terik matahari, Jivanka menolak Rino pagi itu. Dia memberontak, dan berteriak ketakutan.

"Ibu! Tolong aku! Ada laki-laki yang tidur di kamarku!" Jivanka berlari dan bersembunyi di balik tubuh bi Dedah. Bi Dedah yang saat itu tengah mengepel lantai pun kebingungan.

"Jivan lupa sama aku, bi."

Bi Dedah saat itu bungkam, tidak tahu harus berkata apa. Rino menatap Jivan dengan tatapan sendu. Jadi begini yang dirasakan Felix dan yang lainnya saat Jivan tidak mengenali mereka. Dan kini tiba lah saatnya, Rino juga dilupakan.

Jujur, dia tidak siap dengan keadaan ini. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah siap. Walaupun Rino berulang kali mengatakan pada dirinya sendiri, suatu saat dia akan menghilang dari ingatan Jivan.

"Jivan, ini kakak. Kak Ino. Kakak ini suami kamu. Kita sudah menikah."

"Ibu, tolong. Aku takut... Orang itu tadi memeluk aku waktu aku tidur. Ibu, kak Leo dan kak Ben dimana?"

Jivan tidak menghiraukan ucapan Rino. Dia menatap bi Dedah dengan matanya yang berkaca-kaca menahan tangis.

"Den Jivan, ini den Rino, suami kamu. Beliau bukan orang asing."

"Sayang... kakak bukan orang jahat. Tolong Jivanka, tolong ingat kakak kembali."

Menatap Rino diam. Jivan lalu dengan tiba-tiba berlari ke kamar, Rino mengejarnya. Jivan menutup pintu kamar, tapi Rino sekuat tenaga menahannya. Sepertinya Jivan ingin mengurung dirinya. Dia masih menganggap Rino adalah sosok yang berbahaya.

"Pergi! Aku gak kenal siapa kamu! Jangan ganggu aku!"

"Jivan, tolong... ini kakak, sayang kakak mohon dengarkan kakak dulu ya."

Masih dengan pertahanan tubuhnya menahan pintu kamar yang didorong kuat oleh Jivan, Rino memberi gestur pada bi Dedah untuk mendekat. Lalu dia memberikan ponsel miliknya.

"Tolong hubungi Ben dan Leo, bi. Suruh mereka datang kesini secepatnya."

Kalau sudah seperti ini, hanya ada satu cara, Rino harus memanggil kedua kakak Jivan itu, hanya dua orang itu yang masih bertahan dalam ingatan Jivan.

.

.

.

Jivan duduk di ujung tempat tidur. Dia menatap Rino dengan tatapan was-was. Setiap kali Rino mendekat, Jivan akan berteriak. Jadi lah Rino hanya bisa berdiam di ambang pintu sambil menunggu kedatangan Ben dan Leo.

Rino berhasil masuk ke kamar, dia tidak akan membiarkan Jivan mengurung diri di kamar sendirian dan melakukan hal yang membahayakan dirinya. Jivan menatapnya bagaikan lelaki cabul yang habis melecehkannya semalam. Jivan ketakutan namun juga ada raut tidak suka pada Rino di matanya.

"No, ini gue! Buka pintunya!"

Itu suara Ben. Rino segera membuka pintu kamar dan membiarkan Ben masuk.

"Kakak!"

Jivanka berlari dan segera memeluk Ben. Tubuhnya bergetar ketakutan.

"Orang itu tadi tidur sambil memeluk aku, kak." Tangannya menunjuk ke arah Rino yang masih berdiri di tempatnya.

"Jivan, dia bukan orang asing. Dia Rino, suami kamu." Ben menjelaskannya dengan begitu lembut, dia berharap Jivan bisa mempercayai ucapannya.

"Aku sudah menikah?"

LIMBOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang