"Kamu masih ngambek?" tanyanya hati-hati pada pria di sampingnya. Namun, pria tersebut tidak menggubrisnya, melainkan sibuk mengaduk-ngaduk makanan di depannya. "Kamu boleh ngambek sama aku, tapi kasian makanannya. Makanan ini gak ada salah loh," ujarnya kemudian. "Dimakan, yah? Belum makan sedari siang, kan?" bujuknya.
"Mau ... hem. Mau di su-ap-in, gak?" tawarnya terbata. Sontak pria tersebut berbalik ke arahnya dengan wajah sangar sekaligus lucu. Qalbi mengambil alih piring yang berisi makanan Qabil, "aaa," ujar Qalbi berusaha menyuapi suaminya. Suaminya? Yah, mereka sudah sah menjadi sepasang suami istri beberapa jam yang lalu.
"Kamu makin ganteng deh kalo nurut gini, " goda Qalbi. Suaminya tersipu, tetapi tidak urung mimik wajahnya kembali murung. "Gak usah dipikirin lagi masalah tadi, yah?" bujuk Qalbi masih dengan menyuapi Qabil. "Gimana gak kepikiran, yang naksir kamu banyak banget," ungkapnya, mengunyah makanannya dengan kasar.
"Kan ujung-ujungnya jadi punya kamu," celetuk Qalbi. "Perasaan mereka, yah tanggungan mereka," lanjutnya. Qabil berusaha mencerna. Memang beberapa saat yang lalu, setelah akad dia lantunkan dan resepsi dimulai, berbondong-bondong tamu berdatangan, tidak terkecuali mereka-mereka yang dulunya berusaha mendekati Qalbi.
Qalbi yang begitu cantik di acara bahagianya tentu saja kembali menarik perhatian pria-pria itu. Sebagai sesama pria, Qabil mampu mengendusnya. Sehingga dia cemberut sepanjang resepsi berjalan. Tidak urung, persepsi tamu undangan yang datang menimbulkan spekulasi di mana-mana. Topik utamanya adalah seorang Qabil Si Pengusaha Muda terpaksa menikahi Qalbi yang sudah banyak kali gagal nikah.
"Aku gak terima," ungkapnya lagi. "Masa mereka natap kamu yang udah jelas-jelas milik aku secara terang-terangan?" ujarnya dengan ekspresi yang menyebalkan. Qalbi hanya mampu menghela napas panjang. "Kamu cemburu?" goda Qalbi kemudian. Qabil yang mendengarnya sontak menatap tajam ke arah istrinya. "Jangan geer. Aku cuman mau mereka ngehormatin aku sebagai suami kamu," ngelesnya.
"Sama aja," celetuk Qalbi. "Gak sama!" sentak Qabil yang malah semakin membuat istrinya tersenyum lebar. "Beda, yah! Kalo cemburu i—" Belum sempat Qabil menyelesaikan ucapannya, Qalbi menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. "Iya, iya, gak." Seperti biasa, dalam perdebatan apa pun itu masalahnya, Qalbi yang selalu mengalah. Dia bukan lagi seseorang yang percaya akan sikap cuek, jutek dan dinginnya CEO Qabil Ahmad.
"Rewsek bangwet swih," protes Qabil tidak jelas. "Abisin dulu makanan di mulutnya, baru ngomong," peringat Qalbi, takut jikalau suaminya tersedak. Kan gak lucu jadi janda di malam pertama. "Btw, kok kamu tau soal doa setelah akad nikah?" tanya Qalbi. Sebenarnya pertanyaan tersebut sudah sedari tadi hendak dia lontarkan, hanya saja baru sempat sekarang. Bagaimana tidak begitu? Dia harus meladeni suaminya yang ngambek terlebih dahulu.
Dengan wajah songongnya Qabil menjawab, "tau lah, Qabil gitu loh." Qalbi hanya bisa tersenyum lembut melihat respon suaminya. "Setelah proses akad nikah, Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar para suami mendoakan istrinya yang baru dinikahi. Caranya yaitu dengan memegang ubun-ubunnya, kemudian membaca "basmalah" dan dilanjutkan dengan doa suami untuk istri. Insyaallah keberkahan akan turun menyertainya," jelas Qabil.
Qalbi menganggukkan kepala sambil tersenyum. Ini katanya pria yang jauh dari agama? Dia bisa, selagi mau dan berusaha. "Gini—" ujar Qabil yang tanpa aba-aba, tiba-tiba saja memegang ubun-ubun Qalbi dengan satu tangannya terangkat berdoa, "Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma inni as'aluka min khaira wa khairi ma jabaltaha 'alaihi. Wa a'udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha 'alaihi." Setelahnya dia mengecup kening istrinya.
Jika tadi dirinya yang membuat suaminya salah tingkah, kini dirinya yang dibuat salah tingkah oleh suaminya. Sontak saja, dia mematung dengan sendok di genggamannya. "Artinya, Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya," ujarnya masih melanjutkan.
Rasa-rasanya, Qalbi mau menangis saja. Dia terharu, begitu bahagia. "Makin ganteng," ujarnya setelah menetralkan degub jantungnya. Dia kemudian mengelus surai suaminya. "Belajar di mana, sih?" tanyanya. Qabil tersenyum sebentar, kemudian meraih tangan istrinya lembut. "Emang aku anak kecil digituin?" ujarnya memanyunkan bibirnya, tetapi tidak urung melebarkan senyumnya.
"Sok imut kamu Bil," celetuk Ayyana—Bundanya yang tiba-tiba sudah berada tepat dari arah belakang mereka. "Kamu suapin dia, sayang?" tanyanya kemudian melihat tangan Qalbi yang hendak terangkat menyuapi suaminya. "Bun, jangan mulai deh," peringat Qabil.
Jangan sebut dia Ayyana jika tidak mampu untuk menggoda putranya habis-habisan. "Baru beberapa jam, udah muncul ajah tuh sifat asli," godanya, entah apa yang dia tengah kerjakan di dapur sana. "Bunda," rengeknya kemudian berlalu dari sana tanpa memerdulikan istrinya.
"Yah, ngambek." Ayyana yang melihat hal tersebut tentu saja tersenyum senang atas keberhasilannya. Namun, melihat menantunya menggelengkan kepala sambil mengembuskan napas panjang, dia terdiam. "Eh. Bunda salah, yah? Anaknya baru selesai ngambek, yah?" tanyanya.
Membereskan bekas makanan suaminya sekaligus menghabiskan makanan yang belum suaminya habiskan, Qalbi kemudian berjalan ke arah mertuanya. Dia tersenyum,"gak apa, Bunda. Mungkin Mas Qabil lagi capek aja," ujarnya lembut. "Aduh. Kamu yang sabar yah ngadepin anak Bunda," jelas Ayyana yang merasa tidak enak atas kelakuan Putranya.
"Bunda tenang aja. Anak Bunda itu sekarang udah jadi suami Qalbi. Qalbi bakal berusaha sebaik mungkin untuk menghormati dan menyayanginya sebagaimana Bunda melakukannya selama ini," ungkap Qalbi yang membuat Ayyana menangis haru.
"Bunda gak tau mau ngomong apa lagi. Rasanya Bunda lega dan bahagia. Allah baik banget udah kirimin menantu sekaligus istri yang baik buat anak Bunda," ujarnya yang langsung saja menghambur ke pelukan Qalbi.
"Olehnya, Bunda jangan khawatir lagi, yah?" pinta Qalbi. Ayyana mengangguk menyetujui. "Bunda istirahat gih. Qalbi juga mau nyusul Mas Qabil. Kayaknya dia belum minum tadi abis makan," kata Qalbi yang mengundang tawa dari mertuanya. Tidak urung dia menuruti kata menantunya. Setelah menghapus air mata dan mengelus pundak menantunya, dia berlalu dari sana.
***
"Minum dulu," ujar Qalbi memberikan segelas air pada Qabil yang tengah duduk di balkon kamarnya, atau bisa dibilang kamar mereka. Memang setelah resepsi berlangsung, Ayyana langsung saja memboyong anak dan menantunya untuk tinggal di rumahnya.
Karena merasa haus dan sedikit tidak enak pada mulutnya, Qabil mengambil air tersebut kemudian meneguknya hingga tandas. Bagaimana pun setelah makan lumayan banyak tadi, dia belum sedikit pun menyentuh air minum. Salahnya, suka ngambek di waktu yang tidak tepat.
"Aku bersih-bersih dulu, abis itu ki—" Qalbi belum menyelesaikan ucapannya, Qabil segera menyela, "kita salat, yah?" ujarnya. "Aku gak mau didahului sama kamu mengenai persoalan demikian. Bagaimana pun, sejak kujabat tangan Papa dan mengucapkan janji pernikahan atasmu, kamu sudah menjadi tanggung jawabku, makmumku."
Rupanya, hari ini belum cukup surprise yang akan Qabil berikan pada istrinya. "Meski aku tau dan kamu juga tau, kamu lebih tau dari pada diriku, izinkan aku berusaha untuk menjadi imam yang baik bagimu. Ingatkan aku, jika aku lupa. Beritahu aku, jika aku salah." Qalbi yang mendengarkan tersenyum. Dia yang tadinya sudah berbalik menuju arah kamar mandi kembali ke hadapan suaminya.
"Terima kasih atas kejutan istimewanya hari ini," ujarnya. "Aku gak mau jalan di depan untuk nuntun kamu. Aku juga gak mau jalan di belakang sehingga kamu bisa melindungi dan menuntunku. Aku cuman mau kita bergandengan tangan, saling melindungi dan menuntun satu sama lainnya. Dan aku gak nyangka, kamu nangkep hal itu," ungkapnya, memegang tangan suaminya kemudian menciumnya.
Sebelum dia benar-benar berlalu, dia menyempatkan diri untuk mendaratkan kecupan di pipi kanan suaminya. Kemudian dia berbisik, "kamu laki-laki yang selama ini aku tunggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Senja
Spiritual[ ON GOING ] لا تحز ان الله ماعنا. Laa Tahzan Innallaha Ma'naa "Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita." (Q.S. At-taubah /9:40) *** Bukan kisah layaknya Adam dan Hawa, bukan juga cerita seperti Yusuf dan Zulaikha, apa lagi mengenai...