Bab 6 : Berita besar

17 8 23
                                    

Keesokan paginya, Savalas sudah siap dengan seragam sekolah yang rapi. Pemuda itu sedang membalikkan telur mata sapi.

Setelah telur mata sapi siap dihidangkan, Savalas membawa sebuah piring kecil dan memindahkan telur tersebut ke piring, berjalan terhuyung-huyung karena tak tidur malam.

"Ayah mau berangkat, kamu yang baik di sekolah," ucap Devian yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya.

"Hn."

"Dan jaga jarak dengan orang yang mirip dengan kedua kakakmu itu. Jangan dekati mereka, nanti hanya membawa pengaruh buruk lagi."

Tanpa ada niat untuk menjawab, Savalas lebih memilih untuk menikmati telur buatannya sendiri dan mengabaikan teguran Devian.

"Kalau kamu nekat, Ayah nggak bisa menjamin nyawa mereka akan selamat. Pengacau harus segera disingkirkan jika perlu." Nadanya terdengar tegas dan serius, ia membenarkan dasinya yang sedikit miring.

Mendadak mood untuk makan hilang. Savalas menyimpan garpu dan sendok di meja, menggendong tas dan bersiap sekolah.

"Gak salah kalau aku psikopat, rupanya ayahku sendiri seorang psikopat gila. Hebat, hebat. Setidaknya ada genetik, jadi aku tidak terlalu khawatir memikirkan aku anak siapa," sindir Savalas pergi tanpa mencium tangan Devian yang berstatus sebagai ayahnya.

~BENANG MERAH~

Hanya butuh dua puluh menit menempuh perjalanan, Savalas sudah sampai di parkiran motor dan berniat memasuki kelas untuk tidur sejenak.

Namun, rencananya tidak berjalan mulus.

"Wah, wah. Lihat siapa yang datang?"

Reno. Anak kepala sekolah yang angkuh dan selalu buat onar sejak SMP.

"Menyingkir!" usir Savalas menatap Reno dengan tajam.

"Setelah apa yang lo perbuat ke gue sama temen-temen gue?"

Dahinya sedikit berkerut, berusaha mengingat memori pertamanya di SMA. Karena keseringan begadang, ingatannya sedikit melemah.

"Haha, lucu, kembar kepisah banyak gaya. Yah intinya gitu ya, mata empat." Reno menatap Savalas dengan tatapan penuh dendam. "Jangan harap hidup lo berdua aman setelah ini."

"Beginilah ketika anjing diberi akal," sarkas Savalas menahan emosinya.

Oh, rupanya dia ingin balas dendam.

"Kenapa lo? Mau balas dendam perihal pertengkaran kemarin? Mau lo apaan, hm?"

"Keluar lo dari sekolah ini, ajak kembaran lo juga. Risi gue lihat muka kalian, fotocopy-an banget, kehabisan model muka, ya?" tanya Reno tertawa remeh.

Semenjak Sagara, Shaga dan dirinya satu kelas dan satu sekolah, banyak rumor tentang diri mereka bahwa mereka anak kembar.

Ya memang benar, sih.

"Gue gak punya kembaran!"

Namun kalimat sebaliknya yang Savalas lontarkan.

Mendengar hal tersebut, Reno dan teman-temannya menertawakan Savalas.

"Kacamata lo yang kurang tebal, atau lo nya yang tolol?"

Masih berusaha menahan amarah, Savalas menurunkan nada bicaranya dan mengepalkan tangan.

"Menyingkir."

"Kayaknya dia tuli, deh. Atau gak bisa ngomong selain menyingkir," sindir teman Reno.

"Udahlah, guys, bawa dia."

Dengan teganya, mereka bertiga menyeret Savalas. Akan tetapi, Savalas memberontak dan berusaha menyelamatkan dirinya.

BENANG MERAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang