Chapter 22

308 59 12
                                    

Masih ingat kan dengan slogan, keinginan Jivanka adalah kewajiban bagi Rino. Dan sekarang, Jivanka mengajukan permintaan yang cukup aneh. Dia ingin berlibur ke vila, seperti yang sering mereka lakukan saat libur akhir tahun dan menghabiskan malam tahun baru dengan pesta barbeque.

Rino sudah mengatakan, "Sayang, tapi tahun baru udah lewat."

Tapi Jivanka tetap memaksa dengan dalih, "Aku belum tentu bisa lewati tahun baru berikutnya."

Lalu Rino kembali menjawab, "Tapi sekarang kan berbeda, kita punya Vanka."

"Vanka kan bisa kita bawa."

Akhirnya Rino menyerah, dia menyuruh Jivanka untuk meminta izin langsung pada kedua kakaknya. Karena mau bagaimanapun keputusan tetap ada pada Ben dan Leo.

Jivanka memasang wajah memelas, jurus andalannya. Mana ada orang yang tega melihat si gemas itu memohon dengan mata berkaca-kaca, maka akhirnya Ben memutuskan mereka akan pergi ke vila hari minggu ini.

Dan disinilah mereka, di vila milik keluarga Aryasetya, tempat biasa mereka menghabiskan waktu setiap malam tahun baru. Pesta barbeque, kembang api, petasan, bernyanyi bersama, tertawa, dan berbincang banyak hal. Tahun baru kemarin mereka tidak ke vila, karena beberapa halangan, saat itu Rino belum berani membawa Vanka pergi jauh, Ben dan Leo sedang disibukkan dengan deadline pekerjaan, Felix juga punya banyak pesanan brownies.

Vila itu cukup besar, ada lima kamar disana. Jika berjalan beberapa kilometer keluar vila, mereka akan dihadapkan dengan pemandangan gunung dan pepohonan hijau yang asri. Udara disana sangat sejuk, dan akan menjadi dingin jika malam hari.

Seperti halnya malam tahun baru, kini mereka sedang bersiap untuk pesta barbeque. Seperti biasa, Rino yang bertanggung jawab membuat saus barbeque. Leo yang menyiapkan panggangan. Ben dan Bastian yang menyiapkan daging serta bahan lainnya. Shema dan Jeyan ada di dalam. Felix juga sedang menidurkan Vanka di kamar. Dan Jivan, dia duduk diluar menemani para dominan, Rino yang memintanya untuk duduk disana. Agar Rino setidaknya masih bisa mengawasi Jivan, selama Jivan masih berada dalam ruang lingkup pandangannya.

Tapi Jivanka adalah orang yang mudah sekali merasa bosan. Duduk disana dan menonton kesibukan empat orang itu tanpa melakukan apapun membuatnya kesal sendiri. Akhirnya tanpa Rino ketahui, dia masuk ke dalam vila. Niat awalnya ingin mengambil minum sebentar saja.

Sampai di dapur, dia melihat Cecil sedang berdiri membelakanginya. Jivan tersenyum lalu menghampirinya.

"Cecil lagi apa?"

Betapa terkejutnya Jivan saat melihat Cecil memegang sebuah apel dan pisau di tangan kecilnya.

"Sayang, kok bawa pisau? Bahaya. Mama Shema mana?"

"Mama di kamar mandi. Aku mau makan apel tapi gak suka kulitnya, Jiji."

"Sini, biar Jiji yang kupas untuk Cecil ya."

Jivan mengambil apel dan pisau dari tangan Cecil, dia melakukannya dengan sangat hati-hati. Takut sekali gerakannya salah dan malah berakhir melukai Cecil. Jivan tidak habis pikir jika dirinya tidak datang, apa yang akan terjadi pada Cecil.

Bilangnya memang ingin mengupas buah apel itu untuk Cecil, tapi yang Jivan lakukan selanjutnya hanya terdiam menatap apel di tangannya. Dia lupa cara menggunakan pisau, sudah lama sekali Rino tidak mengizinkannya turun ke dapur apalagi berhubungan dengan benda tajam.

"Jijiㅡ"

"Astaga, Cecil!"

BRUK

"Jivan, apa yang kamu lakukan?!"

LIMBOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang