BS || 16

19 8 0
                                    

Pagi yang indah bagi sepasang anak manusia. Saling berbagi kehangatan lewat dekapan yang entah kapan mengerat begitu saja. Meski semalam Sang Suami belum mendapatkan haknya, kemesraan tetap lah tercipta. Yah, di malam pertama yang seharusnya waktu tepat memadu kasih, Qabil harus menahan diri. Karena tiba-tiba saja, Qalbi Sang Istri kedatangan tamu bulanannya.

"Shhh." Merasakan sakit di sekujur tubuhnya, Qalbi mendesis. Apa lagi dibagian bawah perutnya ngilu tidak tertahankan. Dia bergerak berusaha melonggarkan pelukan suaminya terhadapnya, hendak mencari posisi nyaman bagi tubuhnya. Naas, berusaha keras tidak membangunkan suaminya, tetap saja Si Peka itu akhirnya bangun karena merasakan pergerakan istrinya.

"Kamu kenapa?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidurnya. Qalbi tidak menjawab, melainkan menghempaskan tangan suaminya untuk menjauh darinya, kemudian memegang perutnya yang terasa sakit. Berusaha mendapatkan kesadaran, Qabil menyamping dan menumpukan kepala pada tangannya yang menopang.

Dahinya menyerngit, "kamu kenapa, hei?" tanyanya. Dia menggapai lengan Qalbi untuk membawa istrinya itu menghadap ke arahnya. "Aku belum apa-apain kamu, loh. Kok kamu udah kesakitan gitu?" candanya yang dihadiahi pukulan serta cubitan pada lengan dan pinggangnya. "Au, kok malah dicubit? Emang bener, kan?" ujarnya.

"Bi. Aku kasih tau, yah. Jangan pernah mengusik perempuan yang tengah datang bulan, sssh. Kalo gak mau kena amuk," jelas Qalbi masih berusaha menahan rasa sakit. "Se sakit itu, Bi?" tanyanya bernada khawatir. Tidak urung, tangan kokohnya kini sudah bertengger pada perut istrinya. Merasakan hal tersebut, Qalbi sedikit terlihat rileks.

"Tangan kamu berat nan hangat," ungkap Qalbi. Segera Qabil memindahkan tangannya, takut semakin menyakiti istrinya. Terlihat raut tidak rela pada wajah Qalbi. "Kok dipindahin?" protesnya terlihat lucu. "Cie, yang udah gak ada malunya," ejek Qabil yang melihat respon istrinya terhadap sentuhannya.

Memanyunkan bibirnya, Qalbi berkata, "ngapain harus malu? Aku menginginkan sentuhan suamiku, bukan suami orang lain," sungutnya. Meski berkata demikian, tetap saja jika digoda seperti itu Qalbi akan malu. Olehnya, dia kembali berbalik dan memunggungi suaminya.

Pagi yang indah bagi Qabil. Terbangun dengan mendekap istrinya, bercanda dalam hangatnya ranjang mereka. Walau begitu, dia sebenarnya masih menyimpan rasa khawatir atas keadaan Qalbi. Karenanya, dia kembali berbaring, menarik tubuh istrinya untuk mendekat ke arahnya, kemudian memasukkan tangannya ke dalam baju istrinya, mengelus perut kesakitan itu di dalam sana.

Lantas, bagaimana respon Qalbi? Tentu saja, bagi seorang gadis yang baru merasakan hal demikian yaitu bersentuhan secara langsung dengan seorang laki-laki meski sekarang laki-laki itu adalah suaminya merupakan sesuatu yang tabu, sehingga membuatnya membatu. Tidak berlangsung lama, setelahnya dia merasakan kenyamanan yang teramat sangat.

Bayangkan saja, di saat-saat kesakitan seperti itu, ada yang mendekapmu erat, mengelus bagian yang sakit. Apa lagi ini merupakan nyerti haid, ketika sebuah benda hangat menyentuh bagian nyerinya, maka nyamannya bukan kepalang.

"Gimana, hem? Agak mendingan?" tanyanya lembut pada istrinya. Qalbi hanya menganggukkan kepala menjawabnya. Cukup lama mereka di posisi demikian, sampai Qalbi merasa dia sudah enakan. "Jam berapa sekarang?" tanyanya. Berbalik ke arah jam dinding tanpa melepaskan tangannya dari perut istrinya, Qabil menjawab, "enam kurang lima belas menit, Bi."

Mendengar hal itu, Qalbi tersentak kaget. "Aduh, kita kesiangan." Ujarnya hendak bangkit, tetapi Qabil menahannya. "Kesiangan gimana? Orang masih pagi," protesnya. Tidak membalas apa yang dikatakan suaminya, dia tetap berusaha untuk mendudukkan diri. Sehingga mau tidak mau, Qabil mengikutinya tanpa melepaskan tangannya sedikit pun dari daging kenyal milik istrinya.

"Kamu udah salat Subuh?" tanyanya panik pada suaminya. "Udah, Bi." Qabil menghela napas lega. "Tapi kok kamu gak bangunin aku?" lanjutnya kemudian. "Kamu keliatan pules banget, gak tega aku," ungkapnya, mendekap istrinya dalam keadaan duduk. "Ya Allah, Abi. Kan aku harus bantuin Bunda di dapur," rajuknya, melepaskan dekapan suaminya darinya.

Bintang SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang