Setelah dua hari kemarin Sagara serta Savalas bertengkar, kini pagi yang baru sudah dimulai. Suara Nadira yang pertama meramaikan apartemen.
"Anak-anak, ayo makan!" seru Nadira.
Dengan wajah mengantuknya, Shaga dan Sagara berjalan ke arah meja makan.
"Cuci tangan dulu."
"Savalas mana, Ma?" tanya Sagara saat mengucek matanya.
"Eh? Mama tidak lihat dia. Kayaknya tidur di kamar," jawab Nadira.
"Hhh, anak itu. Gara panggil aja ya, Ma."
Sagara berjalan menuju kamar Savalas dan mengetuk pintunya, namun terkesan lebih keras.
Tak ada jawaban dari pemilik kamar.
"Hoaaamm, anak itu kenapa sih? Savalas, heh, ayo makan."
"Ck, sabar!"
Savalas membuka kunci pintu dan memperlihatkan matanya yang merah karena kurang tidur.
"Makan," ucap Sagara menatap datar.
"Kalian aja, gue gak laper."
"Ck, dari kemarin lo enggak makan. Mau mati lo?" tanya Sagara mulai terpancing emosi.
"Iya."
"Ya udah, sana lanjut tidur. Gak usah keluar sampai lo mati di sana!"
"Oke."
Savalas kembali mengunci pintunya. Tapi jujur, sejak kemarin Savalas memang tidak merasa lapar. Hanya dahaga saja yang terasa.
Sementara di luar, Nadira menghampiri Sagara.
"Hei, ada apa?" tanya Nadira. "Mama dengar ada keributan di sini."
"Dia tuh menyebalkan. Gak punya sopan santun, gak jelas, dibilangin bener bener malah marah gak jelas," gerutu Sagara.
"Coba jelaskan lebih rinci."
"Gara cuman nyuruh dia buat makan karena dari kemarin dia belum makan. Dibilangin baik baik dia nya malah ngelunjak. Diperhatiin malah begitu, ngegas pula. Siapa juga yang gak jengkel, Ma," jawab Sagara dengan napas yang memburu.
"Biarkan dia. Nanti biar Mama yang antar makanannya ke kamar," lerai Nadira.
Sagara mendengus kesal.
"Gak usah, biar mati sekalian di sana. Mampus!"
Ekor mata Nadira menatap putra sulungnya. "Jangan begitu, nanti jadi doa."
Sebelum kembali ke dapur untuk membuatkan makanan, Nadira mengusap punggung Sagara dan berniat untuk mengantarkan makan siang ke kamar Savalas.
Namun, baru saja ia membuatkan roti selai bluberi dan hendak mengantarkan ke kamar Savalas, rupanya Savalas sudah ikut bergabung.
"Ini, sarapan dulu," ucap Nadira.
Savalas mengangguk dan makan dalam diam. Dia masih belum bisa meminta maaf, atau bahkan memaafkan Sagara.
Devian yang sedari tadi di dalam kamar sudah ke luar, lengkap dengan pakaian yang rapi.
"Ayo pada siap-siap, kita mulai liburannya."
"Hhh, ke mana?" tanya Savalas setelah menelan roti.
"Kalian maunya ke mana?"
"Kuburan," jawab Shaga.
"Bagaimana kalau kita ke pantai?" usul Nadira.
Devian menatap Shaga datar, kemudian menoleh ke arah Nadira. "Hm, boleh juga. Ide yang bagus."
KAMU SEDANG MEMBACA
BENANG MERAH
Teen FictionSetiap tindakan, akan ada akibat yang harus ditanggung. Begitu juga dengan perceraian. Ketika sepasang kekasih yang sudah menikah memutuskan untuk bercerai, maka mereka harus sanggup menanggung akibatnya. Pertikaian yang terjadi antara Devian serta...