BAB 1 : Tahun ajaran baru

97 11 41
                                    

"Kak Gara kok gak peluk Shaga?"

Bocah kecil menatap polos ke arah Sagara yang sudah berjalan menjauhi pekarangan rumah bersama kakeknya.

"Shaga, kita pulang, ya?" bujuk Nadira berusaha melepaskan Savalas yang memeluk Shaga.

"Pulang ke mana? Kan kita udah ada di rumah."

"Pulang ke--"

KRINGG!!!

"Shaga, bangun! Sudah mau jam setengah tujuh!"

Suara alarm berbunyi, bersamaan dengan teriakan Nadira dari luar kamar. Ekor matanya melirik jam dinding, yang sudah menunjukkan pukul 06.15 pagi.

Oh, masih ada waktu untuk ke sekolah. Tidak perlu terlalu terburu-buru, kan? Suara ibunya membuat Shaga terganggu.

CKLEK!

Decitan pintu yang terdengar lumayan nyaring itu, membuat Shaga menoleh dan menatap malas.

"Mandi," ucap Nadira dengan tangan yang menggenggam kenop pintu.

"Iya," balas Shaga.

"Jangan lama-lama, waktu semakin mepet."

Peringatan itu, telah membuat kantuk Shaga menghilang, sekaligus merasa kesal.

"Hhh, rasa-rasanya tadi aku mimpi sesuatu yang aneh. Heran, kok bisa-bisanya kangen sama orang yang gak punya wajah," keluh Shaga, sesaat sebelum pergi ke kamar mandi.

Sementara Nadira tengah menyiapkan sarapan pagi untuk anaknya. Sesekali, Nadira bernyanyi pelan guna menghilangkan rasa bosan. Tak sampai 15 menit menunggu, akhirnya Shaga berjalan menuju ruang makan dengan tampang yang selalu mengantuk.

"Selesaikan sarapanmu, lalu berangkat sekolah."

Shaga menganggukkan kepalanya.

"Iya. Aku sekolah di mana, Mah? Gak yang aneh-aneh, kan?" tanya Shaga.

Mendengar pertanyaan putranya, Nadira menggeleng dan tersenyum simpul.

"Tidak, kok. Kau Mama sekolahkan di sekolah negeri. Mama yakin, di sana, kau akan mendapatkan banyak teman."

Shaga mendengarkan semuanya, seraya mengunyah roti bakar yang dibalur selai stroberi, menu sarapan yang Nadira berikan hari ini.

"SMA? IPA, kan, bukan IPS?"

"Iya."

Mendengar jawaban Nadira, membuat Shaga tidak bisa merespon apa-apa lagi, dan memilih untuk diam.

"Aku udah sarapannya. Yuk, pergi," ajak Shaga meneguk segelas air mineral.

Tanpa banyak bicara, Nadira menganggukkan kepala dan mengunci pintu. Sementara Shaga menunggu Nadira mengeluarkan mobil dari dalam garasi.

"Ayo, tidak ada yang ketinggalan, kan?" Kaca jendela mobil yang perlahan turun, memperlihatkan wajah Nadira.

"Gak ada," balas Shaga menaiki mobil dan memakai earphone.

~BENANG MERAH~

"Savalas berangkat dulu, Yah."

Seorang pemuda dengan kacamata minus yang lumayan tebal, menuruni anak tangga dan bersiap menuju sekolah.

Devian turut menuruni anak tangga, dan membenarkan dasinya yang sedikit berantakan.

Yeah, seorang pria yang cukup tampan. Dengan belahan rambut yang condong ke kanan hingga menyisakan jidat nya.

BENANG MERAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang