Dua hari setelah mereka sampai di Jepang, Devian mengajak Nadira pergi ke luar pada malam hari.
"Hey Nadira, mau ikut sebentar gak? Aku ingin keluar."
Nadira yang sedang mengemas barang, menoleh sesaat. "Ke mana?"
"Mau atau tidak? Ck, kelamaan. Ayo, aku maksa," ucap Devian memakai jaket.
Malas bertanya, Nadira mengikuti ke mana Devian melangkah. Dikarenakan angin malam di luar sedikit kencang, rambut panjang Nadira terombang-ambing, membuat wanita itu menghentikan langkahnya dan berniat mengikat rambut.
Merasa Nadira tidak menyusul, Devian menoleh dan berhenti berjalan. "Kamu ngapain? Ayo."
"Ck, sebentar." Nadira mengikat asal rambutnya dan berlari mengejar Devian.
"Sudah? Keburu malem ini."
"Hn."
Devian terdiam sesaat sebelum akhirnya menggandeng tangan Nadira. "Biar gak kelamaan, kita ke parkiran buat ambil mobil."
Nadira hanya bisa diam sampai mereka tiba di parkiran.
"Ayo masuk," ucap Devian membuka pintu mobil.
"Oh, iya, baik," balas Nadira menundukkan kepala dan mulai duduk di kursi depan.
Tak berselang lama, Devian melajukan mobilnya ke arah tempat yang ramai.
"Mau request tempat?"
Nadira yang sedang meminum air mineralnya tersedak.
"Hah? Loh, kukira kau sudah punya tujuan."
"Memang sudah, hanya basa basi. Habisnya kau tidak mau bicara sebelum diajak bicara."
"Oh, m-maaf. Kita mau ke mana?"
"Aku dengar berita burung, ada tempat wisata yang cocok untukmu. Entah apa namanya, tapi aku sudah tahu lokasi tempatnya."
"Oh ya? Oke, kita akan ke sana."
Devian menganggukkan kepala sebagai jawabannya. Ketika dirasa topik sudah mulai habis, ia kembali bertanya.
"Kau pernah kemari sebelumnya? Kau cukup fasih dalam mengucapkan bahasa itu."
"Tidak."
Mendengar jawaban yang selalu singkat itu, Devian kembali diam.
"Entah kenapa aku gak bisa mikirin topik yang bagus lagi," batin Devian kini fokus mengemudi.
Setelah lama diam, Nadira membuka suaranya.
"Suasana ini, membuatku teringat kenangan lama."
Devian melirik sesaat, kemudian kembali fokus mengemudi.
"Oh ya? Kenangan yang mana? Kita memiliki banyak kenangan, Nadira."
"Entahlah, ingatanku samar. Sudah lama terpendam dan tidak mengingat itu. Tapi kurasa ... Saat pertama kali kita berkencan," jawab Nadira mengecilkan suaranya di akhir diikuti semburat di pipinya.
"Ah itu, ya? Itu sudah lama sekali, kalau dipikir pikir benar juga. Suasananya hampir mirip, bedanya umur kita waktu itu masih muda," timpal Devian terkekeh pelan.
"Memang kita sekarang tua?" tanya Nadira yang tidak suka jika sudah membahas umur.
"Hei, ya bukan tua juga sih. Hanya setengah tua, memangnya kenapa? Santai aja, toh umur itu hanyalah angka."
"Setengah tua." Kedua tangan Nadira memegang pipinya kala Devian mengatakan hal tersebut.
"Kenapa?"
"Pulang ke Indonesia, aku ingin beli skin care."
KAMU SEDANG MEMBACA
BENANG MERAH
TienerfictieSetiap tindakan, akan ada akibat yang harus ditanggung. Begitu juga dengan perceraian. Ketika sepasang kekasih yang sudah menikah memutuskan untuk bercerai, maka mereka harus sanggup menanggung akibatnya. Pertikaian yang terjadi antara Devian serta...