Bab 16 : Permintaan

20 7 21
                                    

"Di mana Savalas di rawat?" tanya Devian setelah menutup pintu ruangan kepala sekolah.

Nadira terkejut dengan Devian yang tiba-tiba saja sudah berada di luar bersama dengan mereka.

"Di ruangan nomor 142," jawab Nadira.

Sebelum pemberitahuan bahwa dirinya disuruh ke sekolah hari ini, kemarin ia sudah mendapatkan kabar dari Shaga yang menelponnya.

"Oh, kalian ikut dengan ku. Aku ingin menjenguk anak itu," ucap Devian jalan lebih dulu.

Nadira tak banyak bicara. Ia mengikutinya dari belakang dan sedikit menjaga jarak dari Devian. Manakala Shaga dan Sagara berbincang di belakang.

"Om itu beneran ayah Savalas?" tanya Shaga sedikit berbisik.

"Dia juga ayah lo, bodoh. Udah, ikut aja," jawab Sagara menarik tangan Shaga.

Langkah kaki Sagara lumayan cepat dari langkah kakinya, membuat Shaga terdorong karena tangannya masih digenggam oleh kakaknya.

"Lah iya juga. Tapi kan Kak, kok Om itu kayak aneh?"

"Ya dia emang begitu, jangan heran."

Masih banyak yang mengganggu pikiran Shaga. Ia kembali menanyakan hal yang mengganjal di pikirannya sejak tiga Minggu ke belakang.

"Kak, om itu ... Siapa sih namanya? Aku dengernya Via Via gitu. orangnya gimana? Kok dingin?"

Menghela napas lelah, Sagara berusaha sabar menjawab pertanyaan Shaga yang tidak ada hentinya. "Namanya Devian, Shaga. Kan memang sifatnya begitu, ya walau dulu Ayah gak sedatar itu juga sih."

"Kakak dulu deket sama Om juga?"

Mendengar pertanyaan Shaga, Sagara terdiam sejenak, lantas menggeleng.

"Gak, lah. Ngapain juga gue deket sama orang kayak gitu," cibir Sagara.

"Jadi, kita ini anaknya, bukan? Soalnya dari waktu itu kayak gak peduli aja gitu. Gak paham lagi sumpah. Mah, kok mamah bisa nikah sama Om itu?"

Mendengar pertanyaan Shaga, membuat Nadira menghentikan langkahnya dengan mendadak.

"Apa kau yakin memilihku menjadi pasangan hidupmu, Devian? Aku ... Aku_"

"Kenapa? Kita kan sudah pacaran setengah tahun. Karena aku mencintaimu dan kau juga memiliki rasa yang sama, aku tidak mau menunggu waktu lama. Lagi pula aku sudah siap secara finansial dan juga mental, Nadira."

Cih, siapa juga yang mencintai pria brengsek seperti Devian? Toh, sekarang perasaannya sudah mati. Ia melangkahkan kakinya dan mengabaikan pertanyaan Shaga.

"Dia memang begitu, Ayah sibuk. Makanya dia jarang keliatan," jawab Sagara ketika dirasa Nadira tidak menjawab pertanyaan Shaga.

Merasa kedua anaknya tertinggal, Devian menoleh ke belakang, menatap mereka yang lambat berjalan.

"Hei, kalian ini manusia atau siput, sih? Lama banget jalannya."

Sagara tak mau ambil pusing. Ia berjalan sedikit cepat. Berbeda dengan Shaga yang hanya diam saja.

"Gendong!"

Sagara menatap kaget. Manakala Devian merasa bingung, sudah sembilan tahun lamanya ia tidak meladeni anak-anaknya.

"Hah?"

"Aku capek, Om. Gendong!" jawab Shaga merentangkan tangannya, meminta digendong di belakang.

Nadira menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah Shaga yang merengek manja pada Devian. Itu mengingatkannya pada masa lalu.

BENANG MERAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang